Mohon tunggu...
Wahyu Aswandi
Wahyu Aswandi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Masih bekerja 8-16 dan 5/7. Sedang berjuang untuk bekerja tanpa melihat jam dan tanggal.

Very obsessed with improving the environment through aquaculture and agriculture businesses.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manajemen Pajak untuk Meningkatkan Mutu Generasi

30 Juni 2024   22:55 Diperbarui: 30 Juni 2024   23:25 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jika berbicara tentang mutu suatu benda maka semua orang akan sepakat bahwa benda paling bermutu adalah emas. Mengapa emas? Karena emas memiliki nilai yang tidak akan luntur sampai kapanpun (nilai intrinsik). Ia tetap jadi standar mutu pada beribu-ribu peradaban. Nilainya tidak berubah meskipun zaman berubah.

Satu dekade belakangan, khususnya di negeri kita, sering kita mendengar frasa "generasi emas" atau "Indonesia emas". Jika frasa ini dibedah, kata "generasi" merujuk pada manusia atau bangsa. Dalam konteks ini adalah generasi bangsa Indonesia. Dan kata "emas" tetaplah ia sebagaimana namanya.

Ada dua hal menarik dari frasa tersebut. Pertama, ternyata emas pun dijadikan padanan untuk menunjukkan mutu manusia. Kedua, fakta bahwa frasa itu telah dipakai di dalam dokumen -- dokumen resmi Pemerintah. Seperti yang tertera dalam  rancangan akhir Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025 -- 2045 yang disusun oleh Bappenas. Judul yang dipakai untuk RPJPN itu adalah "Indonesia Emas 2045".

Menurut pribadi penulis, narasi yang coba dibangun oleh Pemerintah lewat judul itu adalah generasi yang akan mengisi (negara) Indonesia di saat ia berusia tepat satu abad merupakan generasi bermutu dan tinggal di ruang tatanan kehidupan yang bermutu pula.

Sekaitan itu, ada tiga pertanyaan mendasar, pertama, mungkinkah generasi Indonesia emas itu terwujud sesuai waktu yang diproyeksikan? Lalu, dengan apa generasi tersebut diantarkan menuju ruang dimensi 20 tahun mendatang? Dan terakhir, apa bekal yang mereka butuhkan selama perjalanan menuju dimensi itu?

Jika cita -- cita membawa generasi ke dimensi Indonesia emas 2045 itu diibaratkan seperti undian berhadiah, di bagian paling bawah dari pengumuman undian tersebut biasanya dicantumkan kata  skb (syarat dan ketentuan berlaku).

Setidaknya ada 3 skb yang harus dipenuhi oleh bangsa ini untuk memperoleh hadiah Indonesia emas itu.

Pertama, Optimalkan Penerimaan Pajak.

Adalah Oliver Wendell Holmes Jr., seorang mantan hakim agung Amerika Serikat yang menjabat sekitar seabad silam. Dia pernah berucap "pajak adalah ongkos peradaban". Hingga kini kalimat itu terpahat jelas di atas pintu gerbang masuk IRS (ditjen pajak AS).

Kalimat tersebut agaknya dapat pula kita adopsi, tetapi dengan pendekatan yang lebih terukur dan terarah. Sehingga berbunyi, pajak adalah ongkos menuju Indonesia Emas 2045.

Schumpeter (1991) mengemukakan teori bahwa negara modern adalah tax state, yakni negara yang bergantung dari kemampuan memungut pajak, dengan sistem perpajakan sebagai penyangganya.

Indonesia yang notabene 72 persen anggarannya berasal dari pajak, merupakan satu contoh tax state. Sejak empat dekade lalu, pemerintah Indonesia melalui Ditjen Pajak tampaknya telah berikhtiar untuk mewujudkan sistem perpajakan yang dinamis dan mengikuti laju zaman, atau yang dibahasakan sebagai Reformasi Perpajakan.

Lewat reformasi perpajakan lahirlah UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada tanggal 29 oktober 2021.

Di samping itu, hadir pula sistem inti administrasi perpajakan (core tax system). Sebuah sistem digital yang digadang-gadang akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Yang berarti juga meningkatkan penerimaan pajak.

Lewat regulasi perpajakan terbaru dan lebih komprehensif tersebut, institusi Ditjen Pajak ingin menunjukkan bahwa tujuan mereka secara organisasi bukan semata untuk pemenuhan target penerimaan pajak, akan tetapi juga berorientasi pada pelayanan kepada wajib pajak. Dengan demikian terjawab sudah pertayaan kedua di awal.

Adapun skb kedua yaitu Manajemen Pajak Untuk Pendidikan.

Tidak ada jalan pintas. Pendidikan merupakan bekal utama yang wajib disediakan oleh negara bagi rakyatnya. Artinya, memperoleh pendidikan adalah hak setiap warga. Dengan konsep ini, tujuan mulia yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa akan tercapai.

Lalu, bagaimana bentuk kehadiran negara dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa tersebut. Jawabnya dengan menyediakan anggaran yang memadai untuk sektor pendidikan.

UUD 1945 telah mengamanahkan bahwa, sekurang-kurangnya 20 persen APBN adalah untuk fungsi pendidikan. Dengan kata lain, anggaran untuk fungsi pendidikan bersifat mandatory spending (perintah undang-undang).

Sekalipun bersifat mandatory, tetapi apakah dengan menggelontorkan seperlima APBN untuk pendidikan telah cukup sebagai asupan untuk meningkatkan mutu generasi bangsa? Tentu tidak.

Kita butuh manajemen anggaran yang serius dan terfokus pada satu bidang, sehingga baik kinerja maupun hasil yang diharapkan dari manajemen anggaran pendidikan tersebut dapat terukur.

Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) merupakan satu contoh sukses manajemen  pemanfaatan anggaran pajak untuk pendidikan. Lewat pemberian beasiswa kepada anak -- anak bangsa, LPDP mencoba untuk menciptakan generasi bermutu.

Pada awal dibentuk pada tahun 2011, LPDP hanya bermodal Rp 1 triliun. Sekarang, dana kelolaan LPDP telah mencapai Rp 154 triliun. Dengan itu, hasilnya sudah ada puluhan ribu anak bangsa alumni LPDP yang menikmati pendidikan bermutu. Merekalah bibit -- bibit bermutu yang nantinya akan menjadi generasi Indonesia Emas 2045.

Dengan contoh itu, setidaknya kita menjadi optimis, kalau saja dana APBN yang merupakan pajak, dimanfaatkan dengan fokus dan terarah, dan disertai dengan pengelolaan yang profesional dan akuntabel, maka kita tentu yakin, bahwa cita -- cita Indonesia Emas akan terwujud pada waktunya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun