Biasanya kategori  musim kemarau itu musim paceklik. Kira-kira begitulah ideologiPancasilasaat ini, hampir tidak mendapat tempat lagi dihati masyarakat. Ideologi  Pancasila sekarang ini sedang mengalami paceklik karena kurangnya perhatian masyarakat. Masyarakat telah membuat jarak sangat jauh dengan Pancasila.
Meskipun demikian, ada suatu keanehan. Mengapa Pancasila itu masih survivejuga padahal, dijamah pun tidak, apalagi sampai dikaji lebih dalam lagi. Memang, Pancasilaitu ideologiNegara tetapi tidak karena itu Pancasilatersebut tetap survive.Sudah pasti ada sebab lainnya. Â
Pada saat ini rivalPancasila itu tidak ada lagi yaitu komunisme. Kalau ideologiyang terakhir ini masih ada di alam kehidupan sekarang ini boleh jadi Pancasilatidak akan ada lagi karena sudah tergeser oleh komunisme.
Itu bisa dipastikan karena Pancasilaitu saat ini tidak lagi menjadi ideologiyang digeluti tetapi sudah menjadi ideologiyang terasing. Pancasila sedang mengalami masa paceklik. Jadi, mudah saja membuangnya kalau ada yang ambisiusuntuk menggantikannya.
Pancasila bisa tersingkir karena komunismejauh lebih mudah meresap ke dalam lubuk hati masyarakat lewat agitasi-agitasidan propaganda-propagandakaum komunis. Lewat cara itu masyarakat akan mudah termakan ajaran komunismeitu. Â
Dahulu saja selagi Pancasila masih mendapat tempat dihati masyarakat namun, kaum komunis itu masih dapat menanamkan ajaran komunismetadi lebih deras lagi dikalangan masyarakat sehingga dari waktu ke waktu kaum komunis semakin banyak anggotanya dan semakin bertambah kuat. Â
Mereka melakukan agitasidan propagandalewat lintas agama, lintas suku, lintas budaya, lintas sosial, dan lintas generasi. Kaum komunis sangat lihai menanamkan pengaruh ajaran komunisme.Sepertinya gerakan mereka itu pada masa lalu susah untuk dibendung.
Beda dengan kaum agama pada waktu itu. Kalau berdakwah tidak bisa keluar dari lingkungan agamanya, hanya bisa berdakwah kepada umatnya masing-masing. Tak mungkin suatu kaum agama bisa berdakwah kepada umat beragama lainnya. Disitulah kelemahannya kaum agama itu dalam membangun kekuatan massa. Â
Disitulah letak perbedaan antara kaum komunis dan kaum agama dalam mencari pengaruh dikalangan rakyat. Satu-satunya yang paling ditakuti kaum komunis pada masa itu adalah kaum nasionalisdan kepada mereka inilah dipercayakan untuk membela dan mempertahankan Pancasila.
Meskipun saat itu kaum nasionaliscukup besar jumlahnya tetapi dalam membela dan melindungi Pancasila kaum nasionalisitu hampir kewalahan menghadapi adu argumentasi ideologidengan kaum komunis.
Kaum komunismengakui Pancasila itu hanya sebagai ideologi pemersatu saja, mereka tidak mengakui Pancasila itu sebagai ideologiNegara dan Bangsa. Kalau ideologi pemersatuberarti mereka ikut didalamnya. Mereka tidak mau mengakui Pancasila sebagai ideologiNegara dan Bangsa karena mereka bercita-cita ingin mendirikan Negara Komunis.
Kaum komunisselalu mempertentangkan komunismedengan Marhaenisme, ajaran Soekarno, ideologi andalankaum nasionalis.Setelah Bung Karnopada masa lalu itu mengeluarkan rumusan bahwa Marhaenismeitu adalah "Marxisme yang diterapkan didalam situasi dan kondisi di Indonesia", barulah kaum komunisitu sedikit merasa lega.
Berarti akan terbuka kesempatan untuk menanamkan komunismekepada kaum nasionalissecara akuratdan intensif, sekurang-kurangnya kaum nasionalisitu bisa berada didalam pengaruhnya.
Akan tetapi apa yang mereka inginkan itu tidak kesampaian, malah terjadilah apa yang dinamakan konflik ideologi.Kaum komunismenuduh kaum nasionalisitu revisionisajaran Marxisme.
Konflik ideologiselalu berkesudahan dengan konflik fisikseperti yang pernah terjadi di Yogyakarta pada bulan Mei 1965, beberapa bulan sebelum meletusnya G.30.S/Gestapu/Gestok.
Ketika itu penulis risalah ini berada di Kota Gudeg tersebut sedang menimba ilmu di Fak. Ilmu Pasti dan Alam (FIPA sekarang FMIPA), UGM sejak tahun 1962. Pada bulan itu kaum nasionalis yang tergabung dalam Pemuda Marhaen, GMNI, KBM, dan lainnya mengadakan pawai bendera (vlagvertoon) dari Klaten menuju Yogyakarta.
Pawai bendera itu sungguh mengejutkan, kepala barisan sudah tiba di Yogya tetapi ekornya belum lagi berangkat dari Klaten, begitu panjangnya barisan pawai bendera tersebut.
Hal itu menimbulkan amarah dikalangan ormas-ormas onderbouwPKI seperti Pemuda Rakyat, BTI, CGMI, dan sebagainya. Sepanjang perjalanan dari Klaten ke Yogyakarta pawai bendera itu terus diteror oleh mereka dengan melempari barisan dengan batu-batu, bahkan anak panah, sehingga banyak yang mengalami cedera atau luka-luka. Â
Insiden itu hanyalah puncak dari konflik ideologi yang sudah sangat menajam dan sepertinya merupakan sinyal akan ada peristiwa besar yang bakal terjadi. Tetapi, pikiran kita pada waktu itu tidak sampai kesana. Rupanya insiden tersebut tiada lain merupakan 'gladi resik' untuk menyongsong peristiwa G.30.S/Gestapu/Gestok.
Penulis sendiri berulang kali berdebat dengan mereka tokoh-tokoh CGMI maupun Pemuda Rakyat tentang ideologi  paripurna, Pancasila-kah atau Komunisme. Dalam perdebatan itu saya sendiri selalu menggunakan Historis Materialisme mereka sebagai alat untuk menyudutkan mereka sendiri.
Seringkali mereka itu terpojok dengan argumen-argumen yang saya sampaikan dan disitu kita bisa mengambil kesimpulan bahwa mereka kader-kader komunisitu tidak matang dalam menguasai Historis Materialisme, ajaran mereka sendiri.
Dari pengalaman itu saya bisa mengambil kesimpulan bahwa ideologi harus dilawan dengan ideologi pula. Jadi, mengapa kita harus takut sekali dengan komunisme sementara, kita sendiri mempunyai ideologi Pancasila yang mampu berkonfrontasi dengan komunisme maupun ideologi lainnya.
Tetapi, banyak dikalangan kita sendiri tidak yakin akan hal itu karena menganggap Pancasila itu adalah ideologi yang gersang tanpa penjabaran. Tidak seperti ajaran komunisme yang lengkap dengan penjabarannya sehingga buku-buku tentang ajaran komunisme itu sudah menjadi holiday propaganda.
Tanpa kampanye pun banyak rakyat yang suka membaca buku-buku komunisme itu sehingga tidak sampai menguras energi dan waktu terlalu banyak dan yang demikian ini sangat menguntungkan dari strategi berkampanye.   Â
Lantas, sekarang ini ada niat mau menggeser Pancasila dan menggantikannya dengan ideologi lain atau paham lain. Inisiatif itu wajar tetapi mereka sendiri tidak memikirkan apa akibatnya.
Kalau ada niat yang seperti itu berarti kita mau bunuh diri. Dengan tidak adanya lagi Pancasila maka hal ini akan membuka peluang  komunisme  tumbuh kembali. Mereka yang berpaham  komunismes aat ini sedang menunggu kapan ideologi Pancasilaitu diganti.
Begitu Pancasila itu dibuang untuk diganti maka mereka kaum komunisitu akan kampanye besar-besaran untuk mengganti Pancasila itu dengan Komunisme/ Marxisme sekalipun mereka saat ini secara massif  tidak nampak. Mereka itu akan melakukan gerakan-gerakan gerilya ideologi (gerlogi) secara diam-diam. Â
Sekalipun komunisme itu sudah dilarang oleh Pemerintah dari sejak Orde Baru sampai sekarang tetapi itu bukan persoalan buat kaum komunis. Kalau rakyat menghendaki komunisme itu sebagai ideologinya, mau apa Pemerintah.
