Mohon tunggu...
Wachid Hamdan
Wachid Hamdan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah, Kadang Gemar Berimajinasi

Hanya orang biasa yang menekuni dan menikmati hidup dengan santai. Hobi menulis dan bermain musik. Menulis adalah melepaskan lelah dan penat, bermusik adalah pemanis saat menulis kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senyum-Senyum Malaikat

15 April 2023   18:38 Diperbarui: 15 April 2023   18:40 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Raut lelah jelas tergurat di wajah para kuli angkut pasar di hadapanku. Tarian lalat dan serangga sejenis, menghiasi tumpukan sayur busuk di ujung gapura. Poster pejabat, iklan obat kuat, dan sampah publik terpajang di kanan-kiri tembok menuju jantung pasar.

Perlahan, kuparkirkan becak warisan mendiang ayahku dekat gang pasar. Berharap, ada penumpang menghampiri. Matahari garang meniti kepala. Seolah dia tidak merasa perlu memberikan hawa sejuk di tempat yang terjadi berbagai macam akhlak. Hilir mudik pembeli, para pedagang yang bergegas pulang, dan pengemis memenuhi pandangan.

"Pak Wisnu, saya mau pulang. Tolong angkatkan barang-barang ini dahulu!" Ujar suara perempuan, membuyarkan lamunanku.

Ternyata Bu Santi, langganan yang turun di dekat makam desa yang tidak jauh dari sini. Segera, kuhampiri dirinya dan membantu memindahkan barangnya ke becak.

Laris Bu?"

"Alhamdulillah Pak Wisnu! Dagangan hari ini sisa sedikit. Nanti  sebelum ke rumah, mampir dahulu ke panti asuhan dekat Toko Sri Rahayu," Ujarnya sembari menaiki becak.

Setelah memastikan barang bawaan sudah aman, segera kukayuh pedal sesuai perjalanan yang dituju. Banyak sekali cerita pedagang pasar yang Dia bagikan kepadaku. Mulai yang curang, mencampurkan boraks, dan mengurangi timbangan disertai keluhan sainganya yang mematok barang lebih murah dari harga pasaran.

"Ya, saya ndak paham pak. Kok ya ada begitu lho. Campuran makanan kok menggunakan pengawet mayat," tukasnya mengakhiri cerita.

"Mungkin, pedagang itu sedang mengisi celengan keburukan bu! Kelak suguhan yang didapatkanya mungkin lautan pengawet mayat," kelakarku.

"Astaga!  Bisa saja Pak Wisnu ini"

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun