Indonesia adalah negara yang sangat luas, beragam budaya,dan memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah. Kekayaan tersebut tidak hanya berasal dari bumi tercinta, tetapi langit pun menjadi bagian dari kekayaan kita. Kita tahu bahwa di Indonesia memiliki cahaya matahari yang sangat gagah bersinar dikala siang hari. Rata-rata intensitas harian sinar matahari di Indonesia yaitu 4,8 kWh/m2. Sangat berpotensi menghasilkan 207,8 GWp listrik.
Namun di Indonesia justru di daerah yang memiliki potensi energi yang besar ini masih belum bisa dikembangkan seluruhnya. Pada daerah 3 T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) terkhususnya daerah Indonesia Timur, Daerah-daerah ini masih disebut daerah yang memiliki pembangunan fasilitas yang tidak merata dan cukup memprihatinkan. Akses listrik di daerah 3T ini masih sangat minim dikarenakan kendala pendistribusian dan pemerataan akses.
Tetapi pemerintah terus berusaha dan menggalakan pemerataan akses listrik keseluruh lapisan masyarakat. Dan saat ini pencapaian rasio elektrifikasi sudah mencapai 99,40% tahun 2021 bersamaan dengan pertumbuhan kapasitas Pembangkit Listrik Energi Baru Terbarukan (EBT) yang sangat pesat. Data Kementerian ESDM menunjukkan hanya Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang angka rasio elektrifikasinya di bawah 90%.
Salah satu inovasi dalam mengatasi permasalahan energi ini salah satunya adalah dengan mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Potensi cahaya matahari di Indonesia sangat melimpah bahkan jika dimanfaatkan seluruhnya dapat menghasilkan sekitar 207,8 GWp listrik yang di hasilkan PLTS. Pengembangan PLTS di Indonesia sedang masif dikembangkan dengan kapasitas terpasang sudah mencapai angka 80,23 MW namun hanya 0,13% saja dari total seluruh pembangkit yang ada. "Kita Harus membangun energi bersih dan kita pasarkan ke Rakyat kita sendiri. Maka dari itu dengan kita menyuarakan Inovasi terkait dengan Pengembangan EBT perlu kita tingkatkan menjadi Industri yang besar" Ujar Ibu Dr.Sripeni Inten Cahyani-Tenaga Ahli Menteri ESDM Bidang Ketenagalistrikan yang disampaikan pada saat Pemberian Materi Course Kegiatan Gerilya KESDM (24/2/2022).
Namun perlu diperhatikan juga tantangan pemanfaatan energi surya yaitu ketersedian lahan yang cukup luas. Dalam satu hektar hanya dapat menghasilkan satu MWp tergantung juga pada jenis solar panel yang digunakan. Tidak hanya itu kondisi alam juga merupakan tantangan yang sangat serius bagi pemanfaatan energi surya. Ketika pada malam hari atau pada kondisi shading, suplai listrik dari solar panel akan terhenti. Hal tersebut dapat menyebabkan penurunan kapasitas daya keluaran dari PLTS. Sehingga untuk suplai listrik harus memerlukan media penyimpanan seperti baterai.
Solusi terbaik yang dapat digunakan untuk mengatasi ketersediaan lahan adalah dengan memasang panel surya di tempat yang dapat juga digunakan untuk keperluan lain. Seperti memasang solar panel pada atap rumah atau biasa kita sebut dengan PLTS Atap, dan memasang solar panel pada danau atau biasa kita sebut dengan PLTS Terapung.
PLTS Atap juga diatur dalam Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap. Kemudian siapa saja yang boleh memasang PLTS Atap juga diatur dalam Permen No.49 tahun 2018 diperbolehkan untuk memasang PLTS atap adalah pelanggan PT. PLN (Persero), baik dari sektor rumah tangga, bisnis, pemerintah, sosial maupun industri. Manfaat dari PLTS Atap juga membantu mengurangi dampak perubahan iklim, pemanfaatan PLTS dapat menurunkan emisi karbon yang berdampak pada perubahan iklim yang ekstrim. Pemasangan PLTS Atap masih tergolong mahal dengan investasi yang cukup besar berkisar antara 14-25 juta rupiah. Namun, terlepas dari harga Investasi PLTS Atap yang cukup besar PLTS Atap ini juga dapat menjadi inovasi yang solutif terkait dengan permasalahan elektrifikasi di Indonesia. Karena pada PLTS Atap jika di manfaatkan seluruhnya memiliki potensi sebesar 32.000 MWp. Potensi ini sangat besar namun pada saat ini baru sebesar 31 MWp saja yang sudah eksisting di Indonesia. Angka ini masih tergolong rendah dan memerlukan pengembangan lebih lanjut sebagai solusi elektrifikasi di Indonesia.
Selain PLTS Atap ada juga inovasi PLTS lain yaitu PLTS Terapung. PLTS Terapung adalah PLTS yang diletakan terapung diatas air seperti waduk, danau, dan sejenisnya. Di Indonesia potensi PLTS Terapung mencapai 28.197,6 MW, Potensi ini berasal dari 211 waduk sebesar 6.348,1 MW dan danau mencapai 21.849,5 MW. Pemasangan PLTS Terapung juga merupakan salah satu solusi dari masalah ketersediaan lahan yang ada di Indonesia. Inovasi ini sangat bermanfaat karena PLTS Terapung memiliki kelebihan dibandingkan dengan PLTS Ground Mounted dan PLTS Atap, dengan memanfaatkan permukaan air yang memiliki suhu dingin PLTS Terapung dapat mengoptimalkan keluaran daya yang dihasilkan dengan mengurangi rugi-rugi terhadap suhu. Namun PLTS Terapung di Indonesia masih tergolong sedikit, harus dikembangkan lebih masif lagi guna memenuhi elektrifikasi di Indonesia.
Dengan Inovasi-inovasi tersebutlah Bangsa Indonesia bisa menuju era yang lebih baik lagi, era dimana seluruh rakyat Indonesia dapat merasakan manfaat listrik, era dimana Bangsa Indonesia dapat selalu bercahaya. Tidak hanya itu sebagai pemuda kita juga harus menyuarakan dan ikut serta dalam pembangunan EBT khususnya PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) baik itu di daerah 3T maupun daerah lainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H