Ayat ke-enam dari surat Al-Fatihah ini memberikan penjelasan bahwa umat sudah seharusnya untuk meminta petunjuk kepada Allah. Lafadz ihdina di sini sangatlah jelas bahwa kita sebagai umat Islam sangatlah berharap mendapatkan petunjuk dari Allah, karena jika kita tidak mendapatkan petunjuk dari Allah kita tidak akan bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah.Â
Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menjelaskan lafadz ihdina atau dari asal kata hidayah yang berarti petunjuk di sini menjadi tiga bagian:
Petunjuk yang terbatas pada naluri. Petunjuk ini hanya terbatas pada hal-hal yang dibutuhkan. Naluri ini tidak bisa mencapai hal-hal yang di luar pemilik naluri.
Petunjuk yang kedua adalah petunjuk yang berupa panca indra manusia. Ketika naluri tidak bisa mencapai hal-hal yang mencapai hal-hal yang di luar pemilik naluri, manusia masih bisa mencapainya dengan panca indranya. Meskipu panca indra tersebut juga masih terbatas.
Petunjuk yang ketiga adalah akal. Akal yang mengkoordinir semua informasi yang didapat oleh indra, yang kemudia diproses sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan.
Ketiga petunjuk di atas merupakan petunjuk yang diberikan oleh Allah, dan masih ada petunjuk yang lain yaitu berupa hidayah yang menuntun seseorang untuk menjadi lebih baik. Mengenai lafadz shiratal mustaqim banyak ulama yang berbeda dalam menafsirkannya.Â
Menurut ahli takwil seperti Abu Ja’far dan yang lainnya sepakat bahwa lafadz ini memiliki arti jalan yang lurus dan tidak berkelok-kelok. Sedangkan menurut imam Ats-Tsauri lafadz ini memiliki arti kita Al-Quran. Dan menurut imam Ad-Dhahak lafadz ini memiliki makna agama Islam.Â
Maka dapat diambil kesimpulan dari berbagai pendapat ulama di atas bahwa lafadz shiratal mustaqim merupakan jalan yang lurus atau jalan kebenaran menurut agama Islam, dan pedoman dalam agama Islam adalah Al-Quran. Maka kita sebagai umat Islam mengharapkan petunjuk kepada Allah yaitu petunjuk agama Islam yang sesuai dengan Al-Quran.
Kandungan Makna Al-Fatihah Ayat 7
Shiratal ladzina an’amta alaihim, ghairil maghdhubi alaihim wa ladh dhollin
Dalam kitab Tafsirul Qur’anil Adzim dijelaskan bahwa orang yang mendapatkan nikmat dalam lafadz an’amta alaihim adalah mereka yang telah diberi petunjuk atau hidayah oleh Allah. Sedangkan Ad-Dhahak meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa orang yang mendapat nikmat tersebut dijelaskan dalam surat an-Nisa’ ayat 69.Â