Ini berbeda dengan pola sentralisasi kekuasaan yang sering kali menjadi ciri khas kepemimpinan otoriter.
Pengalaman Jerman di bawah pemerintahan Hitler menawarkan pelajaran berharga tentang bahaya kekuasaan otoriter, baik dalam skala negara maupun lembaga.
Meskipun dunia telah banyak berubah sejak masa itu, prinsip-prinsip dasar tentang pentingnya demokrasi, kebebasan, dan inklusivitas tetap relevan.
Dalam konteks pendidikan tinggi, hal ini berarti melindungi kebebasan akademik, mempromosikan dialog, dan mencegah munculnya kekuasaan yang terpusat.
Kesadaran akan dampak negatif dari kepemimpinan otoriter juga harus disertai dengan upaya untuk membangun budaya kepemimpinan yang kolaboratif dan transparan.
Hanya dengan cara ini, institusi pendidikan dapat benar-benar menjadi tempat untuk mencari kebenaran, menciptakan inovasi, dan mempersiapkan generasi mendatang untuk menghadapi tantangan dunia.
Hitler dan gaya kepemimpinannya memberikan gambaran yang jelas tentang bahaya otoritarianisme dalam berbagai aspek kehidupan.
Ketika pola-pola kekuasaan yang serupa muncul dalam institusi pendidikan, meskipun dalam bentuk yang lebih ringan, mereka tetap memiliki potensi untuk merusak lingkungan akademik.
Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk tetap waspada terhadap tanda-tanda otoritarianisme dan berkomitmen untuk mempertahankan nilai-nilai demokrasi dan kebebasan di setiap level kepemimpinan.
Dengan belajar dari sejarah dan menciptakan mekanisme perlindungan yang kuat, institusi pendidikan dapat terus menjadi benteng bagi kebebasan berpikir dan inovasi.
Seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman Jerman di masa lalu, mempertahankan kebebasan akademik adalah salah satu cara terbaik untuk memastikan bahwa kita tidak mengulangi kesalahan sejarah.