Mereka adalah bagian dari elemen masyarakat yang turut melanggengkan kekuasaan Orda Baru saat itu. Mereka jugalah yang turut ambil bagian dalam menyumbangkan era "kegelapan demokrasi" di Indonesia. Namun demikian, kemudian mereka tampil sebagai orang yang merasa paling demokratis dan paling reformis.
Partai pemerintah menjadi bahan hujatan di mana-mana, termasuk oleh mantan kader-kadernya sendiri. Kader-kader lama ini beramai-ramai hijrah ke partai-partai baru.Â
Mereka bermetamorfosis dan "reinkarnasi" menjelma menjadi insan baru dengan baju baru, tetapi seratus persen dengan otak lama. Hanya beberapa orang yang istiqomah mengurusi partai lama yang nyaris bubar itu, dan kelak membuahkan hasil, terbukti masih bertahan sebagai salah satu partai politik besar hingga kini.
Pasca Soeharto jatuh, pemilu kita diikuti oleh sekian banyak kontestan partai politik. Sejumlah partai politik lahir, yang rata-rata mengusung gerakan demokratisasi, padahal isinya adalah orang-orang lama.Â
Orang-orang baru bercampur dengan orang-orang lama. Pejuang demokrasi bercampur dan bersinergi dengan psedo-demokrasi. Ada partai politik yang berhaluan sekuler, ada juga yang berlabel agama.Â
Di partai-partai politik yang sekuler ternyata juga banyak orang-orang yang sektarian, begitu pula di partai-partai yang berlabel agama tidak sedikit orang-orang yang berpikiran sangat liberal, dan lebih toleran daripada mereka yang bernaung di bawah partai sekuler.Â
Pada pokoknya, partai politik hanyalah label, sepi dari ideologi yang jelas. Ideologi hanyalah pemanis bibir yang menempel pada merek dagang untuk menarik simpatisan belaka.
Akhir-akhir ini di media arus utama dan di media sosial ramai diperbincangkan tentang sekelompok elemen masyarakat yang menginginkan untuk mengembalikan arah perjalanan bangsa ini. Mereka melontarkan sejumlah kritik kepada pemerintah yang sedang berkuasa saat ini.
Sebagaimana diberitakan Kompas.tv (18/8), Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) bertempat di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat menyampaikan delapan tuntutan.Â
Gerakan yang digagas oleh sejumlah tokoh nasional ini mendapatkan reaksi yang pro dan kontra. Tidak perlu membutuhkan paranormal yang sakti atau analis politik untuk menebaknya, mereka yang kontra adalah para pendukung pemerintah. Berbagai reaksi pun muncul dengan aneka warna dan bentuknya.