Saya dan adik-adik saya berada dibelakangnya menjaga jangan sampai dia tergelincir, sedangkan ayah saya menarik tangannya untuk mendaki. Kakak-kakak saya sibuk pula mengangkat barang bawaan yang juga dibantu warga Gunting Bange yang merasa iba melihat keadaan ibu saya seperti itu.
Belum sempat dua puluh meter berjalan ibu saya selalu minta istirahat karena dalam mendaki itu nafasnya sudah tersengal-sengal. Dalam pendakian tersebut entah berapa kali dia minta istirahat karena kecapekan dan perlu mengatur pernafasan. Â
Terasa berat baginya mendaki dengan kondisitubuhnya yang seperti itu. Berjalan saja sudah payah apalagi mendaki. Kandungannya itulah yang membuat dia harus begitu, kelelahan terasa sekali bagi dirinya. Disitu saya menangis melihat keadaan ibu saya seperti itu.
Begitulah penderitaan yang ditanggung didalam mempertahankan pemerintahan RI yang dilaksanakan berpindah-pindah. Pemerintahan mobileadalah konsekuensidari perjuangan Republik didalam mempertahankan eksistensinya.
Astaghfirullah ! Â Tega-teganya ia mengatakan demikian. Jangankan lima lemari, satu lemari pakaian saja pun tak sanggup kami membawanya karena harus melalui jalan setapak yang medannya cukup berat. Terkadang mendaki, terkadang menyeberang sungai, terkadang melalui jalan yang berlubang dan berlumpur yang ada lintahnya.
Mengapa tega sekali memfitnah kami yang sudah rela berkorban demi Republik ini. Banyak saksi, apakah kami sekeluarga memang ada membawa pakaian sebanyak itu dan bagaimana pula mengangkutnya sewaktu mendaki Gunung Siatubang.Â
Kami membawa pakaian secukupnya dan dibungkus dengan kain sarung dan kain panjang lalu, dijunjung diatas kepala. Alat-alat dapur seperlunya saja dan dimasukkan kedalam karung, juga dijunjung diatas kepala. Â
Mentang-mentang tinggal di Medan, yang selalu dibawah ketiak Belanda, yang tidak pernah susah, yang selalu beroti-roti, bermentega-mentega, berkeju-keju. Orang yang seperti itu pula yang memfitnah kami. Tuhan sajalah yang tahu ! Â Â Â Â
Kami di hutan yang hanya bisa berubi-ubi, bertalas-talas, berjagung-jagung, tentu tak segagah orang Medan yang tak pernah capek. Lancar memfitnah, sedangkan kami hanya mampu pasrah menerima kenyataan dan keadaan. Ooiii..., manusia-manusia !