Belasan kambing dan sapi digiring ke halaman masjid. Hewan-hewan kurban yang sudah siap disembelih itu diikatkan ke tiang pancang yang sudah disiapkan sebelumnya. Anak-anak terlihat mengelilingi mereka, memberi makan dan mengajak ngobrol.
Keesokan harinya, seusai Sholat Idul Adha, kambing dan sapi-sapi itu disembelih. Gema takbir mengiringi nafas terakhir mereka.
Bapak-bapak mempersiapkan diri, memotong daging menjadi potongan-potongan kecil lalu dibagikan kepada seluruh masyarakat yang ada di sekitar pulau. Para penerima daging kurban pun memasak bersama-sama. Ada yang dibakar jadi sate, digulai, ada pula yang direndang.
Familiar sekali kan dengan cerita di atas? Idul Adha selalu menghadirkan momen yang indah bagi kita semua. Saat di mana kita bisa berkurban dan merasakan nikmatnya berbagi kepada sesama.
Tahukah Anda? Di pedalaman sana, umat muslim yang jumlahnya minoritas juga melaksanakan kurban dengan sama bahagianya. Namun, jangan bayangkan kurban di sana sama dengan kita. Karena keterbatasan, banyak hal-hal unik yang mungkin sangat berbeda dengan yang kita alami.
Penasaran? Yuk kita simak bersama. Uniknya mencari kurban di pedalaman:
Mission Impossible: Mencari Kambing di Pedalaman!
Tak seperti kita yang mencari hewan kurban semudah mencari permen. Apalagi menjelang Idul Adha di setiap jalan bermunculan baliho-baliho yang menawarkan hewan kurban. Di pedalaman sana mencari hewan kurban menjadi sesuatu hal yang tidak mudah.
Kami harus menghubungi peternak lokal di setiap daerah yang menjual hewan kurban siap sembelih. Rendahnya daya beli masyarakat membuat tidak banyak opsi yang bisa dijadikan pilihan untuk berkurban.
Sebab jumlah peternak di pedalaman juga bisa dihitung dengan jari, apabila dibandingkan dengan profesi lain seperti nelayan atau petani.
Meski begitu, peternak lokal yang dibeli hewannya sangat bersyukur sekali. Jarang-jarang mereka mendapati ternaknya dibeli dengan jumlah sebanyak itu. Biasanya, sebulan paling hanya bisa menjual 1 atau 2 kambing saja.
Menerjang Ombak untuk Mengantar Kambing
Bila Anda seringkali melihat hewan-hewan kurban yang diantar menggunakan truk atau mobil pick-up, maka itu tidak berlaku di pedalaman.
Contohnya saja di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Daerah ini memiliki 1.192 pulau yang tersebar dan masing-masing saling berjarak satu sama lain.
Tak jarang kambing harus dibeli dari pulau yang berbeda, sehingga harus diantar menggunakan kapal atau perahu seadanya. Tidak jarang pula, para pengantar harus menggendong kambing dari pinggiran laut hingga ke dermaga jika kapal tidak bisa tertambat di sana.
Teriak Panggil Kambing Kurban
Keunikan lainnya dari kegiatan kurban di pedalaman ini, cara para peternak memanggil kambing-kambing liar yang ada di gunung. Caranya berteriak dengan nada tertentu, metode yang sangat unik dalam mencari hewan kurban. Rasanya jadi mirip tarzan ya yang lagi panggil kawanan hewan.
Para pencari kurban akan meneriakkan "Uwoo!" dengan nada yang tinggi. Sambil berjalan menyusuri tebing batu. Tak lama setelah itu, beberapa kawanan kambing akan turun dari gunung batu. Nah, saatnya tim lain yang bergerak menggiring kambing untuk diikat dan dibawa naik ke perahu.
Kambing-kambing inilah yang nantinya akan didistribusikan ke berbagai pulau pedalaman sekitar NTT untuk dikurbankan. Tentunya ada proses seleksi dulu. Kambing yang dipilih harus sesuai dengan syarat sah hewan kurban. Supaya proses kurban di pedalaman berjalan dengan benar.
Selain poin unik saat mencari hewan kurban, momen yang tak kalah seru lainnya adalah saat pendistribusian hewan kurban. Betapa aura bahagia sangat terpancar di wajah saudara-saudara kita di sana dengan adanya program Kurban di Pedalaman ini.
Harmonisnya Pembagian Kurban
Kurban merupakan momen satu kali dalam satu tahun, walau menjadi mayoritas, umat non-muslim di pedalaman juga ikut andil dalam proses ini. Mulai dari sembelih, mencacah daging, memasukkannya ke dalam kresek-kresek, hingga proses pembagian daging.
Tanpa memandang perbedaan, seluruh masyarakat secara harmonis saling bergotong royong dan membantu satu sama lain. Bahkan, ada pula masyarakat nonmuslim yang ingin ikut menyembeli hewan kurban.
Namun, karena dalam syariat Islam hanya boleh umat muslim yang menyembelih hewan kurban, maka masyarakat nonmuslim bisa ikut andil dalam bagian pencacahan daging dan distribusinya.
Momen Berkumpul Bersama
Sebagian besar masyarakat di pedalaman NTT berprofesi sebagai nelayan dan petani, sehingga jarang sekali masyarakat bisa berkumpul dalam satu waktu. Kurban di pedalaman menjadi momen yang menyatukan mereka.
Namun, tidak semua bisa berkumpul dalam satu titik untuk kemudian mengolah hewan kurban bersama-sama. Ada sebagian masyarakat yang tinggal di pulau terpencil dan akses jalan ke sana sangatlah sulit.
Maka daging pun diantarkan hingga ke depan pintu mereka. Mereka akan menerima dengan senyum tulus dan mata yang berkaca-kaca karena dalam satu tahun belakangan baru ini bisa merasakan lezatnya daging kurban.
Begitulah keunikan kurban di pedalaman. Mulai dari pencarian hewan, pengantaran, pengolahan, hingga distribusi daging hewan ke masyarakat. Bukan perkara yang mudah memang, tapi tetap tidak mengurangi kebahagiaan mereka dalam melaksanakannya.
Anda bisa juga ikut menghadirkan lebih banyak senyuman di pedalaman. Dengan cara berkurban secara online melalui Insan Bumi Mandiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H