Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab pernyataan professor tersebut.
Seorang mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, “Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?”
"Tentu saja," jawab si professor, “itulah inti dari diskurus filsafat.”
Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, “Profesor, apakah dingin itu ada?”
"Tentu saja," ungkap si professor. Raut muka si professor tidak berubah karena ia sudah mendengar argumen buruk seperti ini berulang kali.
Si murid menanggapi, “Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.”
Sang professor pun menjawab dengan tegas: "Kamu ingat bab mengenai kesesatan semantik dalam bukumu?"
Si murid tampak bingung.
"Biar saya ulangi secara singkat. "Panas" dan "dingin" adalah istilah subjektif. Menurut John Locke, keduanya merupakan contoh "kualitas sekunder". Kualitas sekunder merujuk kepada bagaimana kita merasakan suatu fenomena yang memang ada, dan dalam kasus ini pergerakan partikel atomik. Istilah "dingin" dan "panas" merujuk kepada interaksi antara sistem saraf manusia dengan variasi kecepatan dalam partikel atomik di lingkungan. Jadi apa yang sesungguhnya ada adalah suhu... istilah "panas" dan "dingin" hanyalah istilah subjektif yang kita gunakan untuk menjelaskan pengalaman kita mengenai suhu."
"Maka argumen Anda salah. Anda tidak membuktikan bahwa "dingin" itu tidak ada, atau bahwa "dingin" ada tanpa status ontologis, apa yang Anda lakukan adalah menunjukkan bahwa "dingin" adalah istilah subjektif. Hapuskanlah konsep subjektif tersebut, dan suhu yang kita sebut "dingin" akan tetap ada. Menghapuskan istilah yang kita gunakan untuk merujuk kepada suatu fenomena tidak menghapuskan keberadaan fenomena tersebut."
Murid: (agak shock) "Uh... oke... em, apakah gelap itu ada?”