Mohon tunggu...
Wahda
Wahda Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

wahda mahasiswa universitas Tadulako program studi antropologi hobi travelling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mereview Antropologi Agama Program Studi Antropologi Untad

16 Desember 2023   14:06 Diperbarui: 16 Desember 2023   14:13 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Materi II : Yulianti Bakari, S.Sos, MA.

Antropologi agama membahas tentang sistem kepercayaan agama tertua suku Jawa.

Kapitayan (dari Jawa: ) adalah salah satu agama kuno masyarakat pulau Jawa; yaitu terutama bagi mereka yang beretnis Jawa sejak era paleolitik, mesolitik, neolitik dan megalit. Kapitayan merupakan salah satu bentuk monoteisme asli Jawa yang dianut dan dijalankan oleh masyarakat Jawa secara turun temurun sejak zaman dahulu. Orang Jawa setempat kerap juga mengidentifikasikannya sebagai "agama kuno Jawa", "agama monoteis Jawa", "agama monoteis leluhur", "agama asli Jawa", yang mana berbeda dari Kejawen (agama Jawanik lainnya yang bersifat non-monoteistik).

Dalam konteks "agama angin muson", agama kuno yang disebut Kapitayan merupakan agama yang dianut penghuni Nusantara, yang menurut cerita kuno adalah agama purbakala yang dianut oleh penghuni lama Pulau Jawa berkulit hitam. Dalam keyakinan penganut Kapitayan di Jawa, leluhur yang awal sekali dikenal sebagai penganjur Kapitayan adalah tokoh mitologis Danghyang Semar putera Sanghyang Wungkuham keturunan Sanghyang Ismaya. Menurut cerita, negeri asal Danghyang Semar adalah Swetadwipa, benua yang tenggelam akibat banjir besar yang menyebabkan Danghyang Semar dan kaumnya mengungsi ke Pulau Jawa. Sanghyang Semar memiliki saudara bernama Sang Hantaga (Togog) yang tinggal di negeri seberang (luar Jawa), yang juga mengajarkan Kapitayan tapi sedikit berbeda dengan yang diajarkan Danghyang Semar. Saudara Danghyang Semar yang lain lagi bernama Sang Manikmaya, menjadi penguasa di alam gaib kediaman para leluhur yang disebut Ka-hyang-an.

Tuhan dalam agama kapitayan disebut Sang Hyang Taya. Taya berarti "suwung" (kosong). Tuhan Kapitayan bersifat abstrak, tidak bisa digambarkan. Sang Hyang Taya diartikan sebagai "tan keno kinaya ngapa", tidak dapat dilihat, dipikirkan, atau dibayangkan, alias tidak bisa diapa-apakan keberadaan-Nya. Untuk itu, supaya bisa disembah Sanghyang Taya mempribadi dalam nama dan sifat yang disebut Tu atau To, yang bermakna "daya gaib" yang bersifat adikodrati. Tu atau To adalah tunggal dalam Dzat. Satu Pribadi. Tu lazim disebut dengan nama Sanghyang Tunggal. Dia memiliki dua sifat, yaitu Kebaikan dan Kejahatan. Tu yang bersifat Kebaikan disebut Tu-han disebut dengan nama Sanghyang Wenang. Tu yang bersifat Kejahatan disebut dengan nama Sang Manikmaya. Demikianlah, Sanghyang Wenang dan Sang Manikmaya pada hakikatnya adalah sifat saja dari Sanghyang Tunggal. Karena itu baik Sanghyang Tunggal, Sanghyang Wenang dan Sang Manikmaya bersifat gaib tidak dapat didekati dengan pancaindera dan akal pikiran. Hanya diketahui sifat-Nya saja.

Kekuatan Sang Hyang Taya yang kemudian mewakili di berbagai tempat, seperti di batu, monumen, pohon, dan di banyak tempat lain. Oleh karena itu, mereka memberikan persembahan atas tempat itu, bukan karena mereka menyembah batu, pohon, monumen, atau apa pun, tetapi mereka melakukannya sebagai pengabdian mereka kepada Sang Hyang Taya yang kekuatannya diwakili di semua tempat itu. Agama kapitayan tidak mengenal dewa-dewa seperti dalam agama Hindu.

Tokoh-tokoh idola dalam ajaran Kapitayan seperti Danghyang Semar, Kyai Petruk, Nala Gareng, dan Bagong dimunculkan sebagai punakawan yang memiliki kekuatan adikodrati yang mampu mengalahkan dewa-dewa Hindu.

Materi III : Muh. Zainuddin Raddolahi, S.Sos. M.SI

Ritual dan kepercayaan Masyarakat bugis

Dalam lingkungan adatnya, masyarakat Bugis-Makassar mempunyai tradisi Assongka Bala. Tradisi ini diyakini sebagai bentuk tolak bala, pencegah datangnya penangkal penyakit, pembawa rejeki, penyederhanaan urusan, pemberi keselamatan, umur panjang, dan pemupukan tanah. Ritual adat pemasangan Assongka merupakan ritual adat rutin dimana diadakan setahun sekali pada bulan Juni (satu/Januari). Assongka Bala merupakan ritual adat yang menggunakan bahan dari rempah-rempah yang tumbuh di Bugis-Makassar baik daunnya dengan berbagai jenis. Itu Tata cara pemetikan daun mempunyai teknik/ritual tertentu berdasarkan arahan dari Sanro. Sanro memerintahkan perempuan dan laki-laki untuk mengambil daun lanra. Perempuan bertugas memetik daun dan laki-laki yang membawa daun tersebut ke ritual diadakan dan diserahkan kepada Sanro. Prosesi ritual Assongka Bala dilaksanakan pada malam baik saat bulan purnama selama 4 hari 4 malam.

Prosesi ini merupakan ritual pesta adat yang dilengkapi dengan makanan adat seperti songkolo le'leng (ketan hitam), songkolo eja (ketan merah), songkolo pute (ketan putih), manu (ayam), loka (pisang), kaluku (kelapa), dan tua'. Setelah ritual selesai, daunnya diberikan kepada setiap rumah untuk digantung di depan pintu. Setiap rumah memiliki tanda di atasnya masuk jika rumah telah melaksanakan ritual ini. Selain menjalankan tradisi Assongka Bala, adat istiadat masyarakat melindungi diri dari perbuatan tercela yang diatur adat dalam ritual. Pangadakkang (adat) berlaku ketika masyarakat melanggar atau melakukan perbuatan tercela. Hal ini dapat menyebabkan penyakit yang tidak dapat dideteksi oleh ilmu kedokteran modern. Masyarakat mengakuinya sebagai sesuatu yang istimewa penyakit karena kesalahan. Dikatakan bahwa penyakit ini dapat diobati tetapi tidak dapat disembuhkan sangat rentan terhadap kematian yang tidak wajar. Penyakit-penyakit tersebut misalnya penyakit kusta yang bersifat turun-temurun sampai dua kali tujuh generasi, badan bengkak dan menghitam, patah tulang, kecelakaan, dan ketika meninggal tiba-tiba tubuhnya membusuk dan menghitam, bentuk Pangadakkang sebagai berikut :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun