Mohon tunggu...
Wahidan Barkit Batubara
Wahidan Barkit Batubara Mohon Tunggu... -

Kader PMII Kota Banjar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mendorong Transparansi Keuangan Daerah di Era Reformasi

7 Juni 2014   04:53 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:54 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyerahan kekuasaan yang dilakukan oleh pakde Harto kepada B.J Habibi pada tanggal 21 mei tahun 1998 adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah perjalanan negara Indonesia. Sebab momentum ini merupakan tanda “tamat-nya” sebuah riwayat rezim yag dinilai sangat otoriter,sebuah ciri yang mengisyaratkan runtuhnya sebuah rezim yang memiliki bentuk pemerintahan yang birokrasi pemerintahannya dalam setiap merumuskan kebijakan pembangunan dan pemrintahaan cenderung elitis dan tertutup serta berbau KKN. Setelah runtuhnya rezim pakde harto yang lebih akrab kita sebut orde baru, bangsa indonesia mulai star masuk kesebuah era baru yang kita kenal dengan era reformasi. Dengan bergulirnya era reformasi ini bangsa indonesia memilki beberapa agenda besar, diantaranya adalah supremasi hukum, otonomi daerah selua-luasnya, pemberantasan KKN, dan lain sebagainya. Dengan harapan tercapainya keadilan bagi seluruh rakyat indonesia, terbentuknya sistem pemerintahan di daerah brdasarkan asas desentralisasi, terciptanya sebuah pemerintahan yang bersih dari KKN. Agenda maupun harapan-harapan ini kesemuanya bermuara pada kesejahteraan masyarakat.

Penulis disini tidak akan membahas tentang kisah heroik keruntuhan ataupun lahirnya sijabang bayi “pemerintahan orde baru”, tetapi penulis ingin mengajak kepada para pembaca setia kompasiana untuk bersama-sama mengevaluasi, mengukur serta memberikan solusi terhadap salah satu agenda reformasi yang sampai saat ini belum terwujud, yaitu “Pemerintahan yang bersih dari KKN”.

Menurut WJS Poerwadarminta dalam kamus bahasa indonesia (1976) secara harfiah arti dari korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya. Penulis menyimpulkan korupsi adalah penyalahgunaan wewenang sebagai mana mestinya demi keuntungan pribadi, keluarga dan kelompok.

Secara konstitusi, komitmen reformasi dalam pemberantasan korupsi sedikit tergambar dalam UU Nomer 28 Tahun 1999 tentang ‘Peneyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN’, yang keemudian disusul dengan lahirnyya UU Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya dibentuklah lembaga KPK. Namun dalam perjalanannya banyak sekali kerikil-kerikil yang menghambat bangsa ini untuk sampaio pada finish (terciptanya good and clean government), sehingga sampai saat ini ketika berbicara harapan terhadap pemerintahan yg baik dan bersih dari KKN seakan akan bak mimpi manis disiang bolong. Kita bisa lihat disetiap laayar kaca televisi, kerap kali kita disuguhi verita berita seputar kasus korupsi, dari mulai kasus perampokan APBN via per-BANK-an seperti BLBI, Bailout century, korupsi pusat sarana olahraga hambalang, tak ketinggalan pula dengan belum siapnya penerapan sistem otonomi daerah yg berasaskan desentralisasi sehingga banyak juga sejumlah kepala daerah yang tersandung hukum akibat kasus korupsi. Hal ini disebabkan karena tidak adanya Transparansi birokrasi disetiap lembaga negara maupun pemerinah daerah, baik dalam perencanaan, pengelolaan mapun penggunaannya. Padahal salah satu pilar untuk mewujudkan good and clean governance adalah asas trasparansi publik.

Transparansi Birokrasi

Transparansi adalah sebuah kata kalimat yang menunjukan sebuah sifat dari kata asal yaitu Transparan, yang berarti tembus pandang, terbuka, tidak ditutup tutupi. Dengan kata lain Transparansi Birokrasi adalah Birokrasi yang seluruh kebijakan dan aktivitasnya diketahui masyarakat dan dapat diakses dg mudah. Dalam penjelasan pasal 3 angka 4 UU No 28 tahun 1999 tentang pnyelenggaraan neegara yang baik dan bersih dr KKN, Transparansi adalah “asas membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar jujur dan tdk diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan prlindungan hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara”. Artinya, keterbukaan informasi merupakan sebuah keniscayaan, supaya dapat mempersempit ruang gerak terjadinya sebuah KKN yang merugikan uang rakyat rakyat.

Semangat pemberantasan KKN secara undang-undang maupun dalam bentuk peraturan pemerintah sudah sangat baik, banyak sekali dalam peraturan perundang-undangan yang menuntut setiap penyelenggara pemerintahan untuk menciptakan sebuah transparansi birokrasi guna terciptanya pemerintahan yang baik dan bersih. UU 17/2003 Tentang Keuangan Negara misalmya, dalam Pasal 3 ayat (1) sudah sangat tegas di sebutkan bahwa Keuangan Negara dikelola secaratransparan. Kemudian ada lagi Permendagri No 13 tahun 2006 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 4 ayat 7. PP 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pasal 4. UU 32/2004 Tentang Pemerintah Daerah Pasal 23 ayat (2), semuanya menegaskan bahwa Keuangan Daerah dikelola secara Transparan yang memungkinkan masyarakatuntuk mengetahui dan mendapatkan akses informasiseluas-luasnya tentang keuangan daerah. Tak kurang kurang, pemerintah juga mengeluarkan Perpres no 55 thn 2012 tentang strategi nacional pencegahan dan pemberantasan korupsi janhka panjang 2012-2025 dan jangka menengah 2012-2014 (STRANAS PPK). Beberapa konsep STRANAS PPK yang dirumuskan salah satunya oleh BAPPENAS ini pertama adalah Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam administrasi dan layanan publik, pngelolaan keuangan negara, penanganan perkara berbasis TI serta pengadaan barang dan jasa berbasis TI. Kedua, Peningkatan efektifitas pengawasan dan partisipasi masyarakat dalam penylenggaraan pemrintah dan keuangan negara. Ketiga, pelaksanaan e-government.

E-government (digitalisasi birokrasi)

Dalam era kemajuan tekhnologi seperti sekarang ini seharusnya momentum ini dapat kita manfaatkan untuk menciptakan good and clean goverment, yaitu dengan cara melakukan “digitalisasi birokrasi”. Artinya, pemerintah membuat sebuah menu khusus berbasis tekhnologi Informatika yang memeberikan sebuah informasi publik agar supaya masyarakat lebih mudah dalam mengakses dan efektif dalam mengawasi penyelenggaraan pemerintah maupun keuangan negara.

Kita patut untuk memberikan sedikit apresiais kepada pemerintah, sebab pemerintah pun secaraa peraturan sudah memiliki inisiatif dalam pemanfaatan kemajuan tekhnologi untuk menciptakan sebuah transparansi birokrasi. Melalui kementerian dalam negeri-nya, mendagri mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada seluruh gubernur yg kemudian untuk dilanjutkan kepada para bupati/walikota. Surat edaran inidikeluarkan pada tanggal 12 desember tahun 2012 dengan nomor 356/5152/SJ, dalam lampiran surat edaran ini isinya antara lain tentang keterbukaan informasi dalam penanganan perkara (termasuk perkara korupsi), perencanaan, dan penganggaran pemerintah. Degan indicator keberhasilannya yaitu terbentuknya website resmi disetiap Pemerintahan Provinsi, maupun pemerintah Kabupaten/Kota dan menyiapkan menu konten dengan nama "transparansi pengelolaan anggaran daerah", website pemprov maupun pemda harus memuat informasi tentang data Ringkasan RKA-SKPD, Ringkasan RKA-PPKD, Raperda tentang APBD, Perrda tentang APBD, RaPerda tentang Perubahan APBD, Perda tentang Perubahan APBD, Ringkasan DPA-SKPD, Ringkasan DPA-PPKD, LRA seluruh SKPD, LRA- PPKD, LKPD yang sudah audit, opini atas LKPD, RPJPD-RPJMP-RKPD, renstra dan renja SKPD. Hal ini bertujuan untuk supaya adanya transparansi birokrasi.

Berbagai macam aturan yang sudah ada ini sebenarnya bertujuan serta memiliki harapan agar supaya budaya ketertutupan (culture of secrecy) yang sampai sekarang ini masih melekat dalam tubuh birokrasi kita, dapat berubah menjadi budaya keterbukaan (culture of appearance).

Namun sampai saat ini, dalam tataran implementasi, pemerintah provinsi maupun pemerintah daerah yang sudah menjalankan instruksi mendagri ini prosentasinya masih sangat rendah, seakan undang-undang yang sudah ada hanya sebatas goresan hitam diatas kertas konstitusi.

Keterbukaan Informasi Publik

Undang-undang Nomor 14 tahun 2008tentang KIP dilahirkan sebagai penguat dari pada undang-undang yg sdh ada sebelumnya, yang jg dijadikan sebagai landasan yuridis atau sebuah peraturan yang mengamanahkan kepada setiap badan public untuk melakukan keterbukan informasi terhadap setiap aktivitas badan public. Selain itu, UU KIP ini jg menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik. Selain itu, UU ini untuk mendorong untuk terwujudnyapenyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat di pertanggung jawabkan. Namun, apakah UU ini sudah dijalankan sepenuhnya baik itu oleh pemerintah pusat, provinsi maupun pemerintah daerah.

Ketika Bersih, Kenapa Risih?

Sebuah pertanyaan yang kerap muncul manakala penulis yang merupakan “orang daerah” dalam setiap kali menelusuri dokumen-dokumen pemerintahan daerah guna dijadikan sebagai bahan pengawasan terhadap aktivitas pemerintahan di daerahnya, pasalnya penulis harus bersusah payah untuk mendapatkannya dan sering kali gagal. Jangankan dokumen DPA SKPD yang notabenenya adalah turunan ketiga dari lembar APBD, mencari lembar APBD dalam bentuk perda pun susahnya minta ampun. Jangankan dokumen sebuah PERDA yang sudah di sahkan, meminta yang masih menjadi rancangan saja susahnya setengah mati. Tiap kali penulis maupun masyarakat di daerahnya meminta dokumen-dokumen tersebut, pasti malah dijadikan sepertia halnya “bola sepak” yang ditendang kesana kemari oleh lembaga eksekutif maupun legislative. Bahkan terkadang hanya mendapat jawaban “dokumen keuangan daerah ini rahasia Negara mas”.

Penulis meyakini bahwa tanpa ada keinginan bersama untuk mewujudkan pemerintahan yangg baik dan bersih maka tidak akan mungkin ada pembangunan yang baik. Namun dengan realitas yg ada yaitu susahnya masyarakat dalam mengakses dokumen APBD misalnya, maka penulis pun terkadang berpandangan positif terhadap keinginan pemerintah untuk dapat bersama-sama dengan masyarakat untuk mewujudkan pemerintan yang baik dan bersih.

Kadang kala penulis juga bertanya-tanya, apakah pemerintah di daerah belum memahami bahwa dokumen-dokumen itu secara konstitusi adalah dukumen yang sah bahkan setengah wajib untuk dikonsumsi oleh publik, atau memang hanya sebatas perbedaan dalam menginterpretaasikan sebuah aturan perundang-undangan, atau memang mereka risih?

Pada dasarnya, dalam peraturan undang-undang negara republic Indonesia, tidak ada satupun klausul pasal yang menyatakan bahwa memberikan informasi publik atau melakukan transparansi anggaran keuangan negara adalah sebuah tindakan yang melanggar hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun