Sebut saja globalisasi---fenomena yang bikin dunia ini nggak punya batas lagi. Informasi, ekonomi, budaya, politik, semuanya campur aduk kayak rujak di deket kampus saya.Â
Musa, dalam artikel berjudul "Dampak Pengaruh Globalisasi Bagi Kehidupan Bangsa Indonesia" tahun 2015, menjelaskan bahwa arus globalisasi ini bikin manusia-manusia di seluruh dunia saling ketergantungan. Bayangin aja, dari urusan perdagangan, wisata, sampai urusan idol-idolan, semuanya jadi interaksi lintas batas. Hilang sudah tembok-tembok antarnegara.
Nah, di Indonesia, kultur dan budaya khas kita lagi-lagi mulai tergerus. Pelan tapi pasti. Dan siapa yang lagi-lagi jadi kambing hitam? Yup, budaya Pop Korea alias K-Pop. Udah bukan rahasia lagi kalau demam K-Pop ini bikin generasi muda Indonesia kehilangan arah (dan mungkin juga dompet).Â
Mulai dari Super Junior, Blackpink, EXO, TWICE, ITZY, NCT, TXT, sampai BTS, semua grup ini bikin anak muda kita mabuk kepayang. Data dari matamatamusik.com aja mencatat kalau BTS jadi boyband terpopuler pada April 2021. Karya seni lokal? Eh, di mana? Hiks.
Mula-Mula Virus K-Pop
Kalau mau nyari asal-usul kenapa budaya Korea ini bisa menjamur di Indonesia, mari kita kilas balik ke awal 2000-an. Drama Korea "Full House" waktu itu meledak di mana-mana, termasuk Indonesia. Lalu di tahun 2009, K-Pop pun mulai melibas lewat grup-grup kayak Super Junior dan Girls' Generation.Â
Dari situ, popularitas K-Pop terus menggila, disusul BTS, Blackpink, Twice, dan kawan-kawan. Begitu kata Vera Suci dalam artikel "Globalisasi Budaya Pop Korea dan Dampaknya Pada Identitas Lokal" yang diterbitkan oleh geotimes.id.
Para Fans: Pasukan Absurd yang Bikin Geleng-Geleng Kepala
Nah, sekarang mari kita bahas fenomena fans K-Pop. Serius deh, coba buka Instagram, Tiktok, atau Twitter (yang sekarang jadi X, tapi ya masih disebut Twitter juga sih). Apa yang bakal kamu temuin? Mulai dari fans yang suka nge-bully, ngaku-ngaku jadi istri artis Korea, sampai yang hobinya nyerang orang kalau ada yang salah ucap soal K-Pop.Â
Nih ya, kawan-kawan komentator, jangan coba-coba salah omong soal idola mereka. Bukan cuma di dunia maya lho, serangan ini bisa sampe ke dunia nyata. Serius horor.
Dalam artikel yang diterbitkan oleh detik.com, Chintiya Putri bilang kalau fans K-Pop ini loyalnya nggak ketulungan. Mereka tergabung dalam komunitas-komunitas fandom yang solid banget. Segala kegiatan, pernak-pernik, sampai konten-konten fanmade, mereka siap dukung abis-abisan. Bahkan saking fanatiknya, kadang cinta mereka ke oppa Korea ini jauh lebih besar daripada cinta mereka ke artis lokal. Kok bisa? Ya, begitulah.
Fanatisme ini sebetulnya bisa dijelasin pakai teori Mutaali dan Prastiti dari disertasinya yang berjudul "Fanatisme Penikmat Musik Metal" (2019).Â
Intinya, fanatisme itu adalah perilaku yang membabi buta karena cinta berlebihan. Kayak ngerasa semua yang dilakukan idol mereka itu paling bener, paling keren, paling wow. Sementara penyaringan logika sehat? Ya, absen.
Bukan Cuma Idol, Pekerja Korea Juga Bikin Emosi
Belum cukup dengan drama fans, baru-baru ini jagat media sosial dihebohkan dengan tingkah para pekerja Korea yang tergabung dalam grup Indosarang. Mereka seenaknya ngomongin orang Indonesia, mulai dari warna kulit, kebiasaan, sampai tenaga kerja kita dihujat habis-habisan. Mungkin mereka lupa ya, kalau negara ini sudah baik hati kasih mereka kerja buat nyambung hidup.
Tingkah absurd ini viral setelah akun Tiktok @5.7fttall nge-post beberapa tangkapan layar obrolan para pekerja Korea itu. Mereka ngomongin gimana orang Indonesia katanya paling jelek di Asia Tenggara.Â
Beneran deh, kalau nggak inget hukum, mungkin saya udah ngajak ribut pohon pisang saking kesel. Mungkin, ya mungkin, kita perlu kirim surat ke Pak Jokowi buat langsung deportasi aja tuh oknum-oknum Korea yang nggak tau diri ini.
Kenyataan Pahit di Balik Muka Glowing Korea
Tapi, mari sebentar kita bahas fakta di balik layar Korea Selatan. Mungkin para pekerja Korea ini lupa atau pura-pura lupa kalau negara mereka juga punya PR berat, salah satunya angka bunuh diri yang tinggi.Â
Menurut CNBC Indonesia, angka bunuh diri di Korea termasuk yang tertinggi di dunia. Penyebabnya? Banyak. Mulai dari tekanan budaya, kesehatan mental yang buruk, sampai krisis ekonomi. Keren sih, ekonominya maju, tapi nggak semua bisa handle tekanan hidup yang gila-gilaan.
Kata Michael Breen dalam bukunya The New Koreans, krisis keuangan Asia yang terjadi 20 tahun lalu masih punya dampak panjang, terutama ke kesehatan mental masyarakat Korea.Â
Nggak cuma soal bunuh diri, depresi dan stres juga merajalela. Dan, lebih menarik lagi, ada 44% masyarakat Korea yang punya kecenderungan rasisme. Bayangin, di balik muka glowing mereka, ada banyak sisi gelap yang nggak bisa disembunyikan cuma dengan bedak.
Solusi: Yuk, Ngopi Bareng Aja
Jadi begini, buat para fans K-Pop di Indonesia, masyarakat Indonesia, dan juga pekerja Korea, mari kita akur aja yuk. Kita ini manusia, bukan anak kecil yang suka berantem nggak jelas. Semua negara punya kekurangan, nggak perlu saling olok-olok. Mending kita saling hormat-menghormati dan junjung tinggi toleransi. Lagian, bukannya lebih enak ya kalau ngopi bareng sambil ngobrol santai? Daripada saling nyinyir, mending saling traktir kopi. Deal?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H