Mohon tunggu...
Vyenzcha Mangiwa
Vyenzcha Mangiwa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Atma Jaya Yogyakarta

Mahasiswa Atma Jaya Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi 2022

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Stereotype Masyarakat Timur di Daerah Babarsari

20 Juni 2023   21:33 Diperbarui: 20 Juni 2023   21:36 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masyarakat Timur, seperti yang kita ketahui bahwa banyaknya masyarakat Timur yang terkenal keras dan kasar. Ini menjadikan stereotype terhadap masyarakat Timur sendiri menjadi minoritas di kalangan umum. Terkhususnya di daerah Babarsari. Dengan basic penduduk yang memang Heterogen dalam hal agama, suku bangsa dan asal daerah menjadikan Babarsari menjadi kawasan rawan konflik baik itu kelompok maupun individu. Dimulai dari kekerasan massa antar dua kalangan, Babarsari menjadi kawasan keras yang dijuluki "Babarsari Gotham City" (dikutip dari youtube Narasi). meskipun begitu, banyak masyarakat yang masih mengira Babarsari menjadi daerah keras karena kebetulan.

Tapi kenyataannya, Babarsari menjadi kawasan keras dan mendapat julukan julukan tersebut bukanlah suatu kebetulan. Selain itu, hal yang melatarbelakangi Babarsari sehingga menjadi Kawasan padat penduduk dengan banyaknya kampus, tempat hiburan dan kos-kosan. Salah satu contoh konkrit yang terjadi pada masyarakat Timur saat hendak mencari kos-kosan tetapi banyak kos yang tidak menerima masyarakat Timur tersebut.

Dengan banyaknya kekerasan yang terjadi, Sultan Hamengkubuwono X mengatakan "Ya ditindak saja, sudah ada korbannya mosok tidak bisa ditindak. Wong klithih saja kita tindak. Untuk menegakkan hukum jangan pilih-pilih. Itu yang bisa mengukur polisi, terpenting adalah tindakan tegas."

Hal ini seharusnya dapat kita atasi dengan bagaimana cara kita menyikapi stereotype tersebut. Seharusnya perbedaan ras dan budaya yang ada menjadi alat pemersatu dan tidak menyebabkan kekerasan terhadap satu ataupun dua kelompok tertentu. Dengan adanya komunikasi antar budaya, diharapkan masyarakat dapat menyikapi perbedaan dengan lebih bijak lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun