Mohon tunggu...
Noer Wahid
Noer Wahid Mohon Tunggu... Penulis lepas di usia senja - Wakil Ketua Persatuan Perintis Kemerdekaan Indonesia Cabang Sumut - Ketua Lembaga Pusaka Bangsa -

Seorang sepuh yang menikmati usia senja dengan aksara. E-mail ; nurwahid1940@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Keganasan Belanda Menumpas Pemberontakan Rakyat

17 November 2017   00:14 Diperbarui: 17 November 2017   00:55 1727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akibat dari Pemberontakan Rakyat 1926/1927 tersebut pihak Belanda menangkap para Pemberontak dari seluruh Indonesia sebanyak 13.000 (tigabelas ribu) orang dan dari jumlah itu sebanyak 4.500 (empatribu limaratus) orang dipenjarakan di berbagai penjara di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi.

Yang dibuang ke Boven Digul, Papua sebanyak 1.400 (seribu empatratus) dan ratusan orang lainnya dihukum mati dengan tembakan, naik tiang gantungan, atau ditebas lehernya dengan kelewang.

Oleh karena diperkenankan membawa keluarga maka yang dibuang ke Boven Digul itu akhirnya seluruhnya berjumlah 5.000 (lima ribu) orang yang diangkut dengan kapal laut secara bertahap sampai tiga kali angkut.

Akhirnya mereka para Pemberontak yang ditangkap tersebut selayaknyalah disebut sebagai tahanan politik (interniren) karena mereka itu bukan tahanan kriminal atau tahanan penjahat.  

Bagaimana perlakuan Belanda terhadap tahanan politik (interniren) pejuang-pejuang Pemberontakan Banten misalnya, hampir seluruhnya diperlakukan secara kejam dan sedikitpun tidak menyentuh peri kemanusiaan.

Kiyai Tubagus Moh. Saleh, Kiyai Abdulrahim dan Kiyai Achmad ditembak mati oleh Belanda sewaktu para Kiyai itu sedang melakukan sholat di Mesjid Manuntung. Para tahanan politik lainnya H. Asikin, Jasa, Dursalam, Dulhadi dan Jamin digantung di atas tiang gantungan sampai menemui ajalnya.

Ratusan tahanan politik lainnya yang dipenjarakan di beberapa tempat hanya diberi jatah makanan satu muk (kobokan/cuci tangan) sehari. Suara "ceter"cambuk cemeti berulang kali terdengar yang hinggap ditubuh mereka para Pemberontak itu. Belum lagi yang ditendang, dipukul pakai popor senjata, dan berbagai cara penyiksaan lainnya yang semuanya itu dialami oleh mereka para internirentersebut.

Hampir sama "gilanya" orang-orang Belanda yang memperlakukan para tahanan politik yang ditangkap Belanda pada Pemberontakan Solo. Beragam model penyiksaan dilakukan Belanda idem ditto dengan apa yang mereka lakukan terhadap tahanan politik dari Pemberontakan Banten.    

Lebih sakit lagi karena Belanda menganggap para Pemberontak dari Pemberontakan Solo itu adalah orang-orangnya H. Misbach yang dituduh Sarekat Rakyat komunistis.

Sehingga semua para Pemberontak itu dituduh komunis semuanya padahal, mereka itu memberontak karena selama ini diperlakukan tidak adil oleh pemerintah Belanda.

Kekejaman Gubernur Jendral Belanda, A.C.D. de Graeff, yang reaksioner itulah yang menjadi penyebab timbulnya Pemberontakan Rakyat dimana-mana. Kebijakan G.G. (Governoor General) mengeluarkan banyak peraturan yang tidak adil yang akhirnya menimbulkan kesengsaraan dikalangan rakyat. Jadi, Pemberontakan Rakyat tersebut bukanlah disebabkan pengaruh komunistetapi karena rakyat selalu lapar.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun