Mohon tunggu...
Raditio Wahid
Raditio Wahid Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

Menulis apa saja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Refleksi atas Bisnis Haram di Balik Sertifikat Halal?

17 Mei 2023   00:58 Diperbarui: 17 Mei 2023   01:01 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apabila ada orang-orang yang baik dan menyebar-luaskan kebaikan tersebut kemudian memberikan dampak yang baik maka orang tersebut dilabeli ustad, ulama dan semacamnya. Karena label tersebut merupakan suatu konsekuensi atas perbuatan baiknya. 

Namun saat ini di indonesia logika tersebut menjadi terbalik, banyak orang-orang yang melabeli dirinya sendiri sebagai ustad atau ulama yang kemudian membenarkan semua perbuatan tanpa dasar yang membenarkan tersebut yang kemudian malah diakui oleh masyarakat.

Analogi dasar tersebut yang akan menjadi pondasi dalam opini ini. Sebelum kalian melanjutkan membaca, saya akan mendisclaimer bahwa saya hanya mengkritik oknum dan bukan berarti saya membenci agama islam!

Jadi pada opini ini membahas tentang Majelis Ulama Indonesia mengenai banyaknya dugaan bahwa MUI melakukan pungli sertifikasi halal kepada perusahaan-perusahaan yang ada di indonesia (usaha kecil/besar), kemudian kalau ini memang benar adanya maka perbuatan tersebut sangat ironi, sebab MUI mengeluarkan sertifiat halal dengan cara yang sangat haram.

Bagaimana ini terjadi, hal ini juga akan berkaitan dengan rebutan bentuk logo yang pernah terjadi pada akhir-akhir ini yang menerangkan bahwa logo ini dikeluarkan oleh kementerian agama dan yang satunya dikeluarkan oleh MUI. Dengan terjadinya hal tersebut maka harus di analisa ulang bagaimana kericuhan ini bisa terjadi.

Diawali dari pada tahun 1988 seorang akademisi dari kampus brawijaya melakukan penelitian terhadap beberapa makanan dan minuman yang beredar di indonesia, yang mengejutkan bahwa hasil dari peneltian tersebut menunjukkan bahwa banyak sekali makanan dan minuman yang di konsumsi oleh masyarakat indonesia mengandung bahan dari babi "minyak babi", penelitian tersebut ditemukan dalam 34 sampel produk. Kemudian hasil dari penelitian tersebut menyebar luas pada masyarakat dan menyebabkan kepanikan bahwa mereka selama ini mereka mongkonsumsi makanan yang mengandugn unsur haram (dalam agama islam).

Kemudian hal tersebut menjadi momentum MUI untuk melabeli seluruh makanan dan minuman menjadi label halal dengna melalui proses uji untuk memastikan bahwa tidak ada unsur haram dalam suatu makanan dan minuman tersebut. Jadi hal ini merupakan suatu perbuatan yang terpuji sehingga dapat meredam kepanikan yang terjadi.

Namun apabila dikaji ulang bahwa perlakuan tersebut sebenarnya tidak disambut dengan baik, sebab timbul pertanyaan bahwa kenapa yang melakukan hal tersebut adalah ORMAS bukan pemerintah. 

Keraguan-keraguan atas legalitas tersebut berdasarkan pada ketidak siapan MUI untuk mengurusi masalah nasional semacam itu contohnya pada waktu itu MUI meminjam laboratorium dan beberapa staff ahli di IPB. Namun bagaimanapun hal in teratasi karena telah membantu pemerintah mengatasi masalah tersebut.

Tidak ada kepastian untuk menjawab pertanyaan kenapa bukan kemenag yang mengeluarkan sertifikat halal tersebut. Namun sejak kejadian tersebut memberikan dampak baik kepada seluruh masyarakat indonesia. Sehingga pada tahun 2001 MUI mendapatkan legal formal yang menerangkan bahwa kemenag memberikan mandat kepada MUI untuk mengeluarkan sertifikasi halal kepada perusahaan yang ada di indonesia.

Namun sejak legalitas tersebut disahkan banyak terjadinya kejanggalan-kejanggalan muncul seperti MUI tidak mau memberikan laporan keuangan dan tidak mau di audit. 

Dalam perkiraan di indonesia terdapat kurang lebih 20jt perusahaan (kecil/besar) yang kemudian harus meminta sertifikasi halal pada MUI dengan menggunakan tarif sebesar 1-5 jt untuk perusahaan menengah ke atas dan 0-2,5 jt untuk perusahaan kecil-menengah. 

Hal tersebut juga dilakukan oleh MUI sebab tidak mendapatkan anggaran biaya dari pemerintah dan dalam beberapa keterangan mengenai hal tersebut diluar akomodasi staff ahli yang akan melakukan pengujian.

Kemudian kejanggalan lainnya MUI menolak pemerintah ikut campur dalam urusan halal haram. "jadi domain kami jelas, pemerintah tidak bisa mengambil domain ulama, sertfikasi halal itu adalah domain ulama melalaui komisi fatwa yang beranggotakan ulama dari berbagai organisasi islam" di kutip dari (Amidhan Shaberah; ketia bidang produk halal MUI. Dalam "Siapa yang berhak keluarkan sertifiat halal. BBC News).

Kejanggalan semakin menguat ketika pada tahun 2014-2017 ada beberapa pihak yang memberikan pernyataan bahwa MUI telah melakukan pungli terhadap beberapa perusahaan di indonesia maupun internasional. 

Dalam hal ini yang sempat ramai adalah pada beberapa perushaan daging dari negara australia yang ingin mengekspor dagingnya ke indonesia dan harus mendapatkan izin MUI "sertifikasi halal", kemudian setelah meminta izin kepada MUI, mereka malah di peras sebesar 400$ untuk membiayai perjalanan seorang staff ahli untuk memeriksa perusahaan disana (ada setoran di balik label halal daging asutralia- dalam tempo,co). 

Dengan kejadian tersebut maka rencana untuk mengekspor dari tersebut pun gagal. Setelah tahun berikutnya kejadian serupa pun terjadi pada negara jerman. Dari kejadian tersebut yang kemudian membuat pemerintah/kemenag ingin mengambil alih tugas tersebut.

Kemudian saat ini MUI dan kemenag sudah mulai berbenah diri dibuktikanya telah mendapatkan ISO dari eropa bahwa mereka adalah lembaga yang transparan. Tapi mereka tetap saja memperebutkan hak atas siapa yang sebenarnya berhak untuk mengeluarkan kebijakan dalam mengeluarkan sertifikasi halal.

Apabila melihat alur yang terjadi pasti para pengusaha pro terhadap pemerintah, karena pasti biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan cap halal menjadi murah atau bahkan tidak ada biaya sebab adanya dana APBN. Jadi dari analogi yang terbentuk dan dari sudut dugaan bisnis yang terjadi maka hal ini merupakan perbuatana yang haram.   

Opini ini merupakan refleksi dari adanya tudahan atau dugaan yang terjadi, maka dari itu saya membuka diri untuk kalian memberikan tanggapan sesuai pengalaman kalian atau bahkan untuk berdiskusi. Wallahua'lam.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun