Mohon tunggu...
Wafiq Azizah
Wafiq Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - profesi mahasiswi

I am Wafiq Azizah, a student who shows deep interest in writing and articles. My ability to write is not only a hobby, but also a means of conveying thoughts and ideas that are useful to readers. I continue to strive to develop my writing skills, with the hope of making a significant contribution to the field of literacy and education.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Palestina: Tanah Air yang Tak Pernah Hening

24 Januari 2025   18:31 Diperbarui: 24 Januari 2025   18:31 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Di sebuah sudut dunia yang menjadi saksi bisu sejarah panjang umat manusia, terdapat tanah yang terus menjadi pusat perhatian dunia—tanah Palestina. Sejak ribuan tahun lalu, kawasan ini selalu diperebutkan oleh banyak peradaban, menjadi ladang harapan sekaligus luka yang tak kunjung sembuh. Apa yang membuat tanah ini begitu istimewa? Mengapa konflik di wilayah ini seolah tak pernah mencapai ujung perdamaian?

Dari Tanah yang Dijanjikan hingga Perebutan Kekuasaan

Palestina, yang mencakup Yerusalem dan sekitarnya, memiliki nilai spiritual yang luar biasa bagi tiga agama besar: Islam, Kristen, dan Yahudi. Bagi umat Islam, tanah ini adalah tempat berdirinya Masjid Al-Aqsa, kiblat pertama umat Islam dan saksi peristiwa Isra’ Mi’raj. Dalam tradisi Kristen, wilayah ini adalah tempat kelahiran dan pelayanan Yesus Kristus, sementara bagi Yahudi, tanah ini dikenal sebagai "Tanah yang Dijanjikan" dalam kitab suci mereka.

Namun, sejarah Palestina tak hanya tentang nilai religiusnya. Sejak zaman kuno, tanah ini memiliki posisi strategis sebagai penghubung antara Asia, Afrika, dan Eropa. Letaknya yang strategis menjadikannya incaran banyak kekuatan besar, dari Mesir kuno, Romawi, hingga kekhalifahan Islam.

Era Penjajahan dan Awal Konflik Modern

Pada abad ke-20, situasi Palestina semakin rumit. Setelah runtuhnya Kekhalifahan Utsmaniyah pada akhir Perang Dunia I, wilayah ini berada di bawah mandat Inggris. Di masa inilah gerakan Zionisme—yang bertujuan mendirikan negara Yahudi di Palestina—menguat, sementara penduduk asli Palestina, yang mayoritas adalah bangsa Arab, menolak keras rencana tersebut.

Deklarasi Balfour pada tahun 1917, yang menyatakan dukungan Inggris untuk pendirian “tanah air nasional” bagi bangsa Yahudi di Palestina, menjadi titik awal dari konflik modern. Gelombang imigrasi Yahudi ke Palestina meningkat, terutama setelah tragedi Holocaust di Eropa. Pada tahun 1948, berdirilah negara Israel di sebagian besar wilayah Palestina, memicu perang besar dengan negara-negara Arab di sekitarnya.

Pengusiran, Pendudukan, dan Harapan yang Pudar

Pendirian Israel membawa dampak besar bagi penduduk Palestina. Ratusan ribu warga Palestina dipaksa meninggalkan rumah mereka, menjadi pengungsi di tanah sendiri atau di negara tetangga. Konflik yang terus berlanjut melahirkan pendudukan wilayah oleh Israel, termasuk Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Hari ini, tanah Palestina terbagi menjadi wilayah yang terfragmentasi, dipenuhi pos-pos pemeriksaan, pemukiman ilegal, dan dinding pemisah. Setiap upaya perdamaian sering kali kandas di tengah kepentingan politik global dan lokal yang saling bertentangan.

Mengapa Perdamaian Sulit Tercapai?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun