Tadarus, ceramah agama, atau apa pun itu sebenarnya masuk dalam kategori zikir. Secara sederhana zikir dapat diartikan dengan aktivitas melafazkan sesuatu. Dalam cakupan ibadah, zikir bermakna sebagai suatu amalan yang ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan melafalkan kalimat-kalimat tertentu. Kalimat-kalimat ini utamanya adalah bacaan Alquran, doa-doa ma'tsur, dan kalimat taibah seperti tasbih, tahmid. tahlil, serta takbir.
Walaupun zikir seringkali diidentikkan dengan kalimat taibah saja, namun zikir tak melulu soal tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir. Bahkan seruan (dakwah) secara lisan untuk amar makruh nahi mungkar dan sejenisnya pun masuk dalam kategori zikir.
Zikir merupakan ibadah yang tata cara pengamalannya telah ada tuntunannya dalam Islam. Terlebih zikir yang masuk kategori ibadah mahdhah, seperti bacaan salat, azan, dan kalimat taibah. Susanan kalimat dan waktu pelafazannya tak sedikit pun boleh dimodifikasi, apalagi improvisasi. Pun tak boleh tersalah menempatkannya, seperti selalu membaca ta'awudz setiap kali selesai menguap atau membaca hamdalah tiap-tiap lepas berserdawa. Karena memang tidak ada tuntunan seperti itu dalam syariat Islam.
Begitu pula dengan kebiasaan yang mentradisi di masyarakat yang selalu memperdengarkan bacaan Alquran, baik bacaan itu rekaman dari qari terkenal ataupun bacaan langsung oleh seseorang dengan menggunakan pengeras suara. Selama Ramadan kegiatan seperti ini lebih semarak lagi, terkhusus untuk tadarus Alquran.
Yang terjadi di lapangan, bacaan Alquran menjelang masuk waktu salat ini telah dipahami secara keliru sebagai tanda akan masuk waktu salat. Memang tidak meniadakan azan, hanya saja jika bacaan Alquran telah diperdengarkan melalui pengeras suara oleh masjid atau musala beberapa saat sebelum kumandang azan, masyarakat lebih memahami ini sebagai tanda akan masuk waktu salat.
Padahal dalam Islam, sejarah telah mengabarkan bahwa azan dengan kalimat-kalimatnya yang khas adalah satu-satunya pemberitahuan bahwa waktu salat tertentu telah masuk. Seperti riwayat para imam hadis tentang sejarah azan dan usualan agar menggunakan kobaran api atau bunyi lonceng untuk memberitahukan waktu masuk salat dan memanggil jamaah agar salat berjamaah di masjid. Tetapi semua itu tidak diperkenankan hingga akhirnya ditetapkanlah azan sebagaimana yang dikenal sekarang ini sebagai seruan resmi untuk salat wajib yang lima waktu.
Dengan demikian tidak diperlukan lagi pengantar-pengantar lain seperti pemukulan bedug, bunyi sirene, pembacaan selawat, ataupun pembacaan bacaan Alquran. Jika masih ada yang memaksa menambah-nambahi azan dengan pengantar maupun penutup dan sejenisnya, orang itu telah membuat sesuatu yang baru dalam agama ini.
Banyak hikmah bisa diambil dari pelarangan pembacaan Alquran dengan pengeras suara yang biasanya mendahului azan itu, seperti diabaikannya bacaan Alquran oleh orang-orang di lingkungan sekitar. Terlebih lagi jika masjid dan musala yang memperdengarkan bacaan Alquran dengan suara ini berada di kawasan padat penduduk seperti komplek perumahan atau pasar di mana orang-orang sangat sibuk dengan urusan masing-masing.
Padahal, Alquran tatkala dibacakan merupakan kewajiban bagi siapapun yang mendengarkan untuk diam dan memperhatikan bacaan Alquran tersebut. Seperti firman Allah, “Dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah dengan sungguh-sungguh dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.” (Q.S Al-A'raf [7]: 204). Sebagaimana maklum dalam kaidah bahwa perintah itu pada asalnya menunjukkan kepada kewajiban selama tidak ada dalil lain yang memalingkan perintah wajib ini kepada selainnya.
Yang ada malah dalil penguat lain seperti keluhan Nabi tentang diabaikannya Alquran, seperti firman Allah, “Dan Rasul (Muhammad) berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Alquran ini diabaikan.'” (Q.S Al-Furqan [25]: 30). Tentu saja tak ada seorang muslim pun yang ingin masuk kategori kaum yang dikeluhkan Nabi itu, apalagi menyebabkan orang lain mengabaikan bacaan Alquran.
Tak salah kiranya jika ada yang merasa terganggu dengan pembacaan Alquran yang tidak pada tempatnya ini. Bahkan di dalam masjid saja seseorang tidak diperbolehkan mengeraskan zikir--kalimat taibah, bacaan Alquran, dan ceramah agama--karena akan mengganggu jamaah lainnya. Sedangkan masing-masing orang punya hak bermunajat di dalam masjid.