Mohon tunggu...
Noer Wahid
Noer Wahid Mohon Tunggu... Penulis lepas di usia senja - Wakil Ketua Persatuan Perintis Kemerdekaan Indonesia Cabang Sumut - Ketua Lembaga Pusaka Bangsa -

Seorang sepuh yang menikmati usia senja dengan aksara. E-mail ; nurwahid1940@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ibuku, Ibumu, dan Hari Ibu

22 Desember 2017   10:46 Diperbarui: 22 Desember 2017   15:54 1707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semakin besar jumlahnya maka semakin kompleks permasalahannya sehingga yang kita cemaskan kalau generasi baru yang akan datang itu lepas kendali. Kita merasakan pada generasi muda yang sekarang ini, yang selalu dijuluki pemegang masa depan, masih disangsikan, apakah bisa menjadi suatu generasi baru yang bisa dibanggakan, yang edukatif, yang berdedikasidan yang bermoral.

Dari ketiga idiom itu yang paling menjadi obsesi terbesar adalah berdedikasi atau pengabdian.Bisakah generasi yang akan datang itu punya dedikasiyang besar pada Ibunya dan pada "Ibu Pertiwi"-nya. Dua "Ibu" itulah tempat sandaran seluruh eksponengenerasi muda yang ada sekarang ini.

Pertanyaan itu sepertinya tak akan terjawab kalau para kaum Ibu sekarang ini selalu mengurangi "rasa ke-Ibu-annya" karena terlalu menggeluti suasana yang ada diluarnya yang dipenuhi dengan piranti-piranti teknologi.

Memang, masalah Ibu tidak sebatas itu saja karena banyak dikalangan kaum Ibu yang pada saat ini menyibukkan dirinya demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Akibatnya si Ibu mengalami triplependeritaan batin. Disamping mengurus rumah tangganya dia juga harus melayani suaminya dan terakhir harus konsentrasipula pada pekerjaan yang digelutinya.

Syukur kalau suaminya masih mau mengerti dengan penderitaan si Ibu itu. Tentu dia akan berupaya bagaimana meringankan beban isterinya sendiri. Suami yang mengerti pasti dia meminta kepada isterinya agar berkenan membagi penderitaan yang ada pada dirinya karena suami adalah kepala rumah tangga.

Sesibuk-sibuknya seorang Ibu pastilah dia masih memperhatikan rumah tangganya sendiri karena begitulah nalurinya seorang Ibu, naluri yang alamiah, yang tidak bisa dibantah oleh siapapun juga.

Ibu yang sibuk diluar pastilah banyak merekam apa yang dilihatnya dan apa yang dialaminya. Semuanya itu dapat dijadikan referensiuntuk memberikan semacam edukasi keluargakepada anak-anaknya.

Jadi, tak ada alasan seorang Ibu, bagaimanapun kondisinyamaupun situasinya, untuk tidak terlibat membangun suatu peradaban baru, yang kini selalu disebutkan dengan istilah generasi millenial. Mau tidak mau semua Ibu ada didalamnya dan ikut mendisaingenerasi tersebut.  

Jangan menyesal kalau nanti generasi yang akan datang itu bukan generasi millenial seperti yang diharapkan karena kurangnya perhatian kita pada generasi yang ada sekarang ini. Ketika memasuki abad millenium itu Ibulah yang menjadi pemeran utamanya karena abad itu meminta kedekatan Ibu dengan anaknya.

Abad milleniumyang diharapkan dapat menghasilkan generasi millenialjangan sampai diartikan sebagai abad yang mencetak generasi-generasi robot. Bukan seperti itu yang dikehendaki, kecerdasan intelektual generasi millenialitu harus dituntun kepada dedikasiyang tinggi, disamping dia berpendidikan (edukatif) juga bermoralluhur.

Pengabdian atau dedikasiitu tidak hanya sekedar dengan fisiksaja tetapi juga bagaimana generasi millenialtersebut berkaryasehingga dapat menghasilkan ciptaan-ciptaan baru yang berguna bagi Bangsa dan Negara. Kecerdasan yang seperti itulah yang disebut kecerdasan intelektual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun