Pada tanggal 10 Juli tahun 2019, aku seorang anak perempuan bungsu dari dua bersaudara memutuskan untuk merantau ke Bandung. Tujuannya adalah untuk melanjutkan pendidikan di jenjang SMK, tepatnya di salah satu sekolah kejuruan yang berada di Kabupaten Bandung Barat. Di sana, aku tinggal di asrama yang telah disediakan oleh sekolah-ku.
 Banyak yang bertanya, "Mengapa harus merantau sejak lulus SMP? Apakah ini paksaan dari orang tua?" Jawabanku selalu sama: tidak. Semua ini murni atas keinginanku sendiri. Aku ingin mandiri sejak saat itu.
Hari-hari awal terasa sangat berat. Perbedaan yang kurasakan begitu nyata---mulai dari bahasa, adat istiadat, hingga budaya. Semuanya sangat berbeda dibandingkan dengan kehidupanku di Bengkulu. Aku, yang lahir dan dibesarkan di Bengkulu, tiba-tiba harus menjalani hidup sendirian di Bandung tanpa satu pun sanak saudara di sampingku. Rasanya sungguh berat. Saking beratnya, bahkan untuk mengenang masa-masa itu pun aku hampir tak sanggup. Jika bukan karena menulis cerita pendek ini, mungkin aku tak akan pernah lagi mengulik masa-masa kelam itu.
Namun, di tengah segala kesulitan itu, aku tahu bahwa menyerah bukanlah pilihan. Ayah dan ibu pasti akan sedih jika aku pulang dengan kegagalan. Aku harus membuktikan bahwa aku bisa, aku mampu, aku kuat, dan aku akan bertahan di Bandung. Batin aku terus bergejolak, mengingatkan pada didikan tegas ayah yang membentuk mental aku menjadi tangguh. Prinsipku sederhana: siapa yang bertahan, dialah yang akan menang.Â
 "Apapun yang terjadi di sini, cukup aku simpan sendiri. Aku tak ingin membuat orang tuaku khawatir atau kepikiran tentang keadaanku di sini."
Hari-hari di asrama dan sekolah tidaklah semudah yg dibayangkan. Aku harus beradaptasi dengan lingkungan yang benar-benar baru. Bagaimana tidak? Pada usia 15 tahun, aku sudah harus berhadapan dengan kerasnya kehidupan di perantauan. Hanya modal tekad dan impian yang aku bawa. Tapi, syukurlah, masa-masa itu kini telah berlalu.
Meskipun awalnya terasa berat, perlahan aku mulai menemukan ritme dalam kehidupan baruku. Di SMK, aku cukup aktif dalam berbagai kegiatan sekolah. Aku bergabung menjadi anggota OSIS, ikut serta sebagai panitia acara tahunan sekolah, dan beberapa kali didaulat menjadi MC dalam acara-acara besar sekolah. Salah satu pengalaman yang paling berkesan adalah ketika aku menjadi tokoh utama dalam lomba film pendek tingkat nasional. Film yang kami buat berhasil meraih juara favorit dengan jumlah likes dan views terbanyak di YouTube. Prestasi ini membuatku merasa semua perjuanganku tak sia-sia.
Tahun demi tahun berlalu, dan kini aku telah menginjak kelas 12 SMK, yang berarti ini adalah tahun terakhir sebelum hari kelulusan tiba. Kegiatan di tahun terakhir ini sangatlah padat, banyak tugas-tugas sekolah yang harus aku selesaikan, salah satunya adalah UJIKOM atau Uji Kompetensi Keahlian.
UJIKOM berlangsung selama tiga bulan dan siswa-siswi dibagi sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. Saat aku melihat daftar nama yang ditempel di kaca jendela, ada satu nama laki-laki yang langsung menarik perhatianku. 'Oh, aku sekelas sama dia ya? Dia yang mana sih? Aku jadi penasaran,' pikirku dalam hati.