Pada Sabtu 17 Desember 2022, Haul Gus Dur Ke-13 dilaksanakan dengan tema: "Gus Dur dan Pembaharuan NU". Melalui momentum Haul Gus Dur ini ada beberapa catatan dan ulasan berkaitan tentang Gus Dur dan NU.
Paling tidak ada tiga alasan penting bagi saya untuk mencoba memberikan catatan dan ulasan tentang Gus Dur dan NU. Pertama, ritual ibadah saya sejak masih kecil dan remaja mengikuti tata cara NU (Nahdlatul Ulama). Kedua, saya memiliki kedekatan khusus bahkan teramat istimewa dengan para kiyai dari kalangan NU (Nahdlatul Ulama). Ketiga, saya merupakan bagian dari kelompok Gus Dur-ian, meskipun tidak terlalu lama membangun silaturahmi yang produktif dengan KH. Abdurrahman Wahid bersama dokter Emir Soendoro baik secara tersembunyi maupun yang terpublikasi.
Secara berseloroh untuk meyakinkan orang-orang yang sangat dekat, saya menjelaskan ke-NU-an saya dengan mengatakan keaslian saya sebagai NU, karena saya selalu Nongkrongi Unas (NU), sebagai pengajar kewirausahaan dan program studi Administrasi Publik FISIP Universitas Nasional.
Partai Politik dan NU 2024
Sesungguhnya Peta Politik NU 2024 secara sederhana merupakan kajian tentang partai politik dan arah peta politik Nahdlatul Ulama (NU) 2024 yang dianalisis menggunakan teori Building Democratic Institutions, Party Systems in Latin America (Scoot Mainwaring and Thimothy R. Scully: 1995).
Mainwaring dan Scully (1995) menjelaskan empat dimensi sistem kepartaian yaitu: Pertama, Pola kompetisi partai politik (volatility). Kompetisi partai yang tidak disertai institusionalisasi akan mempertinggi angka perubahan jumlah partai dalam pemilu. Gejala volatilitas seperti yang dijelaskan Dye and Zeigler (1983) adalah gejala pergeseran kesetiaan pemilih dari satu partai ke partai lain dari satu pemilihan ke pemilihan lain.
Kedua, Hubungan partai politik dan masyarakat. Partai politik memiliki wilayah pendukung utama yang tidak berubah setiap pemilu dan mempunyai ideologi yang mengikat. Lemahnya hubungan ideologi antara partai dan pemilih menjadi salah satu komponen yang memperlemah pengakaran partai di masyarakat.
Ketiga, Legitimasi partai politik. Mereka melihat partai sebagai bagian yang penting dalam demokrasi. Keempat, Pengelolaan organisasi partai politik. Kemapanan organisasi Parpol menjadi kunci untuk secara komprehensif menilai apakah sistem kepartaian di Indonesia telah terlembaga atau belum. Partai dianggap terlembaga apabila organisasi kepartaian bukan merupakan subordinasi dari kepentingan pemimpin-pemimpinnya. Proses pelembagaan partai akan sangat lamban selama partai masih menjadi instrumen personal dari pemimpinnya.
Bagiamana Partai Politik dan arah Peta Politik Nahdlatul Ulama (NU) 2024? Berdasarkan pola kompetisi partai politik (volatelity), dengan ditetapkannya 17 Partai Politik Peserta Pemilihan Umum 2024 antara lain: (1) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), (2) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), (3) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), (4) Partai Golongan Karya (Golkar), (5) Partai Nasional Demokrat (Partai NasDem), (6) Partai Buruh, (7) Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), (8) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), (9) Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), (10) Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), (11) Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda).
(12) Partai Amanat Nasional (PAN), (13) Partai Bulan Bintang (PBB), (14) Partai Demokrat, (15) Partai Solidaritas Indonesia (PSI), (16) Partai Persatuan Indonesia (Perindo), (17) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan enam partai politik lokal Aceh yaitu: (18) Partai Nangroe Aceh (PNA), (19) Partai Generasi Aceh Beusaboh Thaat dan Taqwa (Gabthat), (20) Partai Darul Aceh (PDA), (21) Partai Aceh, (22) Partai Adil Sejahtera Aceh (PAS Aceh) dan (23) Partai Soliditas Independen Rakyat Aceh (SIRA) ini menunjukkan bahwa kompetisi partai politik (volatelity) belum diikuti oleh institusionalisasi, sehingga setiap pemilu ke pemilu jumlah partai politik peserta pemilu selalu berubah dan bertambah.
Bagimana dengan pergeseran dan arah politik Nahdlatul Ulama (NU) 2024? Tampaknya pemilih dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) tetap akan setia secara ideologis di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Tentu saja bukan Nahdlatul Ulama (NU) secara institusi atau kelembagaan, karena saat ini Nahdlatul Ulama (NU) memperlihatkan wajah politik yang lebih independen dalam menjalankan arah politiknya sampai pada Pemilihan Umum 2024.