Mohon tunggu...
Wachid Hamdan
Wachid Hamdan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah, Kadang Gemar Berimajinasi

Hanya orang biasa yang menekuni dan menikmati hidup dengan santai. Hobi menulis dan bermain musik. Menulis adalah melepaskan lelah dan penat, bermusik adalah pemanis saat menulis kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senyum-Senyum Malaikat

15 April 2023   18:38 Diperbarui: 15 April 2023   18:40 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Walah! Aneh-aneh saja. Bukanya genderuwo itu rumahnya di beringin," sanggahnya. Aku hanya tersenyum, mendapati bantahan Bu Santi.

Setengah jam berlalu, kini pemandangan Jembatan desa, aliran sungai kecoklatan, dan pematang sawah terhampar di sekeliling kami. Pikiranku terus melayang pada ucapan-ucapan orang kaya. Mengapa ya, mereka kok sok berkuasa? Padahal yang kupahami dari pak ustaz, semua adalah milik Allah. Hanya numpang di pelataran saja dicaci. Lantas bagaimana dia yang numpang di pelataran-Nya dan malah  menghina orang kecil?

"Pak Wisnu, berhenti. Nanti masuk makam!" Pekik Bu Santi.

"Ehh! Maaf bu, ini remnya ndak terlalu paten," balasku tergagap.

Segera, kuputar balik menuju rumahnya yang terlewat beberapa meter. Setelah sampai, kubelokan becak ke halaman rumah kecil berdinding bambu yang tampak asri dengan berbagai macam bunga. Setelah Bu Santi turun, kubantu memindahkan barang bawaanya ke dalam rumah.

"Pak, kalau sakit itu istirahat. Jangan di paksakan. Nanti, kalau celaka kasian anak istri di rumah," ujarnya sambil memberikan selembar uang kertas.

Aku hanya tersenyum dan menganggukan kepala. Setelah selesai, kembali kukayuh becak ke pangkalan berikutnya, "Untung saja segera sadar" batinku, sembari menggaruk kepala yang tidak gatal.

***

Hawa dingin mencucuk tulang terus berhembus. Matahari baru saja bangun dari peraduanya. Sinar ke-emasan pelan-pelan mencengkram bumi. Keluargaku baru saja selesai melaksanakantadarus Al-Quran. Dengan tlaten istriku sekarang memandikan anak kami. Tidak mau kalah, aku ikut membantu dengan memasak air. Segera rangkaian kayu, daun kelapa kering, dan kepulan asap menghiasi dapur.

"Pak, nanti Dina minta dibelikan buku tulis ya," pinta anaku, dengan wajah yang sembap dan penuh harap.

"Bukunya mengapa nak? Kan masi bisa dipakai itu," tunjukku pada beberapa bagian yang kosong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun