Untuk dua Partai Politik yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dari Pemilu ke Pemilu selalu memiliki wilayah pendukung utama yang tidak berubah setiap pemilu dan mempunyai ideologi yang mengikat yaitu dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan umat Islam.
Selain itu masyarakat pemilih dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan umat Islam selalu menyalurkan aspirasi politiknya karena berprinsip dan berpandangan bahwa partai politik sebagai bagian yang penting dalam demokrasi.
Perlu pula untuk dinyatakan secara tegas, meskipun semua kalangan masyarakat pemilih menganggap bahwa partai politik merupakan bagian penting dalam demokrasi tetapi umumnya pelembagaan partai politik belum berjalan sebagai mana mestinya, karena organisasi kepartaian masih merupakan subordinasi dari kepentingan pemimpin-pemimpinnya. Proses pelembagaan partai berjalan sangat lamban karena partai masih menjadi instrumen personal dari pemimpinnya.
Pemimpin partai politik, figur dan aktor-aktor politik secara personal masih menjadi instrumen yang sangat berpengaruh dan menjadikan partai politik merupakan subordinasi dari kepentingan pemimpin-pemimpinnya, karena justru partai-partai yang seperti demikian itu yang masih memiliki dukungan dari para pemilih.
Figur dan Aktor Politik
Berdasarkan pemetaan partai politik dan arah politik Nahdlatul Ulama (NU) 2024, justru yang sangat ditunggu oleh banyak pemilih, terutama dari kalangan Nadiyin, Gus Dur-ian dan kelompok kiyai kampung adalah kelanjutan koalisi dua partai yang memiliki masa dan pendukung ideologis dari kalangan nasionalis agamais yaitu Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai Gerindra), yang dari kalangan kiyai dan kelompok Gus Duri-an sering menyamakan Gerindra merupakan perpaduan antara Giri dan Drajat yang berkoalisi dengan Partai yang berbasis masa pendukung dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dua pertanyaan paling urgen untuk dikemukakan terhadap arah koalisi Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) adalah: Pertama, apakah koalisi dua partai politik ini akan meningkatkan pola kompetisi partai politik (volatility) kedua partai politik ini memiliki popularitas dan elektabilitas yang semakin meningkat pada Pemilihan Umum 2024.
Kedua, berkaitan dengan calon presiden dan calon wakil presiden kedua partai ini apakah bila memasangkan pasangan Prabowo Subianto -- Abdul Muhaimin Iskandar menjadi penentu naiknya popularitas dan elektabilitas Partai Gerindra dan PKB dan kedua kekuatan partai politik ini berhasil menghantarkan pasangan Prabowo Subianto -- Abdul Muhaimin Iskandar menjadi presiden dan wakil presiden.
Bila mengikuti beberapa pernyataan Gus Dur tentang keikhlasan hati Prabowo Subianto dan bahkan dalam suatu masa Gus Dur pernah mengirimkan sesorang figur untuk mendampingi Prabowo Subianto menjadi Calon Wakil Presidennya kita bisa memahami bahwa secara politik Gus Dur pernah memberikan dukungan politik secara terbuka dan langsung agar Prabowo Subianto menjadi Presiden Republik Indonesia.
Pertanyaannya kemudian apakah koalisi Partai Gerindra dan PKB dengan memasangkan pasangan Prabowo Subianto -- Abdul Muhaimin Iskandar diikuti dengan rekonsiliasi di kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dalam arah gerakan politik Nahdlatul Ulama (NU) pada Pemilihan Umum 2024 ini mampu menjawab teka teki dan misteri dukungan Gus Dur pada waktu itu terhadap pencapresan Prabowo Subianto yang dengan berbagai pertimbangan justru harus menjadi calon wakil presiden Ibu Megawati Soekarnoputri.
Penutup