Mohon tunggu...
Wahyu Aji
Wahyu Aji Mohon Tunggu... Administrasi - ya begitulah

Insan yang suka mendeskripsikan masalah dengan gaya santai

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Troya Sosial Media

20 September 2020   08:25 Diperbarui: 20 September 2020   08:31 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Netflix The Social Dilemma

Menggunakan satu akun sosial media, ratusan juta orang dapat terhubung dengan Anda. Ratusan kali feedback akan didapatkan dalam satu waktu. Like, dislike, komentar, block, follow dan sebagainya. Dan itu berpengaruh. Menjadi terasing di dunia yang memiliki ratusan juta mata bukanlah hal yang menyenangkan. 

Bukan juga hal yang mengejutkan. Karena itu terjadi seringkali adanya. Persepsi Anda bergantung pertimbangan khalayak maya. Apa yang sedang kekinian, adalah pilihan utama. 

Atau apa yang sedang mereka sukai, itu yang perlu dilaksanakan. Betapa rentannya psikis seseorang jika mengetahui seberapa tak disukai mereka di sosial media. Mungkin juga, tak digubris sama sekali berdampak sama. Tidak tag foto adalah penistaan, aib, dan dosa tak terampunkan. Perasaan tidak menjadi bagian dari komunitas sosial media adalah barang nyata. Kejadian menyakiti diri sendiri, bunuh diri dan depresi karenanya tidak terjadi di dunia maya, namun di nyata, dialami para pengguna.

Diet sosial media kemudian terdengar belakangan ini. Mereka sadar, dampaknya tak bisa dibendung. Setidaknya, tak semua orang dapat membendungnya. Sosial media atau aplikasi serupa lainnya, hanya memberikan informasi sesuai jari Anda menunjuk kemana. Ia tidak tahu mana benar, mana salah. Anda suka ini, muncullah hal yang "related" dengan hal itu. Apakah itu benar atau salah secara moral dan etika yang ada bukanlah perkaranya. 

Maka, kita hanya menerima apa yang membenarkan persepsi. Seolah apa produk pikiran kita adalah kebenaran yang tunggal. Didukung lingkungan dalam sosial media akan memfasilitasinya. Pandangan berbeda?, itu tidak teralgoritmakan. Kotak kotak kemudian terbentuk. Tingkat polarisasi semakin tinggi, semakin tak berdekatan. 

Informasi yang selalu datang, konsisten, akan dianggap sebuah kebenaran. Celakanya, informasi tersebut bukan masalah benar atau salah. Hanya untuk menunjukkan seberapa Anda tertarik saja. Meyakininya, adalah keputusan pribadi, yang juga tercipta karena tak ada khazanah informasi masuk lainnya. Katak dalam tempurung.

Kembali ke film yang sempat dibahas di awal. Sebagian besar para creator tersebut bahkan tak mengizinkan anaknya untuk bermain gawai. Tidak untuk menjadi teman tidur. Mencoba untuk mengubah apa yang telah terjadi dengan perubahan kecil pada jemari gawai. Mengikuti orang beda pandangan pada sosmednya, tidak tergiur melihat video rekomendasi di Youtube, atau memakai pencarian yang tidak merekam jejak internet. 

Satu hal yang direnggut oleh "sistem" sosial media adalah hak privasi. Privasi sepertinya beralih fungsi menjadi layanan publik sekali klik. Sosial media menjadi tokoh utama dalam cerita manusia. Ia ada dalam gawai, dipersilahkan masuk oleh penggunanya. Kemudian, tanpa sadar melancarkan serangannya dari dalam gawai. Bak kisah kuda troya. Bagaimana endingnya?, tanyakan saja pada manusianya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun