HUJAN ANGGARAN KATAK BERTEDUH, TIKUS BERDASI BERNYANYI
Oleh: Muhammad Khoirul Wahid Azmi
Pasuruan, 07 Maret 2020
Beberapa bulan ini hujan turun dengan lebatnya kasih, menyisakan genangan air di jalan berlubang depan rumahku. Apalah aku, Ini kan bukan sajak puisi. Namun sebaris bait diatas sudah bisa menggambarkan tentang pemikiran rakyat desa, "Kemana uang pembangunan dilarikan?." Sedangkan kita tau bahwa APBN sudah mencatat pengeluaran untuk oprasi jalan berlubang.
Triliunan yang membuat kakek dan nenekku kesusahan untuk membaca berapa banyak nol di belakang angka satuan depan tapi mudah bagi mereka untuk membaca kemana uang itu di alokasikan, tentu saja di"korupsi."
Yah inilah kebingungan atau bisa disebut kebingungan pemikiran jahiliah, dimana rakyat saling tuduh menuduh siapa dalang dibalik pewayangan korupsi Anggaran Belanja Negara.
Di dalam sebuah adegan kenegaraan bisa kita pilah dan pilih penduduknya menjadi tiga bagian:
- Rakyat
Tempat keterangan bisnis memperkaya diri yang dimana dalam dasar pembuatan kalimat di KBBI dia hanya sebagai pelengkap, sama sepertiku yang hanya sebagai pelengkap hari-harimu yang sepi kasih namun tidak ada kata pasti. Hanya terdiri dari orang-orang petani yang sepertinya memang dianggap hanya kumpulan orang-orang bodoh oleh pemimpin kita.
Inikan negara demokrasi dimana seharusnya rakyat menjadi objek nyata dari kunci utama Negara Indonesia, namun lagi-lagi semua permainan di Negara Pesulap. Dimana uang subsidi bagi fakir miskin dianggarkan sejak lama namun sebelum sampai ditangan rakyatnya, sudah hilang seketika ditangan para pemimpin kita.
Legalitas Parlementer