Kondisi bangsa kita, akhir-akhir ini sering disuguhkan berbagai fenomena di luar nalar. Sebut saja kasus penipuan berkedok investasi, tingkah amoral dari pimpinan agama, dan budaya instan serta konsumtif, yang secara tidak langsung menggangu kesehatan mental. Jiwa serasa kebingungan mencari arti, bingung arah kehidupan, dan permasalahan lain, sering di alami orang-orang masa kini.
Berbagai persoalan di atas sebenarnya memiliki sebuah penyelesaian. Namun, terkadang kita tidak pernah mau mencari solusi itu secara mendalam. Sifat buru-buru, inginnya cepet, dan tidak mau berpikir jernih sering mengaburkan solusi yang di pancarkan Tuhan. Berbagai kegelisahan dan permasalahan dari faktor eksternal, sebenarnya bisa di selami akarnya jika kita sudah mampu memegang dan paham pada internal kita sendiri.
Sebenarnya kesulitan ini hanya bermula dari persoalan kecil. Kita cenderung tidak percaya diri, merasa tidak memiliki potensi, dan hanyalah seonggok daging tiada guna, merupakan pola pikir awal yang cukup fatal. Padahal itu semua salah! Tidak ada satu makhluk pun yang sia-sia jika itu di ciptakan oleh Allah. Hanya bagaimana kita bisa merefleksi diri, kontemplasi (merenung), dan mau berusaha menerima semua yang ada dengan hati lapang. Sulit? Memang tidak ada yang bilang itu gampang. Tetapi kalau sudah niat, pasti kekuatan Allah membantu!
Dalam buku "Berdamai Dengan Diri Sendiri: Seni menerima diri apa adanya," ini akan kita jumpai fakta, problem, dan cara untuk mengatasi pola pikir yang salah. Kemasan dan isi buku yang tidak menuduh, konsep interaktif, dan menjabarkan sebuah cara untuk melatih pikiran inilah yang membuat buku ini unik.
Pada pembahasan bab awal, buku ini menyajikan pembahasan sebuah realita zaman. Kita di ajak melihat fenomena dengan lebih jujur dan apa adanya. Selain itu, buku ini menegaskan di zaman yang di kata modern  ini, justru memberikan impek buruk dengan pergeseran pola pikir karena berbagai nilai dan gaya hidup yang penuh tipu-tipu, hingga saking fatalnya, itu sampai pada taraf tidak mensyukuri nikmat Allah.Â
Ambil contoh dari buku ini: "di ceritakan fenomena viral, yaitu seorang bapak yang membeli sebuah smart phone menggunakan tumpukan uang 2000-an, karena profesinya yang tidak berupah seberapa. Si bapak itu berusaha mati-matian, untuk memenuhi rengekan sang anak. Si anak meminta ponsel itu karena malu di anggap gaptek (gagap teknologi) dan  tidak mengikuti zamann. Bukankah itu cara berperilaku yang salah?
Selanjutnya, buku ini memaparkan sebuah kesadaran. Bahwa kita adalah kita. Allah menciptakan manusia itu secara cermat. Tidak ada yang dapat menyamai diri kita, meskipun itu adalah orang yang terlahir kembar. Karena kita terlahir autentik.Â
Semua kelebihan dan kekurangan sudah di tanamkan. Tinggal bagaimana kita bersikap terhadap kehidupan. Tidak benar kalau kita minder karena pencapaian orang, Yang benar kita gali potensi diri agar dapat berprestasi sesuai yang kita minati. Di sini akan kalian temui sebuah tahapan untuk mengenalidiri secara general.
Bab Dua, kita akan di sugguhkan pembahasan cara menerima segala kekurangan yang kita miliki secara positif. Di sini, kita akan di bangunkan sebuah kesadaran. Tidak ada manusia yang sempurna, secara lebih bijak.Â
Tuhan itu sekali lagi, tidak pernah menciptakan manusia hanya dengan kekurangan. Karena berbagai kelebihan itu juga sudah di sertakan. Memang bedanya ada yang kelebihan/potensi itu ada yang tampak, jadi tidak perlu susah menggali dan ada juga yang harus melewati proses penggalian potensi.
Kalau kita hanya terlalu fokus pada sisi "Kekurangan," itu hanya akan membuang-buang waktu. Kenapa tidak kita olah saja pikiran untuk memikirkan cara menggali potensi, mengembangkan diri, dan fokus untuk selalu bergerak ke arah positif? Bukanya itu bisa? Di sinilah sisi buku ini berkerja.Â