Mohon tunggu...
Wachid Abdulloh
Wachid Abdulloh Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Ilmu Komunikasi A UIN SuKa 2012 @wachidABdulloh

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Dibalik Terantuknya Cangkul Petani yang Menggarap Sawahnya

29 Desember 2013   17:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:22 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kali ini kelas membuat acara berkunjung ke candi-candi kecil disekitar yogyakarta. Kunjungan pertama akhirnya jatuh ke Candi Sambisari yang letaknya terdekat dari tempat kita ngumpul sebelum jalan-jalan sehari. Secara administratif candi ini terletak di Desa Purwomartani, Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Yogyakarta. Candi ini sangat mudah untuk dicapai dari jalan utama jogja-solo. Jika anda berangkat dari pusat kota jogja silakan mengikuti rute berikut ini.

1.Ikuti jalan solo dan berjalan ke arah timur sampai ketemu dengan bangjo (lampu merah) yang kalau ke kanan mau ke Bandara Adi Sucipto.

2.Dari bangjo tersebut masih lurus sedikit lagi sampai anda akan menemukan pertigaan tanpa bangjo dan ada plang warna hijau petunjuk jalan ke arah candi sambisari yang mengatakan ambil arah kiri (utara)

3.Ikuti jalan tersebut sampai mentok dan didepan akan sangat terlihat jelas candi berada di depan anda

Sesampainya di lokasi dan setelah memakirkan motor kami langsung saja sebagai tamu yang terhormat lapor dulu ke satpam penjaga yang ada di loket masuk. Biaya yang sangat ekonomis tidaklah terlalu menguras kantong. Waktu itu kami juga sempat ditanyain ada keperluan apa kok sampai bawa kamera dan tripod dan mungkin seolah menurut pandangan pak satpam mau ambil gambar untuk keperluan komersil. Tapi karena memang keperluan ambil gambar kami hanya untuk konsumsi sendiri maka langsung dipersilakan mendekat ke candi. Karena kalau untuk keperluan komersil harus ada ijinnya terlebih dahulu.

[caption id="attachment_302233" align="aligncenter" width="300" caption="pelataran candi sambisari"][/caption] [caption id="attachment_302093" align="aligncenter" width="300" caption="candi sambisari (dok.pribadi)"]

1388312145474204647
1388312145474204647
[/caption]

Menurut papan informasi, Candi Sambisari ditemukan pada bulan Juli 1966. Alkisah, seorang petani bernama Karyowinangun yang sedang menggarap sawah merasakan cangkulnya terantuk sebuah batu yang setelah ditelusuri merupakan bebatuan candi. Kalau dibayangkan mungkin cangkul petani tersebut terantuk batu dari puncak candi induk tersebut. Setelah dilakukan penggalian maka nampak sebuah sebuah candi yang dasarnya 6,5 m kebawah dari permukaan sawah waktu itu. Hal ini bisa terjadi karena ada dugaan bahwa Candi Sambisari dahulu tertutup oleh abu vulkanik letusan Gunung Merapi yang dahsyat hingga sampai menutupi candi dan sekitarnya kala itu.

[caption id="attachment_302228" align="aligncenter" width="300" caption="candi sambisari (dok.pribadi)"]

1388371863867904372
1388371863867904372
[/caption]

Menurut sumberyang saya himpun candi ini merupakan candi Hindu jenis Siwaisme, yaitu yang mengkhususkan menyembah dewa Siwa. Candi Sambisari memiliki satu candi induk yang menghadap ke barat dan tiga candi perwara (pendamping) yang berada didepannya. Di sekitar pelataran candi perwara dan candi induk, terdapat banyak batu-batu menonjol berukuran kecil yang merupakan lingga-yoni. Bagi yang belum tahu, lingga-yoni merupakan perwujudan dari kelamin wanita dan pria. Yoni yang berupa batu besar yang menjadi dasar dari lingga merupakan perwujudan dari kelamin wanita. Sedangkan lingga, dari penampilannya sudah meyakinkan bahwa ia adalah perwujudan dari kelamin pria. Candi induk memiliki sebuah ruangan yang berisikan lingga-yoni dalam ukuran besar. Tidak hanya itu, pada lingga terdapat ceruk yang ditopang oleh kepala naga. Dari bentuknya, ceruk tersebut mungkin digunakan untuk menampung air. Air yang hendak disucikan dituang ke lingga yang kemudian jatuh ke yoni, mengalir ke arah ceruk dan kemudian ditampung. Kalau dipikir-pikir, agak-agak mesum begitu, soalnya dengan banyaknya lingga-yoni mencitrakan candi ini erat kaitannya dengan seks. Tapi sebenernya hal tersebut adalah bentuk kesucian.

[caption id="attachment_302229" align="aligncenter" width="300" caption="candi sambisari (dok.pribadi)"]

13883719591724318009
13883719591724318009
[/caption]

Pada candi induk terdapat patung Agastya, Durga, dan Ganesha. Agastya merupakan perwujudan dewa Siwa dalam bentuk mahaguru. Durga adalah dewi bertangan delapan yang merupakan istri dewa Siwa. Durga digambarkan sedang berdiri diatas lembu bernama Nandi, dan ditemani oleh bajang, salah satu penghuni kahyangan. Ganesha, seperti yang kita tahu adalah dewa pengetahuan dan dewa perang yang merupakan anak dari dewa Siwa dan dewi Durga. Jadi, kita seperti menonton keluarga dewa dalam satu frame.hehe

[caption id="attachment_302231" align="aligncenter" width="300" caption="candi sambisari (dok.pribadi)"]

13883720281830552185
13883720281830552185
[/caption]

Fasilitasnya lumayan lengkap dan anda bisa puas mengelilingi komplek candi. Kalau lapar anda bisa jajan makanan disekitar lokasi candi di dekat parkiran motor. Waktu kesini pun kami sempat bertemu dengan pengunjung lain dari Australia. Ada seorang sepasang suami istri tua dan anaknya kalau tidak salah dan kami sempat berfoto bareng.

[caption id="attachment_302234" align="aligncenter" width="300" caption="foto bareng di depan candi (dok.pribadi)"]

1388372299744959640
1388372299744959640
[/caption]

[caption id="attachment_302232" align="aligncenter" width="300" caption="bersama wisatawan manca (dok.pribadi)"]

13883721201239452601
13883721201239452601
[/caption]

Tempatnya sangat nyaman dan terawat sekali. Ketika masuk di dalam candi pun sempat ketemu dengan bapak-bapak tua yang sedang rajin membersihkan sampah yang ada di candi. Candi ini sangat bagus untuk pembaca sekalian kunjungi. Orang yang datang dari luar negeri saja menyempatkannya datang kesini, apa iya anda yang orang lokal asli dari dalam negeri ogah berkunjung ke hasil karya nenek moyang kita sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun