Kita hidup di negara demokrasi, jadi jangan salahkan kalau yang terbanyak lah yang akan mendapat tempat.
Kita di Indonesia, mengenal pemimpin sebagai wakil rakyat, jadi ya mereka itu adalah bawahan kita, utusan kita. Seperti kata Mbah Sujiwo Tejo dalam bukunya – Ngawur Karena Benar, isinya tidak saya kutip.
Jadi, bolehlah saya berkesimpulan bahwa orang di atas sana, para wakil rakyat adalah cerminan dari diri kita, namanya juga wakil.
Wakil rakyat ya representasi dari rakyatnya, mungkin begitu kata lainnya.
Kita sekarang tahu, wakil rakyat seakan menjadi “perampok rakyat”. Kasus korupsi, tata negara yang mungkin serba salah, misalnya kebijakan impor, harga bbm yang naik, dan lain sebagainya, lebih dari bosan untuk mengucapkan kata-kata itu.
Namun, perlu di ingat bahwa, sekali lagi, mereka adalah wakil rakyat, representasi dari rakyat.
Jadi, ketika semakin banyak pemimpin yang korup, tak hadir sidang, semena-mena, rebutan kekuasaan, apakah jangan-jangan hal itu juga ada pada rakyat?
Korupsi adalah mencuri hak orang lain, sedangkan rakyat asik-asik saja membajak film, buku, perangkat lunak dll. Rakyat secara rajin juga merampas hak orang, jualan di trotoar, parkir sembarangan, lompat pagar sembunyi sandal, eh …
Rakyat ingin negara menjadi teratur, sebaliknya antrian saja selalu desak-desakan, jalur busway digasak, aturan jalan di lampu merah terabaikan, di jalan kebut-kebutan, mendahului dari kiri …
Apakah …? ah sudahlah. Mungkin …
Saya mohon maaf, tentunya tidak menuduh semua orang yang secara sial membaca tulisan ini sebagai orang yang seperti di atas. Jangan tanya juga apa saya pernah melakukannya, ini hanya menanyakan sebuah hal yang jawabannya sangat relatif.
Karena mungkin saya juga "wakil rakyat", jadi, semoga saudara/saudari sebangsa dan setanah air di Republik Kompasiana tidak mengetahui keburukan saya. Hehe …
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H