Ma'patabe' adalah tradisi khas masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan yang mencerminkan nilai-nilai kesopanan, penghormatan, dan etika dalam interaksi sosial. Secara harfiah, "ma'patabe'" berasal dari kata "tabe'" yang berarti permisi atau meminta izin.
Tradisi ini diwujudkan melalui gerakan menundukkan badan sambil menggerakkan tangan ke bawah, menunjukkan rasa hormat kepada orang lain, terutama yang lebih tua atau dihormati.Â
Dalam kehidupan sehari-hari, ma'patabe' diterapkan saat seseorang melewati orang lain yang sedang duduk atau berkumpul.
Sikap ini menunjukkan penghargaan dan kesadaran akan norma sosial yang berlaku.
Selain itu, ma'patabe' juga menjadi bagian penting dalam berbagai upacara adat, seperti pernikahan, upacara kematian, dan acara komunitas lainnya, sebagai simbol penghormatan dan permohonan izin kepada leluhur atau pihak yang dihormati.Â
Namun, seiring perkembangan zaman, tradisi ma'patabe' mengalami penurunan dalam praktiknya, terutama di kalangan generasi muda.Â
Faktor-faktor seperti kurangnya pendidikan dari orang tua, pengaruh pergaulan, dan dominasi budaya populer menyebabkan tradisi ini mulai ditinggalkan.
Penelitian di Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros, menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap tradisi ma'patabe' perlahan mulai hilang, yang tercermin dari perilaku anak-anak yang tidak lagi menerapkan sikap ini dalam interaksi sehari-hari.Â
Upaya pelestarian tradisi ma'patabe' memerlukan peran aktif dari berbagai pihak, terutama keluarga sebagai agen sosialisasi primer.
Orang tua diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai ma'patabe' sejak dini kepada anak-anak melalui contoh dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.