Entah seperti apa silau cahaya ini akan menuntunku. Tapi kegelapan kini telah mengistirahatkan mataku. Hanya pijakan kaki dan tubuh kini membantu atas istirahatnya mata. Semua itu adalah olehmu, karnamu, dan aku ingin kamu dan aku menjadi kita.
Waktu serasa lama menyeret roda hidup. Tanpa mata, aku bingung mengenali wajahku kini. Warna, bentuk, dan lukisan semesta kini hanya kunikmati dengan berjuta imajinasi. Apakah kita juga sebatas imaji? Entahlah mungkin kita bisa bertanya pada Dalang Sekenario Kehidupan.
Aku bingung atas jalan di depan kini. Tapi Engkau, Tuhan berikanku sebuah uluran tangan. Sebutir embun engkau jatuhkan dalam kegersangan akal dan hati. Lewat insan yang Kau hadirkan kini, aku serasa memiliki yang telah hilang. Tapi itu semua hanya bisa kunikmati dalam indahnya HITAM.
Tiada  tapi ada
Aku tiada mampu menuntutmu
Bila harus selalu memahamiku
Seperti bumi yang tidak memaksa langit-MU
Untuk harus selalu mencurahi bening air suci-Mu
Aku tiada tahu
Mengapa relung hati seperti itu
Memuja, tapi tidak mau merepotkanmu
Yang kutahu, napas ini selalu menarik nama-MU
Aku tiada mamputanpa-Mu
Selayaknya ikan tanpa air lautmu
Seumpama serangga tanpa sari bungamu
Tapi aku tahu, aku hanya bisa diam atas keputusanmu
Sarirejo, 10 Agustus 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H