Semalam, anakku yang duduk di Kelas VI, laporan.
"Ummi, hari ini aku sudah beres setoran 40 hadits (pendek), doa-doa harian, Al Quran juz 30 dan 5 surat di juz 29."
"Masyaa Allah, barakallah ya Mbak. Sini-siniiii...." kupeluk dia d"engan rasa syukur yang membuncah.
"Tapi nilainya banyak dapet B," sendunya.
"Weeees, gak papa. Sekarang Mbak Qisthi tinggal mengamalkannya. OK?!"
Aku terharu mendengar laporannya. Tak akan pernah aku bandingkan dengan kakak-kakaknya. Apalagi anak orang lain.
Tapi jujur, aku membandingkannya dengan diriku sendiri. Waktu aku seumuran dia, aku sudah bisa apa saja ya?
Bahkan aku hafal QS. Al Mulk (salah satu dari 5 surat yang tadi dia sudah setorkan) saja di saat sudah punya anak tiga.
Anak-anakku menjadi saksi ketertatihanku dalam menghafalkannya. Saat anak-anak berjejer siap tidur, aku akan bukakan Al Quran untuk membaca surat tersebut. Baru doa mau tidur, doa untuk orang tua, ayat kursi, triple Qul kali 3, dan 3 ayat terakhir Al Baqarah.
Begituuu terus berbulan-bulan seremonial mau tidur kami. Hingga kemudian, setelah sedikit demi sedikit aku setorkan hafalanku di pengajian pekanan, akhirnya aku bisa ngacir melantunkannya tanpa perlu buka Al Quran lagi. Urutan seremonialnya tetap sama, karena kalau baca doa mau tidurnya di awal, pasti Al Mulk nya gak bakal selesai karena sudah angler duluan. Hahaha.... Nyang ini mah rahasia emak tepar.
Kapan nyanyiin nasyid "Tidurlah Tidur Anakku"-nya SNADA? Kalau anak-anak masih kedip-kedip, padahal seremonial nya sudah lengkap dilakukan. Terus kapan bercerita tentang kisah para nabi? Kalau si nomor empat masih loncat-loncat di kasur.