Kaum agama pun akan sulit menghadapi gerakan komunis sekalipun kaum agama itu memaklumkan jihad untuk menghadapinya. Kaum komunis itu lebih lihay lagi karena mereka sangat mengetahui kondisi yang ada di Indonesia saat ini. Â
Mereka bisa saja membenturkan antar umat beragama dan kondisi itu pasti akan diciptakan oleh mereka karena disitulah nanti mereka memainkan peranannya untuk menanamkan pengaruhnya.
Jangan terlalu berlebih-lebihan membayangkan perang jihad seperti zaman dahulu sebab, kini kita menghadapi musuh yang tidak nampak. Siasat harus dihadapi dengan siasat, bukan siasat harus dihadapi dengan perang jihad. Itu namanya konyol !
Maka itu kita perlu memperingatkan Pemerintah, bersahajalah dalam kehidupan tetapi perkayalah dalam wawasan. Begitulah siasat yang harus dilakukan pihak Pemerintah didalam mengurus rakyatnya sebab, ditengah-tengah rakyat tersebut ada kaum komunis yang sedang melakukan gerilya ideologinya.
Jika tidak hati-hati menghadapinya bisa menimbulkan masalah Hak Asasi Manusia (HAM) yang saat ini selalu dijadikan tameng bagi siasat-siasat tendensi. Kini pun orang-orang  komunis selalu menggunakan issue HAM dalam persoalan yang selalu mereka hadapi. Â
Menyadarkan seluruh rakyat itu bukanlah memperingatkan mereka tentang bahaya laten komunis saja tetapi perlu juga kepada rakyat diperingatkan bahayanya jika sampai melupakan dan meninggalkan Pancasila.
Yang satu (komunisme) perlu ditentang dan yang satu lagi (Pancasila) haruslah dipeluk erat-erat oleh seluruh lapisan masyarakat kalau rakyat ini sendiri ingin selamat ke depan.
Melupakan, apalagi meninggalkan Pancasila, sama saja halnya membuat makar kepada Negara sebab, Pancasila itu adalah ideologi Negara. Kalau sudah dicap membuat makar, lebih baik yang bersangkutan langsung mengundurkan diri saja dari kewarganegaraan Indonesia dan langsung saja pindah ke negara lain yang tidak ada Pancasila-nya.
Diberi solusi seperti itu mungkin banyak yang menolak tetapi diajak mendalami Pancasila juga menolak. Jadi maunya apa ? Jika nanti dibuat keputusan drastis semuanya akan marah padahal, apa yang dibuat itu tiada lain untuk kepentingan bangsa Indonesia ke depan.
Indonesia harus dibersihkan dari anasir-anasir yang anti Pancasila, barulah Negara ini aman kedepan.
Menjauhi Pancasila berarti akan mendekatkan  komunisme  itu kepada kita dan apakah kita mau menerima dan senang dengan paham kaum komunis itu. Masalah itu terpulang kepada seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Kalau memang menolak dan merasa paham komunisme itu tidak pantas dijadikan sebagai ideologi  Negara dan Bangsa maka rubahlah musim kemarau Pancasila itu menjadi musim hujan Pancasila.
Hanya satu yang diminta dari usaha seperti itu yakni semua lapisan masyarakat, tidak muda tidak tuanya, luangkanlah waktu sedikit untuk merenungkan apa makna dari sila-sila yang ada di dalam Pancasila itu. Tidak perlu lama-lama, cukup sepuluh menit saja.
Kalau merasa risih dengan kerja seperti itu, tetapi mengapa membuka HP Android bisa sampai berjam-jam lamanya? Ini satu kemajuan atau satu kebodohan dari bangsa ini, saya sendiri tidak tahu.
Mungkin menganggap sukar untuk mendalami makna sila-sila Pancasila itu tetapi kalau didiskusikan secara bersama-sama akan terhindarlah dari kesalahan dan kekeliruan dalam menafsirkan. Jangan takut dengan hal itu karena Pancasila itu adalah ideologi kita bersama, bukan milik orang lain.
Kami di Sumatera Utara sudah lama mengkaji makna sila-sila Pancasila itu dan sampai saat ini sudah 'segudang' pengetahuan yang kami miliki karena begitu cintanya kami kepada Pancasila. Sayangnya, orang-orang yang ada di Pusat lebih memperhatikan orang-orang yang ada disekitarnya ketimbang kami yang ada di daerah-daerah sekalipun kami sudah berbuat.*** Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H