Mohon tunggu...
Wahyu Ananta
Wahyu Ananta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Asik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Break the Bias: Saatnya Cowok dan Cewek Berdiri Sejajar

12 Desember 2024   10:24 Diperbarui: 12 Desember 2024   18:33 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halo semuanya, kalian tahu ga sih kesetaraan gender itu apa? Kesetaraan gender itu intinya cowok dan cewek punya hak yang sama dalam segala hal. Mau di kerjaan, sekolah, politik, hukum, sampai urusan rumah tangga, semua harus diperlakukan adil tanpa pandang jenis kelamin. Jadi, nggak ada lagi yang dianggap lebih rendah atau lebih lemah cuma karena dia cewek atau cowok. Semua orang punya hak buat hidup nyaman, bebas dari diskriminasi, kekerasan, atau aturan yang bikin nggak adil. Intinya, sama-sama dihargai, sama-sama punya peluang.

Kesetaraan gender itu penting untuk meningkatkan masyarakat agar meningkatkan taraf hidup dan menciptakan dunia yang damai, sejahtara, dan berkelanjutan. Kesetaraan gender itu intinya pengen bikin laki-laki dan perempuan punya hak, peluang, dan tanggung jawab yang sama. Tapi kenyataannya, sampai sekarang masih banyak loh yang nganggep kalau perempuan itu cuma cocok di dapur, urusan rumah tangga, atau ngurus anak aja. Padahal, dunia ini enggak bakal jalan lancar kalau cuma satu pihak yang dominan (Sulistyowati, 2021).

Kekuasaan cowok sering banget ngerampas kebebasan cewek. Pas denger kata "kesetaraan gender", mungkin yang langsung kepikiran itu emansipasi cewek, alias cewek punya hak yang sama kayak cowok. Soal konsep kesetaraan gender ini, nggak usah pusing milih mana yang bener. Intinya, pembebasan cewek mulai kelihatan waktu orang-orang mulai ribut soal sikap, tindakan, dan pandangan tentang gimana cara menghargai cewek. Dulu, pas orang tua sibuk nyekolahin anak cowok mereka di sekolah top, udah keburu ada stigma kalau cewek cuma cocok jadi ibu rumah tangga dan nggak butuh sekolah tinggi (Samaha et al., 2004).

Contohnya nih, ada dua guru, satu cowok dan satu cewek, yang sama-sama layak jadi kepala sekolah. Keduanya punya peluang yang sama besar. Nggak bisa dong cewek dianggap kalah cuma karena dia cewek. Pemikiran zaman dulu yang bilang pemimpin itu harus cowok udah nggak relevan lagi dan harus ditinggalin. Pendidikan yang adil buat cowok dan cewek baru bakal terasa mantap kalau semua orang ikut jalanin, dari sekolah formal, nonformal, instansi pemerintah, swasta, sampai organisasi apa pun, bahkan di dalam keluarga. Cewek dan cowok punya hak yang sama buat bikin keputusan atau nentuin program, sesuai peran mereka sebagai individu (Samaha et al., 2004).

Contohnya nih juga, kayak Bupati itu Anne Ratna Mustika bareng wakilnya, H. Aming. Terus, di Kabupaten Bogor, yang menang Pilkada itu Ade Munawaroh Yasin,. Keren kan? Bukti kalau cewek juga bisa jadi pemimpin daerah!. Kepemimpinan cewek-cewek keren kayak Anne Ratna Mustika sama Ade Munawaroh Yasin nunjukin banget kalau cewek juga bisa punya pengaruh gede di dunia politik, nggak kalah sama cowok. Mereka bawa sudut pandang fresh dan kebijakan yang lebih ngerangkul semua orang. Jadi, kesetaraan gender itu bukan cuma omongan doang, tapi bisa beneran kejadian. Cerita-cerita kayak gini bikin anak muda jadi semangat, nih. Baik cowok maupun cewek, semua punya peluang buat jadi pemimpin, asal punya skill dan integritas (Maryodona, 2021).

Meskipun si cewek ini yang pegang kendali penuh buat nentuin arah kota, peran si wakil cowok nggak kalah penting. Dia bantu ngejalanin strategi biar semua rencana bisa berjalan mulus. Mereka tuh kerja sama kayak duo yang saling melengkapi, buktiin kalau kesetaraan itu bukan cuma omong kosong. Si wakil cowok meskipun posisinya support, tetap punya andil gede buat bantu si cewek hadapin tantangan sehari-hari. Fokusnya biar kepemimpinan tetep solid dan keputusan yang diambil adil buat semua. Kota ini jadi bukti kalau cewek dan cowok bisa kerja bareng harmonis, saling support, dan bikin perubahan keren buat masyarakat.

