Mohon tunggu...
Wahyu Eko P
Wahyu Eko P Mohon Tunggu... -

Penanda/Petanda "Tulisan Lebih Istimewa Dari Pada Tuturan"

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pojok

2 April 2011   22:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:11 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pada setiap malam, kau selalu ngotot untuk berebut mencari tempat kopi. Di sana enak, di situ asyik, katamu. Sambil berlalu, kita derai malam malam gelap itu. kalian memukuli pintu depan kamar kontrakanku.

Pojok, ngopi ayo cak, ngopi ayo mas. Teriakmu silih berganti.

Terkadang kalian tertipu, padahal aku tak lagi sedang berbujur di dalam ruangan itu.

Kita sambung menyambung, agar cukup lelap dengan tempat duduk beralas tikar. Kita patungan supaya lelap betah bersama malam dan kopi cinta kita itu. Tempat ngopi itu, memang sengaja di buat tempat untuk menghabiskan malam. Sebelum aku dan kamu sudi secangkir kopi untuk bersama. Lalu, kenapa kita terus menerus kejam pada setiap malam. Celaka? Siapa yang celaka.

Jangan tersendu, sebab laki tak di ciptakan untuk itu, ucap seorang kawan.

Di warung kopi itu, kita sering mengejek gadis rok mini yang sedang berdua dengan lakinya. Intinya kita iri, tapi tidak dengan aku. Hehehe

Terkadang kita muram, jika di antara kita saling bertatap muka dengan wajah yang gelap. Kita sama-sama dari desa,namun kita sama-sama juga tak menyoal itu. Ingatkah, sebelum kita bercumbu dengan secangkir kopi, kalian malu-malu. Aku pun juga begitu. Dan akhirnya kita semua sepakat bahwa “kopi itu cinta, rasa manisnya menggoda dan rasa pahitnya mengundang kerinduan yang tiada tara”. Lalu, kita ucapkan kalimat itu bersama-sama, saat waktu subuh itu. (Lebay)

Kita saling canda tawa, diskusi bulatnya roti, dan ngobrol tentang rindu. Kadang kita tak mau tau, apa kata orang sebelah kita. Tak jarang, kalian malu-malu, mau Tanya saja harus via sms. Padahal, jarak antara kita, tak sebahaya spasi pada setiap system HP kita.

Kita diskusi bulatnya roti, ngobrol soal rindu. Sebelum waktu membunuh salah satu di antara kita.

Dan berlalu. Bukankah jalan ini tak berujung.!

Kontrakan kita memang berbeda, aku di belakang, kalian di depan. Tapi, kita sama-sama tidur beralas tikar, namun almariku ada buku,dan  almarimu?? Aku belum tau. Sesudah malam pergi, kita saling bercakap-cakap. Sering kita berbaring bersama, pejamkan mata secara bergantian. Kadang kita saling menjaga, dari serangan nyamuk yang nakal.

Memang benar, cerita kita tak setenar sinetron di tv, adegan kita tak sebahaya Tom Crus, tapi setidaknya kita pernah berjalan di tanah yang sama, kita pernah berenang di sungai yang tak dangkal itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun