Mohon tunggu...
Rinaldi Abrakadabra™
Rinaldi Abrakadabra™ Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Anak muda

Anak muda yang rajin beribadah, sesungguhnya telah kehilangan masa mudanya.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Setelah Foto Palsu Rohingnya, Kini Profil Mualaf Palsu Muncul di Media Online Mainstream

19 Agustus 2012   07:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:32 21214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_207612" align="aligncenter" width="523" caption="Republika mencatut foto Prof. Xinsheng Sean Ling dari Brown University sebagai tokoh fiktif “Demitri Bolykov”. Beginikah kualitas media mainstream? – Grafis gambar oleh saya sendiri. Sumber foto dari Republika (http://www.republika.co.id) dan situs Brown University (http://research.brown.edu)."][/caption] SAYA cukup terkejut sekaligus kecewa, setelah di Minggu pagi buka internet, dikirimi artikel dari blog teman yang menguak kepalsuan data Republika dan Detik.com –dua buah media online ternama di Indonesia.

Semua berawal dari dua situs berikut ini, Republika dan Detikcom yang sama-sama mengulas tentang ilmuwan fisika yang menjadi mualaf karena keilmuwannya.

Sosok yang diberitakan sebagai ilmuwan mualaf itu adalah Demitri Bolykov, seorang ilmuwan asal Ukraina yang masuk Islam setelah melakukan sejumlah penelitian ilmiah. Bolykov, bersama rekan satu timnya Nicolai Kasinikov, melakukan percobaan tentang perputaran bumi pada porosnya, yang ujungnya menyimpulkan bahwa kutub magnet bisa berubah, dan bumi bisa berputar ke arah sebaliknya. Hal ini, sebagaimana tersirat dalam tulisan Detikcom, membenarkan ajaran kepercayaan Islam bahwa di hari kiamat matahari bisa terbit dari sebelah barat.

Oke, saya tidak akan membahas dari segi benar-salahnya teori tersebut secara fisika. Saya juga tidak akan membahas soal benar-salahnya agama Islam. Saya tertarik pada kecerobohan redaktur Republikaonline dan Detikcom dalam mengangkat suatu issue, mengingat dua media tersebut adalah media cukup ternama di Indonesia, yang semestinya bisa jadi acuan informasi.

Cerita Demitri Bolykov jadi mualaf tersebut, telah lama saya baca di sebuah blog di internet. Artinya, cerita tersebut memang bukan pertama kali muncul di Republikaonline maupun Detikcom. Sejak pertama kali membaca kisah tersebut, saya sudah menduga bahwa kisah tersebut cuma hoax internet yang menjadi viral. Banyak kok kisah mualaf palsu yang beredar di internet, salah satunya adalah kisah Jaques Cousteau masuk Islam yang tidak jelas sumber asalnya dari mana. Sampai akhir hayatnya, Cousteau adalah penganut Katolik dan dimakamkan secara Katolik. Tidak pernah ada pernyataan resmi atau sumber internet resmi yang bisa dijadikan acuan valid bahwa Cousteau telah masuk Islam. Demikian pula kisah Neil Armstrong yang juga dikabarkan masuk Islam setelah mendengar adzan di Bulan.

Tokoh Fiktif

Baik Cousteau maupun Armstrong, adalah tokoh prominent yang kita semua telah kenal. Keduanya bukan sosok fiktif. Mudah mencari profilnya di ­google. Yang fiktif hanya cerita masuk Islamnya. Lain halnya dengan Demitri Bolykov dan Nicolai Kosinikov, keduanya tidak jelas siapa profilnya.

Siapakah Demitri Bolykov dan Nicolai Kosinikov? Jika anda search di google dengan kata kunci kedua tokoh tersebut, anda tidak akan menemukan apa-apa kecuali artikel hoax yang menyebut nama mereka. Jika ejaan nama kedua tokoh tersebut anda rubah sedikit, dengan asumsi barangkali Republika atau Detikcom keliru mengeja secara tepat nama tokoh tersebut, tetap saja anda tidak akan menemukan apa-apa yang relevan dengan fisika, kecuali cerita hoax tersebut.

Jika Demitri Bolykov dan Nicolai Kosinikov memang betul tokoh fisika, dengan karyanya yang diceritakan tersebut pasti merupakan sosok prominent di bidangnya, dan pasti tidak akan sulit mencari informasi dan profilnya via google. Bahkan, jika ejaan yang kita ketik salah pun, google akan secara otomatis mengkoreksinya. Dan pastinya, tidak akan sulit mengetahui bagaimana wajah tokoh-tokoh tersebut sehingga Republika dan Detikcom tidak sembarang menaruh foto orang lain yang diklaim sebagai Demitri Bolykov.

Ini kesalahan kedua: Republikaonline dan Detikcom telah gegabah memasang foto orang lain sebagai “Demitri Bolykov”. Lucu sekali! Apakah kedua media mainstream tersebut profesional? Apakah mereka memahami etika jurnalistik?

Siapakah profesor berwajah oriental yang dipajang sebagai Demitri Bolykov tersebut? Ternyata adalah Profesor Xinsheng Sean Ling dari Brown University! Bahkan dengan mudah kita bisa tahu email pribadinya: xsling@brown.edu

[caption id="attachment_207632" align="aligncenter" width="768" caption="Perbandingan hasil search di google antara profil ilmuwan asli dan palsu."]

1345375194713845342
1345375194713845342
[/caption] Silakan anda ketik nama Craig Venter atau Frans de Waal, atau bahkan Xinsheng Sean Ling, anda akan menemukan banyak sekali link berita, artikel, atau apapun tentang tokoh-tokoh tersebut. Craig Venter adalah ilmuwan yang berhasil menggubah bakteri sintetis tahun lalu. Sedangkan Frans de Waal adalah ahli primata dari Universitas Emory. Demitri Bolykov? Nicolai Kosinikov?

Kisah hoax di internet bukanlah barang baru. Sejauh ini, saya telah membaca banyak sekali informasi dan extraordinary claims yang tidak jelas asal muasalnya. Namun yang menyedihkan, adalah ketika cerita-cerita hoax tersebut dimuat di media mainstream seperti Republikaonline dan Detikcom.

Sejauh ini saya memandang Republikaonline cukup baik. Walaupun sajiannya cenderung bias ke arah Islam, saya pikir wajar asal masih berbasis fakta. Demikian juga Detikcom, yang walaupun dalam beberapa pemberitaan terkesan lebay, saya menilai masih dalam taraf kewajaran asalkan tetap berbasis fakta. Namun setelah membaca artikel berita di atas, sejujurnya saya mulai ragu terhadap kredibilitas dan kebenaran sajian media Republia dan Detikcom.

Media massa boleh bertendensi miring ke kiri maupun ke kanan. Tapi sebaiknya tetaplah menjunjung tinggi etika mendasar dalam jurnalistik, yaitu hanya memberitakan fakta, dan memperhatikan betul aspek “sumber berita”. Saya membayangkan, bagaimana kalau berita di Republika dan Detik tersebut diupload di Kompasiana oleh Kompasianer, pasti bisa dilaporkan ke admin dan diberangus. Apalagi itu diupload oleh media ber-SIUPP sekelas Republika dan Detik. []

Note: Terima kasih kepada Jessica Siscawati yang pagi-pagi kasih sudah kasih link blog ulasan pribadinya. Tema sejenis telah pula diupload di Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun