Mohon tunggu...
Vivi Bun
Vivi Bun Mohon Tunggu... -

A language enthusiast. Love cats and books. Interested in culture and global studies. Currently working on my bachelor degree in International Relations.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bacaan yang Mencerdaskan

21 Agustus 2017   12:20 Diperbarui: 21 Agustus 2017   12:46 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: ilmunesia.net

Majalah anak muda yang berisi berlembar-lebar halaman fullcolourmembahas topik seputar remaja tampaknya memainkan peranan yang cukup penting dalam pembentukan persepsi individu dewasa ini.

Salah satu dampak dari globalisasi sekarang ini adalah munculnya trend baru yang mendatangkan budaya asing yang kemudian dicampuradukkan dengan budaya lokal. Yang paling terkena dampaknya adalah remaja, fase di mana jati diri menjadi hal yang paling laku keras untuk dicari. Tentu saja majalah yang katanya merupakan media baca remaja memanfaatkan kesempatan emas ini.

Ambil contoh majalah fashionyang selalu menyajikan informasi up to dateseputar pakaian dan aksesoris beserta industri lain yang menunjang seperti kecantikan. Artis-artis papan atas berpose sedemikian rupa memamerkan lekuk tubuh sekaligus segala atribut yang menempel di kulitnya. Tidak lupa dengan merek dan harganya. Remaja rela membaca majalah tersebut di jam sekolah demi tampil "gaya" dan populer seperti gambar-gambar tersebut. Meniru sudah menjadi hobi yang yang standar.

Persepsi remaja terhadap penampilan terbentuk seiring waktu. Bahwa pakaian harus bermerek dan tinggi angkanya melebihi nilai ujian. Menjadi populer adalah life goal yang paling membanggakan. Cantik itu berarti berkulit cerah dan mulus dengan mata yang besar dan wajah yang tirus. Tampan itu berarti tinggi dan berambut ala K-Pop dengan mobil mewah di belakangnya. Persepsi ini tidak hanya berhenti di fase remaja. Mereka akan terus bertambah umur kemudian persepsi ini akan dilanjutkan oleh anak cucu mereka.

Meniru berarti seluruh kehidupan sosial itu sebenarnya berdasarkan pada faktor imitasi saja. Ketika keterpesonaan sekedar menjadi sarana melepaskan diri dari kenyataan menuju impian yang termanifestasikan pada diri seseorang, maka kita masih berada pada wilayah kewajaran. Tapi, manakala dalam keterpesonaan tersebut, kita menyingkirkan batas antara kenyataan dan impian, dan berupaya mencampuradukan keduanya, itulah awal mala petaka dari sebuah keterpesonaan. Intinya, bukannya mempertahankan eksitensi pribadi malah menjadi duplikat orang lain.

Remaja itu seharusnya cerdas dan berkarakter seperti apa yang selalu dicoba disampaikan oleh beberapa majalah anti-mainstream yang berusaha melawan realita trenddalam setiap ulasannya. Tidak diucapkan secara gamblang namun terasa dalam setiap topik yang disajikannya. Majalah yang biasanya lebih fokus pada pembaca perempuan ini selalu menyediakan artikel berkualitas yang dapat memotivasi remaja perempuan.

Majalah sebagai sumber bacaan anak bangsa boleh saja memberikan informasi seputar gaya baru namun tetap sesuai dengan remaja yang seharusnya, tidak lupa dengan budgetyang cocok dengan kantong anak muda. Majalah dapat menampilkan fashionala produk lokal. Tak lupa dengan tips kecantikannya yang kebih mengarah pada kebersihan dan kesopanan. Gaya bahasanya pun harus menarik dan mudah dimengerti, tidak cheesyatau sengaja dibuat berlebihan.

Majalah remaja dapat mencontoh salah satu majalah perempuan yang melalui inovasinya selalu memberikan topik sosial yang tidak biasa namun sebenarnya penting untuk diketahui para remaja khususnya perempuan. Mereka pernah membahas tentang pernikahan dari sudut pandang perempuan dengan judul "Nikah Muda". Jarang ada majalah remaja yang berani mengangkat topik seperti ini, takut akan kritikan atau apapun itu. Hal lain yang perlu diapresiasi adalah kepiawaian penulis dalam memberikan fakta atau argumen dari dua sisi yang berbeda. Tentunya kelebihan ini memudahkan pembaca untuk menarik kesimpulannya sendiri sehingga tidak terkesan biased.

Majalah seharusnya juga turut andil dalam mendorong dan mengasah kreativitas para remaja. Mereka dapat membagikan tutorial dan tips seperti cara menjahit, menggambar wajah, daur ulang dan cara mengedit digital. Tips ini dapat dibagi ke dalam tema khusus setiap terbitannya. Salah satu majalah pernah menerbitkan edisi dengan teman Pop Writingyang tentunya membahas formula apa aja yang dibutuhkan dalam menulis tulisan non-fiksi. Mereka bahkan memberikan step-by-stepuntuk mem-publishhasil karya pembaca tidak lupa dengan saran dan masukan dari para penulis profesional.

Sudah seharusnya media khususnya majalah yang menargetkan remaja menyajikan bacaan berkualitas yang dapat membuka imajinasi dan inovasi pembacanya sebagai penerus bangsa. Bacaan adalah gudang ilmu, lantas bagaimana sumber gudang ilmu tersebut malah menjadi penyokong kapitalisme dan hegemonisme asing yang tidak sejalan dengan ideologi Indonesia?

Ada baiknya mulai sekarang kita mulai mengingatkan satu sama lain dalam memilih bacaan yang tepat sebagai sumber wawasan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun