Mohon tunggu...
Wachid Hamdan
Wachid Hamdan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah, Kadang Gemar Berimajinasi

Hanya orang biasa yang menekuni dan menikmati hidup dengan santai. Hobi menulis dan bermain musik. Menulis adalah melepaskan lelah dan penat, bermusik adalah pemanis saat menulis kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibu, Kartini Keluargaku

22 April 2024   17:13 Diperbarui: 25 April 2024   12:40 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Akhir pekan yang dinantikan penduduk Dusun Sumberingin selalu terasa sahdu. Cahaya emas yang mengukir langit timur menjadi pemanis di waktu pagi. Deretan petak sawah menjelma bagai permadani surga yang begitu megah. Putihnya kabut yang mulai menipis selalu bermesraan dengan asap dari dapur-dapur penduduk yang tengah menyiapkan bekal untuk pergi ke ladang. Selain itu, nampak pula rombongan anak-anak yang tengah asyik bersepeda mengitari persawahan.

Di samping kanan gapura desa, terdapat bangunan rumah yang asri. Beberapa tanaman hias terlihat berjajar rapi di teras. Selain itu, sebuah gazebo nampak memesona dengan kolam ikan dan beberapa mawar yang mengitarinya. Pohon trembesi, mangga, dan rambutan menambah manis suasana rumah tersebut.

"Selamat pagi Bu guru! Hendak pergi ke sawah?" Sapa penduduk yang kebetulan melihat tuan rumah yang tengah mengunci gerbang, sambil mengenakan caping.

Baca juga: Kain Jarik Simbok

Pagi juga Bu Marni. Iya ini, sepertinya panen tahun ini akan bagus. Saya sudah tidak sabar Ssampai ke sawah."

"Insyaallah, Bu guru. Mari kita berangkat bersama!" ajak Bu Marni.

Tidak lama berselang, kedua wanita tangguh tersebut sudah jauh meninggalkan rumah menuju petak sawah masing-masing. Tidak ada sedikit pun gurat sedih di wajah mereka. Hanya keceriaan dan semangat nampak terlukis di wajah mereka yang tidak muda lagi.

***

Bersama kawanan burung kuntul, para petani nampak khusyu meniti tiap-tiap bibit padi yang beberapa bulan lalu mereka tanam. Sesekali kawanan burung itu hinggap di lumpur sawah mencari makanan di belakang pak tani yang mencambuk kerbau untuk membajak sawah.  Panas dari mentari kini terasa sangat menyengat, pertanda waktu duhur telah tiba. Meski begitu, para petani tetap semangat. Dengan tawa riang kini mereka menyudahi kesibukkan, lantas pergi beristirahat. Masih dengan senyum, mereka nampak akrab berbincang sembari membasuh kaki dan tangan di aliran sungai. Kemudian melangkah bersama ke arah dangau masing-masing.

"Assalamualaikum, Bu! Ini bekal makan siangnya," Seru seorang gadis yang berjalan di atas galengan sawah ke arah dangau Bu guru.

"Waalaikumussallam, Kak! Terimakasih ya. Ayo sini makan dahulu bareng ibu-ibu petani lainnya," seru perempuan yang dipanggil si gadis.

"Wah anak Bu Lili sudah besar ya. Hebat sekali mau mengantarkan bekal ke sawah, ndak seperti anak saya yang sibuk main game terus," celetuk salah satu petani sambil melihat ke arah datangnya sang gadis, yang kemudian dibalas anggukan petani lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun