Demak merupakan salah satu kota yang banyak menyimpan sejarah Islam di Indonesia. Mulai dari berdirinya kesultanan Islam pertama di Jawa, Masjid Agung Demak yang menyimpan cerita tentang soko tatal yang di buat Sunan kalijaga, dan berbagai cerita unik seputar khazanah Islam lain. Bahkan di belakang kompleks Masjid Agung Demak terdapat makam para raja di kesultanan Demak. Seperti Sultan Fatah, Sultan Pati Unus, DanSultan Trenggono beserta keluarga. Kurang sakral gimana coba?
Tepat pada tanggal 3 Agustus 2023, Saya dan rombongan yang berjumlah 7 orang melakukan ziarah di Demak. Kami bersama-sama mengziarahi makam Sunan Kalijaga di Kadilangu, dan makam para sultan Islam Demak. Awalnya semua berjalan lancar dan sahdu. Makam Sunan Kalijaga memberikan kesan tersendiri  bagi saya dan beberapa rekan. Karena saya berkuliah di UIN Sunan Kalijaga. Namun, semua hal keren, mistik, sahdu, dan banyak memiliki muatan positif harus digangggu dengan beberapa perilaku orang yang tidak bertanggung jawab. Berikut saya ceritakan pengalaman menyebalkan tersebut.
Banyak Orang Muda yang meminta uang
Kasus pertama ini, kalau hanya soal peminta-minta cukup sering saya alami. Tetapi kalau kasus yang meminta-minta masih muda itu baru saya alami di Kadilangu, makam Sunan kalijaga. Kejadian itu bermula saat saya sedang duduk santai bersama rombongan di depan gedung kelurahan Kadilangu. Di situkan ada tempat rindang yang bisa digunakan untuk duduk. Nah, disinilah saya diminta-mintai oleh para pengemis generasi muda.
Mereka datang silih berganti. Mulanya saya kira hanya satu orang. Tetapi baru duduk 30 menit, sudah lebih dari 5 orang yang meminta belas kasih. Ada yang katanya untuk makan, untuk ongkos pulang, dan mungkin kalau saya tunggu 2 jam akan ada yang alasan untuk uang nikah. Saya cukup heran dengan tingkah mereka. Padahal masih muda, badanya sehat, nampak kuat, dan tidak ada uzur fisik kok  malah ngemis. Apa tidak malu dengan para pedagang kopi keliling yang mereka justru sudah sepuh, tapi tetap mencari uang dengan usaha dan stay halal?
Saat saya bertanya dengan petugas kelurahan terkait orang-orang itu, mereka malah menjawab para peminta itu bukan orang lokal. Melainkan para musafir yang datang. Tolonglah pak! Bereskan orang-orang seperti ini. Jujur saya terganggu dengan mereka. Saya bukannya tidak ikhlas memberi. Tapi kalau yang minta bisa lebih dari 10 orang ya saya yang bangkrut.
Penjual yang bukan berjualan barang, tapi menjual kemalangan
Pengalaman kedua ini saya alami ketika sedang bersantai di alun-alun dekat Masjid Agung Demak. Di sini kalian bisa menemukan banyak sekali pedagang, keluarga yang berwisata, mau pun para rombongan peziarah yang berlalu-lalang. Waktu itu saya dan calon istri sedang bersantai sembari menunggu waktu ashar di salah satu bangku di alun-alun. Beberapa rekan juga ikut nimbrung. Di sini kami asyik ngobrol, ngemil, dan merencanakan trip ziarah di waktu yang akan datang.
Nah, kejadian yang pasti terjadi adalah kalian akan didatangi penjual yang menjajakan dagangan mereka. Mulai Es Teh, Kacang, Pisang, dan lain-lain. Mulanya tampak wajar ketika mereka berdagang. Menawarkan dan bila tidak minat mereka akan pergi. Tetapi saat asyik bercengkrama, eh mereka balik lagi. Dengan wajah memelas, menceritakan harus kejar setoran, dan berbagai alasan mereka utarakan agar kita mau membeli. Ini masih wajar bagi saya, karena kota wisata pasti akan banyak orang sejenis ini.
Saat kami tidak membeli, mereka akan kembali berlalu dari hadapan. Tapi saat tahu kalau saya habis beli jajan cilok di dekat tempat saya duduk, beramai-ramai mereka datang lagi. Gilanya mereka menggunakan kondisi ekonomi sebagai alasan untuk membeli. Begini kata salah satu dari mereka:
"Mas, tolong dagangan saya dibeli! Saya ini orang miskin. Sampean orang kaya", ujar nenek pedagang sore itu sambil mendorong kacang rebus ke pangkuan saya.