Di kasus lain, banyak cewek yang sebenernya pengen sekolah tinggi, tapi gak dikasih kesempatan karena dianggap "ngapain, ujung-ujungnya juga jadi ibu rumah tangga." Padahal, pendidikan itu hak semua orang, gak peduli gender. Kalo cewek bisa sekolah tinggi, peluang buat mereka ikut kontribusi di masyarakat juga makin gede. Selain itu, stereotip kayak "cowok gak boleh nangis" atau "cewek harus selalu lembut" itu sebenernya nambah beban. Cowok jadi susah nunjukin emosinya, sementara cewek sering gak dianggap serius kalo bersikap tegas (Sulistyowati, 2021).

Nah, masalah-masalah kayak gini tuh emang butuh cara pikir yang lebih terbuka. Pendidikan itu kan bukan cuma soal karir, tapi juga soal ngebangun karakter, pola pikir, dan kemampuan buat ngambil keputusan yang baik. Jadi, cewek sekolah tinggi itu bukan cuma buat kerja doang, tapi juga buat jadi ibu atau individu yang lebih bijak. Lagian, siapa bilang jadi ibu rumah tangga itu gak butuh ilmu? Justru itu salah satu pekerjaan paling kompleks, karena harus ngurus anak, rumah, bahkan kadang keuangan keluarga (Sulistyowati, 2021).

Terus soal stereotip, ini nih yang sering bikin orang kepentok sama ekspektasi sosial. Cowok gak boleh nangis? Padahal, nangis tuh wajar, cara tubuh ngelepas emosi. Kalau dipendem terus, ujung-ujungnya malah stres atau depresi. Sebaliknya, cewek yang tegas malah sering dibilang galak atau "gak cewek banget". Padahal, tegas itu bukan soal gender, tapi soal sifat yang semua orang butuh, terutama kalau mau dihormatin (Sulistyowati, 2021).

Kesetaraan peran cowok sama cewek itu kunci buat bikin masyarakat yang adil dan keren. Soalnya, baik cowok maupun cewek punya potensi, hak, dan tanggung jawab yang sama di semua bidang, kayak sekolah, kerja, politik, atau urusan keluarga. Kalau dua-duanya bisa kerja sama dan saling support, dijamin deh, lingkungan jadi lebih harmonis, produktif, dan penuh ide-ide kece. Kesetaraan ini bikin semua orang punya peluang buat berkembang sesuai bakat masing-masing, tanpa harus kehalang stereotip atau diskriminasi. Kalau semuanya bisa kerja sama dan ngargain kontribusi satu sama lain, masa depan bakal jadi lebih seru dan ngerangkul semua kalangan. Intinya sih, dunia bakal jadi tempat yang lebih asik kalau cowok dan cewek saling melengkapi, bukan malah saingan.

Nah, intinya sih, kita semua punya andil buat bikin perubahan, mulai dari hal-hal kecil di keseharian kita. Gak perlu muluk-muluk, cukup mulai dari diri sendiri. Dukung orang-orang di sekitar lu buat jadi diri mereka yang terbaik tanpa takut di-judge. Kalau semua orang bisa saling respek dan ngargain satu sama lain, kesetaraan itu bakal jadi budaya, bukan sekadar wacana.

Jadi, yuk bareng-bareng ubah mindset lama yang udah gak relevan. Perlahan tapi pasti, kita bisa bikin lingkungan yang lebih asik, adil, dan penuh peluang buat semua orang. Dunia bakal jadi tempat yang lebih nyaman buat hidup kalau kita saling support dan melengkapi. Setuju, gak? Sip deh, tinggal kita mulai aja dari sekarang. Intinya, perubahan dimulai dari diri sendiri. Dukung orang sekitar buat jadi diri mereka tanpa takut di-judge. Kalau kita saling respek dan ngargain, kesetaraan bakal jadi budaya, bukan cuma wacana. Yuk, ubah mindset lama, bareng-bareng ciptain lingkungan yang adil dan nyaman. Ayo mulai sekarang! Perubahan dimulai dari kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun