Aktivitas minum kopi telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia, khususnya anak muda. Saat ini, minum kopi bukan hanya menjadi kebiasaan sehari-hari, namun juga menjadi bagian dari budaya yang memiliki berbagai dimensi. Bahkan katanya, minum kopi di pagi hari sering kali dikaitkan dengan momen introspeksi singkat sebelum memulai aktivitas sibuk.
Namun, tahukah kamu? Bahwa kopi atau dalam bahasa arab 'Qohwah' memiliki nilai keistimewaan yang tinggi dari pada minuman yang lainnya. Selain karena cita rasa paitnya yang diminati dan khasiatnya yang tak bisa diragukan dalam menangani rasa kantuk, ternyata dari zaman dahulu Ngopi sudah menjadi tradisi diantara ulama' dan para sufi. Bahkan beberapa tokoh besar sufi menuliskan faedah-faedah kopi dalam bait-bait syair dan kitabnya. Akan tetapi dalam popularitasnya ini, tak sedikit pula ulama' yang kemudian membahas dan menyinggung hukum kebolehan kopi.
Mengutip dari nuonline.id mengenai pembahasan kopi yang ditulis oleh Moh Nasirul Haq beliau menuliskan 'diantara ulama' yang saya temukan komentarnya dalam kajian saya yakni seperti yang dikutip oleh Al Allamah Abdul Qodir Bin Muhammad Al Jaziry dalam kitabnya Umdatus Shofwah fi Hukmil Qohwah, banyak ulama yang berfatwa mengenai hukum kebolehan meminum kopi seperti Syidi Syeh Zakariya Al anshori, Syidi Syeh Abdurrohman Bin Ziyad , Syidi Syeh Zarruq Al Maliki Al Maghribi, Syidi Syeh Abu Bakr bin Salim Attarimi, dan Syidi Syeh Abdulloh Al Haddad.
Nama-nama yang telah disebut di atas merupakan tokoh tokoh besar sufi. Tidak hanya berfatwa bahkan banyak juga ulama yang telah mengarang kitab yang isinya membahas Khusus mengenai hukum kopi dan faidah meminum kopi, diantaranya Sayyid Al Allamah Abdurrohman bin Muhammad Al Aidrus dalam Risalah Inusi as-Shofwah bi Anfusi al-Qohwah, juga Al Imam Al Faqih Syeh Bamakhromah mengarang syair tentang kopi yang Syairnya di komentari oleh banyak ulama.
Al Imam Ibnu Hajar Al Haitami berkomentar:
ثم اعلم ايها القلب المكروب أن هذه القهوه قد جعلها اهل الصفاء مجلبة للأسرار مذهبة للأكدار وقد اختلف في حلها اولا وحاصل ما رجحه ابن حجر في شرح العباب بعد ان ذكر أنها حدثت في اول قرن العاشر . ان للوسائل حكم المقاصد ،فمهما طبخت للخير كانت منه وبالعكس فافهم الأصل.
Artinya:
"Lalu ketahuilah duhai hati yang gelisah bahwa kopi ini telah dijadikan oleh Ahli shofwah (orang orang yang bersih hatinya) sebagai pengundang akan datangnya cahaya dan rahasia Tuhan, penghapus kesusahan. Para ulama berbeda pendapat akan kehalalannya, namun alhasil yang diunggulkan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Syarhul Ubab setelah penjelasan bahwa asal usul kopi di awal abad kesepuluh hijriyah memandang dari Qoidah 'bagi perantara menjadi hukum tujuannya' maka selama kopi ini dimasak untuk kebaikan maka mendapat kebaikannya begitu juga sebaliknya, maka fahami asalnya."
Bagi para ulama' sufi. Kopi memiliki filosofi. Tak hanya menyehatkan bagi tubuh, tapi kopi juga disebut sebagai sarana taqorrub ilallah (Mendekatkan diri kepada Allah). Mengutip dari akun instagram @sirajun dalam penemuan biji kopi, Imam Abul Hasan Assyadzili mendahului Imam Abu Bakr al-Aydrus. Sehingga Imam Abul Hasan adalah penemu biji kopi, sedangkan Imam Abu Bakr Al-Aydrus adalah penyebar kopi di berbagai tempat. Beliau menggubah syair mengenai kopi sebagai berikut; "Wahai orang-orang yang asyik dalam cinta sejati dengan-Nya, kopi membantuku mengusir kantuk. Dengan pertolongan Alloh, kopi menggiatkanku taat beribadah kepada-Nya di kala orang-orang sedang terlelap."
Dalam kata 'Qahwah' (kopi) : 'qaf' adalah quut (makanan),'ha' adalah hudaa (petunjuk), 'wawu' adalah wud (cinta), dan ha' adalah hiyam (pengusir kantuk).
Memang jelas sekali bahwa Ulama Sufi ketika menikmati kopi tiada lain adalah agar supaya bisa menolak rasa ngantuk jika akan beribadah dan menjadikan tubuh bersemangat untuk berdzikir kepada Allah SWT.
Dalam konteks tasawuf, kopi memang memiliki nilai tersendiri. Diceritakan oleh Sayyid Nahlawi Ibnu Sayyid Khalil, ada kisah khusus khusus ihwal kopi dan seorang sufi dari tanah Maghribi. Ia beroleh cerita dari gurunya, Syaikh Salim Samarah. Suatu waktu, sang sufi itu menanyakan langsung soal kopi kepada Nabi Muhammad. Perjumpaan itu dilakukan dalam kondisi sadar, dalam literatur tasawuf, para sufi disebut bukan saja bisa berjumpa Nabi dalam keadaan terjaga melainkan juga dalam keadaan tidur atau melalui mimpi.
"Wahai Rasulullah SAW, saya suka meminum kopi," kata Sufi tersebut. Tanpa banyak kata, Nabi Muhammad SAW langsung memerintahkan sang sufi untuk membaca doa "khusus" saat hendak menyeruput kopi.
اللهم اجعلها نورا لبصري وعافية لبدني وشفاء لقلبي ودواء لكل داء يا قوي يا متين ثم يتلو البسملة.
"Ya Allah, jadikanlah kopi yang saya teguk sebagai cahaya bagi penglihatanku, kesehatan bagi badanku, penawar hatiku, obat bagi segala penyakit, duhai zat yang Maha Kuat dan Maha Teguh ....Kemudian membaca bismillah."
Di dalam kitab Tadzir An-Nas dan Tazkirah Al-Nas halaman 177, dan halaman 117 disebutkan bahwa, Sayyid Ahmad bin Ali Bahr Al Qudaimi berjumpa dengan Nabi Muhammad dalam keadaan terjaga, ia berkata kepada Nabi . "Wahai Rasulullah, aku ingin mendengar hadits langsung darimu tanpa perantara orang lain." Nabi Muhammad kemudian bersabda :
“𝑺𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂 𝒃𝒂𝒖 𝒌𝒐𝒑𝒊 𝒊𝒏𝒊 𝒎𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒕𝒆𝒓𝒄𝒊𝒖𝒎 𝒂𝒓𝒐𝒎𝒂𝒏𝒚𝒂 𝒅𝒊 𝒎𝒖𝒍𝒖𝒕 𝒔𝒆𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈, 𝒎𝒂𝒌𝒂 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒎𝒂 𝒊𝒕𝒖 𝒑𝒖𝒍𝒂 𝒎𝒂𝒍𝒂𝒊𝒌𝒂𝒕 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒓𝒊𝒔𝒕𝒊𝒈𝒉𝒇𝒂𝒓 (𝒎𝒆𝒎𝒊𝒏𝒕𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒂𝒎𝒑𝒖𝒏) 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌𝒏𝒚𝒂.”
Dari hadis inilah beragam bentuk komentar dikemukakan. Banyak yang menilai bahwa hadis tersebut merupakan hadis palsu dan bagian dari Khurafat yang beredar di kalangan para sufi. Sebab hadits inilah yang di dapat oleh Ahmad Ali Bahr Al-Qudaimi. Lalu Benarkah adanya hadis ini? Atau hal ini hanya sebuah Spekulasi untuk semakin meyakinkan keistimewaan kopi?
Jika melihat hadis secara kontekstual, ini semua tidak benar sama sekali, berbicara tentang perkara ghaib itu memerlukan dalil dari wahyu bukan ucapan, cerita-cerita, hikayat-hikayat, apalagi hanya berupa mimpi-mimpi yang kita tidak ketahui kejelasannya secara ilmiyyah.
Disebutkan dalam salah satu fatwa:
القهوة لم تكن -قطعًا- على عهد النبي -صلى الله عليه وسلم-، وأنه ليس عنه ولا عن أحد من الصحابة ولا التابعين نص في مدحها أو ذمها؛ فما ذكر من أن الملائكة تستغفر لشاربها كلام باطل مقطوع ببطلانه ونكارته، وكذا ما يذكر من أن من يكره شربها ممسوس فهو من الأقوال المنكرة الباطلة، التي لا أصل لها، وكم من الفضلاء ممن يكرهون شرب القهوة، وكم منهم من يتعاطاها، والخلاصة: أنها من الشراب المباح الذي لا يمدح ولا يذم
"Kopi itu secara meyakinkan tidak ada di zaman Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam. Tidak ada keterangan dari beliau tidak pula dari sahabat beliau tidak pula dari tabiin yang memuji ataupun mencela kopi.
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata :
Pemahaman ini sangat bermasalah, jika hadits itu dipahami sebagaimana dzahirnya (bahwa orang bisa bertemu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di luar mimpi) tentu mereka semua menjadi sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Sehingga mungkin saja masa sahabat itu terus berlangsung sampai hari kiamat. Dan ini terbantahkan dengan adanya banyak orang yang bermimpi ketemu beliau, namun tidak ada satupun diantara mereka bahwa dirinya melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di alam sadar. (Fathul Bari, 12/385).
Jadi, apa yang disebutkan bahwa malaikat memintakan ampun bagi orang yang minum kopi adalah ucapan batil dan mungkar. Demikian pula apa yang disebutkan bahwa orang yang menolak minum kopi adalah orang dungu ini adalah ucapan yang batil lagi mungkar yang tidak ada asalnya sama sekali.
Betapa banyak orang yang mulia tidak suka minum kopi, dan betapa banyak dari mereka yang menyukainya. Kesimpulannya, kopi ini adalah minuman yang mubah/boleh yang tidak ada dalil memuji ataupun mencelanya."
menjelaskan sedikit mengenai penyikapan hadis bahwa Mimpi adalah pengalaman yang dialami atau dilihat seseorang saat tertidur, mimpi juga disebut angan-angan. istilah "Ar-Ruya" dan "Al-Hulm" sama-sama berati mimpi, biasanya "Ar-Ruya" digunakan untuk mimpi yang indah dan baik, sedangkan "Al-Hulm" digunakan untuk mimpi yang buruk atau jahat yang berasal dari syaitan.
dan Hadis kopi yang diterima dari mimpi mempunyai banyak syadz dan illat pada jalur sanad dan tidak mencukupi syarat-syarat hadis yang dapat diterima, maka hadis tersebut tergolong kepada hadis maudhu atau hadis palsu.
Al-Adlabi menetapkan empat kriteria kritik matan hadis yakni Tidak bertentangan dengan al-Quran al-Karim, Tidak bertentangan dengan hadis dan sirah nabawiyah yang sahih, Tidak bertentangan akal, indera dan sejarah, Tidak mirip dengan sabda kenabian. Apabila terdapat salah satu dari kriteria tersebut dalam matan hadis maka dapat diyatakan hadisnya tidak sahih. Dalam kritik matan hadis, hadis kopi yang diterima oleh sufi melalui mimpi termasuk ke dalam hadis yang bertentangan akal, indra dan sejarah dan tidak mirip dengan sabda kenabian.
Wallahua'lam bisshowab
oleh; Mahasiswa Semester satu (bahwa tugas seorang murid adalah belajar-belajar dan terus belajar. (Surabaya, 5 desember 2024/06:57))
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H