Mohon tunggu...
Wahjuni Agustina
Wahjuni Agustina Mohon Tunggu... Guru - Dwija

Semua karena proses memaknai tentang ketulusan dan keikhlasan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Romansa Sang Penari

12 November 2020   00:30 Diperbarui: 12 November 2020   00:40 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mbah....aku lelah!" ujarku sembari menghembuskan bongkahan yang seakan menghimpit rongga dadaku, kurebahkan kepalaku di pangkuan ringkih. Kurasakan usapan lembut di kepala,  kemudian pijatan pelahan ditengkukku. Hmm....benar-benar terasa nyaman jika seperti ini. Kudongakkan kepalaku, kutatap wajah tirus menua tapi garis-garis kecantikannya masih terlihat jelas tak memudar dimakan usia. "Mbah... aku mau berhenti." Kurasakan tangan yang tadi mengelus dan memijatku tiba-tiba membeku. Ku beringsut bangkit, duduk sejajar di sampingnya. 

" Simbahh....bolehkah?"Aku merajuk manja. Hening, bisu memaku ruang tamu bernuansa coklat karena dindingnya dari papan kayu yang dipelitur mengkilat. Ruangan yang dari aku kecil tempatku bermain, bercanda, menangis dan apapun itu. Kucari jawab pada seraut wajah yang tegang dengan mulut mengatup ratap. Ah...mungkinkah Simbah masih sama seperti hari kemarin, bahkan bulan-bulan sebelumnya, tak suka dengan pintaku, kecewa dengan inginku. Aku pun terdiam, berusaha mencari ketenangan akan gemuruh yang seiring menyapa bersama dengan diamnya Simbah.

" Kanigara Larasati!"

Nah...kann....ini artinya wejangan beruntun akan mulai dibuka. Dan aku harus siap mengunci rapat mulutku agar tak bersuara,  menahan diri untuk tak beranjak meski hanya bergeser. Karena jika sudah nama lengkapku disebut, titah simbah, bak sabda pandhita ratu. Harus didengarkan dan dijalankan. Tuhan....sampai kapan. Lemah, lesu rasa ragaku.

" Namamu Kanigara Larasati kamu masih ingat kan apa artinya?"

Aku menggangguk lemah.

"Bunga matahari yang kokoh dan tidak pernah menyerah menjalani kehidupan." Tatapan simbah tajam menghujam sampai ke relung hatiku.

"Baru setapak kamu jalani, mengapa harus mengeluh, harus menyerah, perlu kamu tahu, kamu terlahir dari kekuatan Laras!"

Buliran bening tak terasa hadir perlahan menghiasi pipiku. Seperti sebelumya aku merindukan ibu, ibu yang tak pernah ku rasakan dekapan hangatnya, sentuhan lembutnya, suara merdunya memanggilku dan tatapannya yang penuh kasih. Aku tak pernah mendapatkan itu, hanya dari Simbah semua yang kurindu dari ibu ku peroleh. Ibu yang telah berpulang dan mengalah untukku ketika aku harus menyapa dunia yang kurasa saat ini benar-benar menyesakkan dan sungguh kotor menghinakan keberadaanku. 

Aku Kanigara Larasati terlahir dari seorang penari tayub, yang saat ini juga profesi yang kujalani. Aku terlahir tanpa kehadiran seorang Ayah yang sampai saat ini disembunyikan keberadaannya dariku. Simbah hanya bercerita Ayahku seorang pejabat, yang tak mungkin bisa kutemui. Orang tua dari Ayahku tak menginginkan ibu sebagai menantunya, karena seorang penari tayub merupakan profesi yang dihinakan. Ledhek, waranggana,yang terkesan penghibur, dan tak berkelas. Tidak sesuai kriteria dari orang tua ayahku.

Dan untuk alasan itulah, sampai usiaku menginjak 22 tahun ini, aku mematikan rasaku untuk jatuh cinta. Lima tahun sudah aku menjadi penari, sejak aku lulus SMA, aku memutuskan untuk mematahkan segala rasaku terlebih dulu, agar rasa itu tidak dipatahkan orang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun