Mohon tunggu...
Wachid Hamdan
Wachid Hamdan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah, Kadang Gemar Berimajinasi

Hanya orang biasa yang menekuni dan menikmati hidup dengan santai. Hobi menulis dan bermain musik. Menulis adalah melepaskan lelah dan penat, bermusik adalah pemanis saat menulis kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wisata Ziarah dan Alun-Alun Demak Masih Asik: tetapi Ada Juga yang Bikin Miris

26 Agustus 2023   07:47 Diperbarui: 26 Agustus 2023   07:52 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Demak merupakan salah satu kota yang banyak menyimpan sejarah Islam di Indonesia. Mulai dari berdirinya kesultanan Islam pertama di Jawa, Masjid Agung Demak yang menyimpan cerita tentang soko tatal yang di buat Sunan kalijaga, dan berbagai cerita unik seputar khazanah Islam lain. Bahkan di belakang kompleks Masjid Agung Demak terdapat makam para raja di kesultanan Demak. Seperti Sultan Fatah, Sultan Pati Unus, DanSultan Trenggono beserta keluarga. Kurang sakral gimana coba?

Tepat pada tanggal 3 Agustus 2023, Saya dan rombongan yang berjumlah 7 orang melakukan ziarah di Demak. Kami bersama-sama mengziarahi makam Sunan Kalijaga di Kadilangu, dan makam para sultan Islam Demak. Awalnya semua berjalan lancar dan sahdu. Makam Sunan Kalijaga memberikan kesan tersendiri  bagi saya dan beberapa rekan. Karena saya berkuliah di UIN Sunan Kalijaga. Namun, semua hal keren, mistik, sahdu, dan banyak memiliki muatan positif harus digangggu dengan beberapa perilaku orang yang tidak bertanggung jawab. Berikut saya ceritakan pengalaman menyebalkan tersebut.

Banyak Orang Muda yang meminta uang

Kasus pertama ini, kalau hanya soal peminta-minta cukup sering saya alami. Tetapi kalau kasus yang meminta-minta masih muda itu baru saya alami di Kadilangu, makam Sunan kalijaga. Kejadian itu bermula saat saya sedang duduk santai bersama rombongan di depan gedung kelurahan Kadilangu. Di situkan ada tempat rindang yang bisa digunakan untuk duduk. Nah, disinilah saya diminta-mintai oleh para pengemis generasi muda.

Mereka datang silih berganti. Mulanya saya kira hanya satu orang. Tetapi baru duduk 30 menit, sudah lebih dari 5 orang yang meminta belas kasih. Ada yang katanya untuk makan, untuk ongkos pulang, dan mungkin kalau saya tunggu 2 jam akan ada yang alasan untuk uang nikah. Saya cukup heran dengan tingkah mereka. Padahal masih muda, badanya sehat, nampak kuat, dan tidak ada uzur fisik kok  malah ngemis. Apa tidak malu dengan para pedagang kopi keliling yang mereka justru sudah sepuh, tapi tetap mencari uang dengan usaha dan stay halal?

Saat saya bertanya dengan petugas kelurahan terkait orang-orang itu, mereka malah menjawab para peminta itu bukan orang lokal. Melainkan para musafir yang datang. Tolonglah pak! Bereskan orang-orang seperti ini. Jujur saya terganggu dengan mereka. Saya bukannya tidak ikhlas memberi. Tapi kalau yang minta bisa lebih dari 10 orang ya saya yang bangkrut.

Penjual yang bukan berjualan barang, tapi menjual kemalangan

Pengalaman kedua ini saya alami ketika sedang bersantai di alun-alun dekat Masjid Agung Demak. Di sini kalian bisa menemukan banyak sekali pedagang, keluarga yang berwisata, mau pun para rombongan peziarah yang berlalu-lalang. Waktu itu saya dan calon istri sedang bersantai sembari menunggu waktu ashar di salah satu bangku di alun-alun. Beberapa rekan juga ikut nimbrung. Di sini kami asyik ngobrol, ngemil, dan merencanakan trip ziarah di waktu yang akan datang.

Nah, kejadian yang pasti terjadi adalah kalian akan didatangi penjual yang menjajakan dagangan mereka. Mulai Es Teh, Kacang, Pisang, dan lain-lain. Mulanya tampak wajar ketika mereka berdagang. Menawarkan dan bila tidak minat mereka akan pergi. Tetapi saat asyik bercengkrama, eh mereka balik lagi. Dengan wajah memelas, menceritakan harus kejar setoran, dan berbagai alasan mereka utarakan agar kita mau membeli. Ini masih wajar bagi saya, karena kota wisata pasti akan banyak orang sejenis ini.

Saat kami tidak membeli, mereka akan kembali berlalu dari hadapan. Tapi saat tahu kalau saya habis beli jajan cilok di dekat tempat saya duduk, beramai-ramai mereka datang lagi. Gilanya mereka menggunakan kondisi ekonomi sebagai alasan untuk membeli. Begini kata salah satu dari mereka:

"Mas, tolong dagangan saya dibeli! Saya ini orang miskin. Sampean orang kaya", ujar nenek pedagang sore itu sambil mendorong kacang rebus ke pangkuan saya.

"Mohon maaf, Nek! Uang saya sudah habis..", jelas saya yang sudah tidak memegang uang cash. Tapi langsung diserobot lagi.

"Sampean orang kaya mas. Saya orang miskin. Tolonglah saya mas", ujar nenek tadi menyela omongan saya sambil seolah-olah mau nangis.

Akhirnya karena tidak memegang uang cash, saya minta tolong kawan untuk memberikan uang kepada penjual tersebut. Dengan sedikit dongkol, saya menatap kacang di pangkuan dan nenek penjual yang berlalu dengan langkah girang. Seolah dia berhasil membodohi saya. Padahal itu saya beli karena terganggu dengan kicauan yang dibumbui rengekan mau nangis. Healaah tobat tenan! Tolong pemerintah Kabupaten Demak, Bereskan kemiskinan penjual ini.

Prank beramal di pintu keluar makam Raden Fatah

Kejadian absurt selanjutnya saya alami seusai berziarah di makam Raden Fatah. Saat melangkah keluar menuju pintu yang ditentukan, kami serombongan mengalami peloncoan ngamal. Saat bertanya dengan petugas terkait destinasi ziarah di kota Demak kami di jawab dengan santun. Namun, saat hendak melangkah keluar salah satu petugas memberikan kami sebuah buku tipis tentang sejarah Kerajaan Demak, Kisah Raden Fatah, dan lain-lain. Petugas itu bilang kalau itu adalah amal. Kami kira buku ini diberikan gratis oleh keturunan Demak untuk beramal. Ternyata tidak!

Saat mendekati pintu keluar, tiba-tiba kami di hadang petugas yang menjaga pintu. Ia menjelaskan kalau satu buku harganya 10.000. Ia sambil berulang-ulang mengatakan "Ngamal", terus-menerus sambil berteriak. Akhirnya mau tidak mau kami membayar perbuku sesuai permintaan petugas. Sambil menggaruk kepala yang tidak gatal, saya ngedumel dan hampir saja misuh. Kalau tidak ingat bahwa ini di makam para wali, mungkin kebun binatang sudah saya absen.

Wisata religi di Demak ini tidak saya pungkiri memang asyik dan banyak memberikan keilmuan baru. Tetapi berbagai peringai seperti orang-orang di atas cukup menodai hal tersebut. Saya harap hal ini bisa di tangani oleh PEMKAB setempat, dan pengelola makam lebih bijak lagi dalam menata anak buahnya. Jangan karena sikap-sikap seperti di atas, akhirnya membuat para peziarah risi dan ekstrimnya tidak mau lagi datang. Harusnya kita saling menghormati jangan malah ngakali!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun