Kemudian di fase selanjutnya, emosi perlahan menurun, respon masih bergejolak. Penerimaan masih belum mewakilkan sebuah kesabaran yang diinginkan. Barulah ketika situasi mulai berulang, rasa sabar itu terbentuk atau lebih bisa dibilang campuran dari rasa penerimaan.
Sama seperti halnya dengan sebuah kemampuan yang dilatih terus menerus. Setiap pengalaman dari latihan tersebut akan terakumulasi dan menjadi sebuah kebiasaan dan menjadi sebuah kemampuan. Kesabaran ternyata seperti itu pula mekanismenya. Terlebih jika Anda dihadapkan dengan situasi dengan konteks yang sama.Â
Penolakan fakta dari dospem yang berulang kali tak terhitung frekuensinya akan menjadi sebuah hal yang biasa. Dari sisi luar, Anda akan terlihat lebih sabar dan menerima segala apa yang terjadi terhadap nasib proposal yang tak kunjung jelas. Lalu, sabar ternyatA berkaitan erat dengan perjuangan, sekalipun Anda pemberontak yang terlihat diam.
Entah berapa kali lembaran penuh coretan yang saya terima dari dospem, bahkan mungkin lebih banyak coretannya dibanding isi proposalnya sendiri. Tetapi untuk melanjutkannya tentu perlu perjuangan. Terlebih kita dihadapkan dengan foto-foto yang selalu terunggah di grup WA atau status mengenai kelulusan teman sekampus.Â
Alhasil, meskipun ditolak berkali-kali, dospem akhirnya  menyetujui atau mungkin juga menyerah. Ketika Anda mulai berhasil menemukan titik kesabaran dan pantang menyerah, mungkin pada akhirnya lawan Anda yang mulai pasrah dan akhirnya menyerah. Cobalah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H