Selain itu, di tahun 1966 tepatnya pada tanggal 28 September  ia memberikan kontribusi yang aktif terhadap kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB yang sempat mengundurkan diri karena pengangkatan Malaysia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan. Konflik ini terkait dengan pembentukan Negara Federasi Malaysia. Berawal pada pertengahan abad ke-18, yang saat itu wilayah Malaya telah berada di bawah penguasaan Inggris. Hingga pada akhirnya Inggris memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Malaysia pada tanggal 8 Februari 1956. Lima tahun setelahnya, tepatnya pada tahun 1961, terjadi upaya pembentukan Negara Federasi Malaysia. Rencananya adalah menggabungkan Persekutuan Tanah Melayu, Singapura, Sarawak, Brunei, dan Sabah menjadi satu kesatuan negara. Namun, rencana ini mendapat penolakan dari Presiden Soekarno yang meyakini bahwa Malaysia hanyalah alat kendali Inggris yang dapat mengancam kemerdekaan Indonesia. tidak hanya Indonesia yang menolak hal ini, Filipina juga menolak gagasan tersebut dan mengklaim hak atas Sabah, merujuk pada sejarah Kesultanan Sulu yang memiliki hubungan historis dengan daerah tersebut. Akibat ketegangan ini, muncul Konfrontasi Indonesia-Malaysia.
Konflik Indonesia dan Malaysia dipandang tidak cocok dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Pemerintah berupaya menormalisasi hubungan kedua negara melalui konferensi di Bangkok. Upaya yang dilakukan untuk mengakhiri ini dimulai dengan mengirim tim delegasi yang dipimpin oleh Adam Malik, Menteri Luar Negeri Indonesia, ke Bangkok, Thailand, pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1966. Hasil dari perundingan ini dikenal sebagai Persetujuan Bangkok. Normalisasi hubungan antara Indonesia dan Malaysia mencapai puncaknya pada tanggal 11 Agustus 1966, dengan upacara penandatanganan persetujuan di Gedung Pancasila yang disaksikan oleh Jenderal Soeharto, ketua Presidium Kabinet Ampera. Setelah penandatanganan, kedua Menteri Luar Negeri berjabat tangan dan disambut dengan tepuk tangan meriah dari para hadirin. Dengan demikian, secara resmi konflik antara Indonesia dan Malaysia yang berlangsung selama tiga tahun berhasil diselesaikan oleh Orde Baru, yang saat itu memegang kekuasaan.
Setelah dibubarkannya Kabinet Dwikora II, kabinet pemerintahan berganti menjadi Kabinet Ampera I yang juga mengangkat Adam Malik sebagai Menteri Luar Negeri. Sebagai Menteri Luar Negeri dalam kabinet ini, Adam Malik ikut berperan sebagai perunding dengan negara lain terhadap rescheduling utang Indonesia pada masa Orde Lama Rescheduling diartikan sebagai penjadwalan ulang. Dapat dikatakan bahwa resceduling ini adalah tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah pembiayaan dengan menyesuaikan ulang jadwal pembayaran utang Indonesia pada masa Orde Lama.
Selain itu Adam Malik sendiri tidak terlepas dari perannya sebagai salah satu pendiri ASEAN (Association of Southest Asian Nations) yang berdiri pada 8 Agustus 1967. Beliau mengajukan gagasan pembentukan organisasi regional Asia Tenggara yang bekerja sama antar negara-negara Asia Tenggara yang bertujuan untuk mempromosikan perdamaian dan stabilitas kawasan. Dan pada tanggal 5-8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. Dilaksanakannya pertemuan antara lima menteri luar negeri dari perwakilan Negara-negara Asia Tenggara yaitu, Tun Abdul Razak (Malaysia), Sinnathamby Rajaratnam (Singapura), Narciso Ramos (Filipina), Thanat Koman (Thailand), dan Adam Malik perwakilan dari Indonesia. Pada pertemuan ini kemudian menghasilkan Deklarasi Bangkok yang berisi :
1. Mendorong pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan kebudayaan di wilayah Asia Tenggara.
2. Memperkuat perdamaian dan stabilitas regional.
3. Meningkatkan kolaborasi dan bantuan saling antar negara dalam berbagai bidang seperti ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi untuk kepentingan bersama.
4. Menjaga hubungan kerjasama yang erat di tengah-tengah organisasi regional dan internasional.
5. Meningkatkan kerjasama untuk meningkatkan kualitas pendidikan, pelatihan, dan riset di kawasan Asia Tenggara.
Pada tahun 1967 tepatnya di bulan Maret, pemerintahan di serahkan kepada Soeharto dengan keputusan sidang istimewa MPRS. Kabinet pemerintahan dari Kabinet Ampera I diganti menjadi Kabinet Ampera II. Di sini Adam Malik kembali diangkat menjadi Menteri Luar Negeri pada Kabinet ini. Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, dia berperan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain, termasuk membatasi utang Indonesia yang tersisa dari Orde Lama.
 Pada tahun 1968, Kabinet pada pemerintahan Soeharto diperbarui dan berganti nama menjadi Kabinet Pembangunan I. Di kabinet ini Adam Malik kembali diangkat menjadi Menteri Luar negeri. Tidak sampai di tahun itu saja, jabatan sebagai menteri luar negeri ini berlanjut di tahun 1973 yaitu pada Kabinet Pembangunan II. Dapat disimpulkan bahwa Adam Malik merupakan Menteri Luar Negeri yang menjabat paling lama setelah Dr. Soebandrio, yaitu dari mulai Kabinet Dwikora I, di lanjut pada Kabinet Ampera II, kemudian Kabinet Pembangunan I, dan sampai Kabinet Pembangunan II di tahun 1966 sampai 1978.