Memori lama, 2012.
"Ayo Kakak, Mb Zidni, Dede! Buruan. Kita jangan sampai terlambat!" konser klasikku di setiap pagi hari, sudah dimulai.
Anak-anak bergegas duduk mengambil posisi.
Dan seperti biasa, saya mulai menyisir jalan. Mencari anak-anak yang berseragam sekolah. Yang dikenal maupun yang tidak.
"Itu ada temanmu nyegat angkot Kak. Gimana, diajakin ya?"
"Mbak Zidni, itu ada temanmu. Ajakin yuuk. Kasihan."
"Ya sudah," jawab anak-anak ~kalau sedang bolong. Atau, sudah nunjuk-nunjuk dari jauh saat melihat ada orang yang (sepertinya) butuh tumpangan.
Kalau sedang manyun, wah beda lagi.
"Ummi mah. Tadi kita disuruh cepet-cepet. Sekarang malah nyamperin orang-orang. Kan bikin lama," omel anakku ~yang sedang tidak bolong.
Kebiasaan itu, terus berlanjut hingga sekarang, saat anak yang harus kuantarkan ke sekolah tinggal seorang dan cukup dengan sepeda motor.
Aku tetap selalu mencari mangsa. Toh bagiku tidak ada ruginya. Sementara bagi yang diajak, mudah-mudahan merasa terbantu. Cuma ya gitu dech. Harus siap mental. Kadang sebab merasa tidak kenal, ada sorot curiga yang tersirat di awal tatap matanya. Butuh waktu dan trik untuk meyakinkannya.