Mohon tunggu...
Wahid Hasyim
Wahid Hasyim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Autis (Asperger Syndrome) Si Jenius

16 November 2022   14:10 Diperbarui: 16 November 2022   14:13 1076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Freepik.com

Apa sih autis itu?

Beberapa dari kita mungkin sudah tahu mengenai gangguan atau syndrome yang satu ini, bahkan pernah berinteraksi langsung dengan mereka. Jadi autis berasal dari kata "auto" yang berarti sendiri. Maksudnya orang yang mengidap autis seolah-olah memiliki dunianya sendiri dan hidup di dalamnya. Istilah autis diungkapkan pertama kali oleh seorang dokter Kesehatan jiwa anak, yaitu Leo Kanner pada tahun 1943. 

Dia menjelaskan bahwa autis merupakan kesulitan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa seperti penguasaan yang tertunda, mutism (gangguan kecemasan parah yang dapat membuat bisu saat situasi tertentu), kalimat yang terbalik, adanya aktivitas bermain yang stereotipik dan repetitive, ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif terhadap keteraturan dalam aktivitasnya.

Terdapat juga pengklasifikasian terhadapa berat atau ringannya autis. Hal ini dikemukakan oleh dokter Sutadi pada tahun 1998 dengan menggunakan metode CARS (Childhood Autisme Rating Scale) yang sebelumnya dikembangkan pada tahun 1988 oleh Eric Schopler, Robert J. Reichier, dan Barbara Rochen Renner(Sari et al., 2017). Empat tingkatan dari CARS yaitu, bukan autis, autis ringan, autis sedang, dan autis berat.

Terus, apa yang menyebabkan autis?

Gejala munculnya autis mulai terlihat sebelum usia 3 tahun dan banyak terjadi pada anak laki-laki 3-4 kali lipat. Terdapat tiga faktor risiko yang diketahui saat ini, yaitu prenatal, pada saat persalinan, dan parental (Affandi & Pratiwi, 2014). 

Pertama, faktor risiko prenatal meliputi memakai, mengkonsumsi, dan terpapar zat kimia beracun yang dapat menyebabkan mutasi genetik, seperti timbal dan merkuri, kemudian ibu mengidap virus TORCH (tokso, rubella, cytomegali, herpes), dan ketidakstabilan emosional. 

Kedua, faktor risiko saat persalinan yaitu hipoksia, kelahiran preterm atau postterm, persalinan section caesaria, trauma dan komplikasi ketika persalinan.Ketiga, faktor risiko parental yakni anak lebih dari satu dan usia saat persalinan lebih dari 30 tahun.

Bagaimana penanganan untuk penderita autis?

Anak yang mengidap autis perlu penanganan dan perlakuan khusus sejak dini. Jika terlambat ataupun sama sekali tidak mendapatkannya sejak dini, akan mengakibatkan gejala autisme semakin parah hingga sulit untuk ditangani. Untuk itu perlu penangan terapi medis maupun terapi non medis. 

Terapi medis yang dapat diberikan  seperti mengkonsumsi obat-obatan (melatonin & methylphenidate). Kemudian terapi non medis seperti pendidikan khusus, terapi bicara, terapi Bahasa, terapi komunikasi, Applied Behavioral Analysis (ABA), Cognitive Behavior Therapy (CBT), dan Social Skill Training.

Selain terapi yang diterapkan kepada anak, perlu juga perhatian lebih dari orang tua dan lingkungan yang dapat mensupport perkembangan si anak. Orang tua tidak boleh patah semangat ketika mendampingi buah hatinya apa lagi sampai mentelantarkan anaknya. Karena anak sejatinya adalah titipan dari tuhan yang maha kuasa dan sebagai orang tua harus rela berkorban waktu dan tenaga untuk merawat serta mendidik anaknya.

Tahu nggak sih?

Terdapat 10 persen dari penderta autis dapat digolongkan sebagai orang jenius. Asperger biasa disebut sebagai anak autis yang memliki intelegensia tinggi. Golongan ini memiliki perkembangan fungsi yang tinggi yang disebut dengan High Function. Mereka yang masuk dalam golongan ini memiliki kemampuan yang luar biasa dalam berhitung, musik, dan seni.

Dahulu ada seorang anak yang sangat jenius yang mengidap autisme. Ketika masih kecil dia mengalami kesulitan dalam berbicara dan berkomunikasi. Dia suka bermain sendiri dan memiliki sifat pendiam. Meskipun sudah tujuh tahun dia suka marah dan melemparkan barang, termasuk kepada adiknya. 

Namun, dibalik itu semua dia sangat suka dan mencintai pelajaran fisika sejak berusia lima tahun. Ketika telah dewasa, ia menghasilkan karya-karya dan menemukan teori tentang fisika serta mendapatkan hadiah Nobel pada tahun 1921. 

Dia adalah Albert Einstein seorang ilmuan fisika yang sangat berpengaruh di dunia. Meskipun dia memiliki kekurangan, namun ia sangat tekun dalam mempelajari fisika dan mendapat dukungan dari keluarganya hingga menjadi seorang fisikawan.

Untuk lebih lengkapnya:

Affandi, & Pratiwi, U. H. (2014). Faktor-Faktor Penyebab terjadinya Autisme pada Anak Di Kota Cirebon. Tunas Medika Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan. https://jurnal.ugj.ac.id/index.php/tumed/article/view/2105/1310

Sari, M. T., Moetrarsi, M., & Kuntari, T. (2017). Hubungan Klasifikasi Anak Autis Berdasarkan Cars Dengan Tingkat Kecemasan Ibu 01 Slb Autis Bina Anggita. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan ..., 150--159. https://journal.uii.ac.id/JKKI/article/view/14067

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun