Mohon tunggu...
Noer Wahid
Noer Wahid Mohon Tunggu... Penulis lepas di usia senja - Wakil Ketua Persatuan Perintis Kemerdekaan Indonesia Cabang Sumut - Ketua Lembaga Pusaka Bangsa -

Seorang sepuh yang menikmati usia senja dengan aksara. E-mail ; nurwahid1940@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Bagian Kedua] Kisah Kami yang Bergerilya di Tapanuli Selatan Tahun 1949

27 November 2017   23:29 Diperbarui: 30 November 2017   00:27 1877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beginilah keadaan jalan setapak di Gng. Siatubang dari dahulu sampai sekarang. Kondisi jalan seperti itulah yang membuat payah ibu saya ketika mendaki gunung tewrsebut. Foto ini diambil thn 1995 (dok. pribadi)

Disitulah nampaknya perbedaan antara orang-orang Republik yang berjuang dengan orang-orang yang menetap di kota-kota pendudukan Belanda sekalipun mengaku dirinya orang Republik.

Orang-orang yang berjuang terus di rimba raya adalah orang yang konsekuen pada Republik sementara, orang-orang yang tinggal di kota-kota yang diduduki Belanda banyak yang berjiwa kompromistissehingga bagi orang-orang yang mengaku dirinya Republik tidak lagi tulenjiwa republiknya. Itu sudah pasti !

Agak sore barulah kami sekeluarga sampai di Kampung Aek Pisang setelah hampir sehari penuh menempuh perjalanan. Yang lama itu ketika mendaki Gunung Siatubang yang ditempuh lebih dari tiga jam karena terlalu banyak istirahat dijalan.

Di Kampung Aek Pisang ini terpaksa istirahat sepuluh hari lamanya karena ibu saya sendiri sudah tidak kuat lagi berjalan untuk menuju Kampung Sibio-bio yang jaraknya tidak jauh lagi.

Suasana Pasar Ssibio-bio pada thn 1995 (dok. pribadi)
Suasana Pasar Ssibio-bio pada thn 1995 (dok. pribadi)
Kampung Aek Pisang ini sangat istimewa karena terletak di atas dataran tinggi yang hawanya cukup sejuk. Siang hari saja angin terus menerus berembus seakan angin itu tak pernah berhenti menerpa bumi Aek Pisang.

Disamping itu di kampung ini dihadapannya terbentang lembah yang sangat luas yang memberikan panorama alamyang cukup indah. Di lembah itu nampak dari kejauhan Sei. Bilah yang mengalir berlika-liku melalui hutan-hutan yang ada di lembah itu.

Tak jauh dari Kampung Aek Pisang tersebut terdapat sebuah air terjun yang bernama Siborpa. Air terjun ini bisa dicapai berjalan kaki selama dua jam perjalanan. Alamnya cukup indah dan sampai kini masih perawan. Mungkin air terjun ini bisa digunakan untuk pembangkit tenaga listrik (PLTA).

Melihat alamnya yang begitu indah dan situasi di kampung itu begitu tenang rasanya mau saja tinggal disitu selamanya. Alangkah baiknya kalau di lokasiitu dijadikan tempat peristirahatan, atau tempat untuk mencari inspirasibaru bagi para penulis.

Di sebelah selatan dari Kampung Aek Pisang itu terdapat sebuah perbukitan yang tidak tinggi memanjang dari arah timur ke barat. Salah satu bagian dari bukit-bukit itu yang kebetulan tepat sejajar dengan Kampung Aek Pisang terdapat sebuah gua besar.

Konon kabarnya dahulu di gua besar itu pernah bertapaseekor ular raksasa, nagakata orang. Nagaini, kata orang, sangat sakti tetapi tak pernah mengganggu manusia. Hanya peliharaan dia jangan coba-coba diganggu, kontan ada akibatnya. Orang-orang di kampung itu selalu menasehati kita, jangan mengganggu ikan-ikan di sungai yang ada disekitar kampung itu. Nanti bisa berakibat fatal.

(Bersambung).  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun