Mohon tunggu...
Wagiman Rahardjo
Wagiman Rahardjo Mohon Tunggu... -

Hamba Allah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dear, Bapak Jonru...

22 Desember 2014   06:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:45 1617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1419177721489026357

 

Bapak Jonru,

 

Mungkin saja anda pernah mendengar atau menonton serial Sponge Bob Square Pants. Dalam serial ini, ada sebuah episode yang menarik. Pada episode tersebut, kota asal Sponge Bob dikejutkan oleh kemunculan sesosok “monster menakutkan”, yang ternyata hanya seekor kupu-kupu. Menyadari hal tersebut, Sponge Bob dan sahabatnya pun berteriak-teriak berkeliling kota, mengumumkan bahwa ada monster seram tengah mengancam kota. Apakah kehadiran monster seram itu hoax? Bukan, itu fakta. Apakah cara menyampaikan fakta dari Sponge Bob itu benar? Nanti dulu. Pada akhirnya, ya, memang seantero kota menjadi sadar akan kehadiran monster tersebut. Namun, apa yang terjadi selanjutnya? Ternyata kota mengalami kekacauan total: rumah-rumah hancur, mobil-mobil bertabrakan, dan para penduduknya mengalami histeria. Padahal, masalah tersebut dapat diselesaikan hanya dengan memasukkan “monster” tersebut ke dalam toples. Sebuah episode yang sulit dilupakan, silakan tanyakan pada anak anda. Lalu, apa yang bisa kita pelajari dari sana?

 

Bapak Jonru,

 

Ilustrasi di atas menunjukkan bahwa: kadangkala, kita berniat untuk memperbaiki sesuatu dengan memaparkan fakta, tapi rupanya hal tersebut justru memperburuk keadaan akibat kurang tepatnya penyampaian. Dalam hal ini, maaf, saya menemukan kesamaan tersebut dengan posting-posting anda tentang pemerintahan Jokowi. Di satu sisi, saya sangat mendukung semangat anda untuk terus menyajikan kritik atas pemerintah; di sisi lain, saya menilai bahwa cara yang anda gunakan untuk mengkritik masih kurang begitu elegan. Taruhlah apa yang anda sampaikan adalah fakta, itu tetap tak membatalkan kewajiban anda untuk menyampaikannya secara baik. Sebagai analogi lain, adalah fakta bahwa teman anda tidak bisa berjalan karena kecelakaan, tapi apakah etis dengan memanggilnya (maaf) “hai, pincang!” di depan umum? Tentu saja tidak.

 

Bapak Jonru,

 

Sudah bukan rahasia lagi bahwa posting-posting anda banyak menyulut pro dan kontra. Anda, dalam berbagai kesempatan, kerap mengatakan bahwa hanya Jokower-lah yang akan terprovokasi oleh posting anda. Beberapa kali anda juga berpendapat bahwa para Jokower seakan telah me”nabi”kan Jokowi, sehingga mereka sudah tidak bisa objektif. Meski demikian, tahukah anda bahwa kalangan yang pro anda justru lebih banyak terprovokasi? Sekali lagi, maaf Pak Jonru, tapi inilah buktinya:

 

1419177721489026357
1419177721489026357
 

Bapak Jonru,

 

Foto di atas bukan editan, itu adalah hasil screen capture dari sejumlah komentar netizen di beberapa posting anda. Dari jenis komentarnya, jelas bahwa mereka adalah orang yang sependapat dengan anda; mereka bukan Jokower yang anda anggap sebagai oknum yang selalu “blingsatan” membaca tulisan anda. Di samping itu, masih banyak ratusan komentar yang saking kasarnya, saya tak tega untuk meng-capture-nya. Bapak, memang benar adanya, bahwa pemimpin yang “dinabikan” oleh umatnya adalah sebuah hal yang berbahaya. Namun demikian, tak kalah berbahayanya apabila seorang pemimpin “diibliskan” oleh rakyatnya sendiri. Tidak seperti komentar pro-Jokowi yang kerap anda hapus, komentar seperti itu rupanya masih bebas berkeliaran di luar sana. Apakah itu yang anda inginkan? Semoga tidak.

 

Bapak Jonru,

 

Seperti anda, saya juga pernah merasakan bangku kuliah. Tentu anda masih ingat kaidah akademik dasar, bahwa setiap tulisan haruslah bisa dipertanggungjawabkan. Daripada sekedar men-share berita, mungkin anda bisa menelurkan sebuah buku yang dikhususkan untuk mengkritik kebijakan pemerintah. Atau apabila itu dirasa masih berat, anda juga bisa menulis kolom opini tentang kelemahan-kelemahan pemerintah pada periode ini. Bukankah portal-portal opini ilmiah seperti itu sudah banyak beredar baik online maupun offline? Sebagai seorang penulis, tentu saja itu bukan sebuah hal yang sulit bagi anda kan? Karena jujur, saat kuliah dulu, mengevaluasi kebijakan pemerintah adalah bukan hal main-main, saya perlu melakukan riset mendalam agar argumen kita dapat dipertanggungjawabkan. Pun, saya juga tak boleh menggunakan sumber seperti blog, Wikipedia, atau selentingan di luar sana. Bahkan, tidak sembarang portal berita dapat kita gunakan sebagai rujukan. Harap maklum, di era seperti ini, tanggung jawab adalah hal langka: siapapun ingin menjawab, tapi hanya segelintir yang mau menanggung. Selain itu, dengan nama anda yang sudah tersohor, mungkin anda bisa mengirim inbox pribadi kepada Presiden Jokowi. Urusan dibaca, ditaati, atau tidak, sekali lagi, itu urusan beliau dengan Allah. Sebenarnya ada banyak metode mengkritik pemerintah yang lebih tepat sasaran, dan tak menimbulkan konflik di antara yang pro maupun kontra dengan anda. Kalau hanya sekedar menshare berita dan memberikan komentar pedas, maaf, sepupu saya yang duduk di bangku SD juga sudah mahir melakukannya.

 

Bapak Jonru,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun