Mohon tunggu...
Vivi Bun
Vivi Bun Mohon Tunggu... -

A language enthusiast. Love cats and books. Interested in culture and global studies. Currently working on my bachelor degree in International Relations.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Manusia Diperjualbelikan

19 Agustus 2017   11:03 Diperbarui: 21 Agustus 2017   12:23 935
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sebuah rumah modern di area Asia Tenggara, berjejer anak manusia dengan jiwa antara ada dan tiada. Wajah-wajah datar terpampang namun penuh kata yang selalu tertahan untuk diteriakkan. Semuanya menunggu sederet angka untuk disebutkan. Tiga deret angka tertanam di kulit mereka yang kemudian mereka sebut "nama".

Dengan menggunakan baju-baju yang bahkan tidak bisa menghangatkan punggung mereka, setiap malam mereka menunggu giliran untuk melayani dan ditiduri belasan kali. Raga mereka bagaikan seonggok daging yang terprogram. Dibalik itu semua, tampaknya mereka masih paham betul bagaimana caranya menghindarkan wajah dari rasa malu.

Diantaranya, tidak terdapat satupun perempuan. Muncul kelegahan ketika perempuan tidak dieksploitasi kali ini. Namun, muncul emosi-emosi baru yang masih agak sulit untuk dijelaskan. Semua emosi ini secara perlahan meredupkan semua ingatan hangat, menghancurkan masa depan yang bahkan hanya sekedar mimpi, menusuk hingga ke uluh hati yang kemudian menggerogoti tingkat kewarasan.

Human Traffickingatau Perdagangan Manusia merupakan sebuah isu global yang ironisnya bukan hanya tentang perdagangan domestik; manusia bahkan sudah menjadi produk eksport dan import pasar gelap. Para pelaku perbudakan modern ini mengontrol korbannya melalui penipuan untuk dijual sebagai tenaga kerja paksa, pemuas seks dan penebus hutang. Para korbannya berkerja tanpa digaji bahkan segala surat identitas mereka dirampas untuk menghindari pelacakan polisi.

Dalam buku "Human Trafficking, Human Misery" karya Alexis Aronowitz, sekiranya 80% korban secara seksual dieksploitasi, dianiaya dan dipaksa untuk bergelut di bidang prostitusi. Setiap korban diharuskan untuk menerima sekitar 8 sampai 15 client per hari. Para pelakunya pun tidak melulu pria, terdapat 28% pelaku wanita membuka rumah bordir yang bahkan juga menjajahkan tubuh pria. Korbannya dibandrol dengan harga yang berkisar antara 1 juta hingga 1,5 juta rupiah per malam.

Semakin cantik atau tampan korbannya, harga jualnya bisa mencapai 100 juta rupiah per kepala. Anak-anak juga dijual mahal yaitu sekitar 90 juta rupiah karena dianggap mudah untuk diatur. Biasanya diambil yang berumur 6 tahun karena umur tersebut dianggap telah mengerti perintah. Permintaan anak-anak sangat tinggi namun tidak menutup kemungkinan pada bayi yang biasanya direncanakan oleh pelaku, dokter, pengacara dan lainnya. Para korban wanita akan dihamili untuk dapat memuhi permintaan akan bayi ilegal.

Perdagangan manusia merupakan masalah transnasional terbesar ketiga setelah narkotika dan senjata. Para pelaku sangat menikmati bisnis seperti ini karena manusia adalah "produk-produk" yang dapat dijual dan digunakan berkali-kali dibandingkan senjata ataupun narkoba. Korban yang sudah dibeli dapat dijual kembali dengan harga yang lebih mahal dikarenakan dianggap sudah terlatih dan menerima keadaannya sehingga memudahkan pembeli baru untuk mengontrol korban. Dengan perhitungan seperti ini, dalam seminggu para pelaku dapat memperoleh modalnya kembali berserta profit. Dalam setahun pun pelaku dapat mengantongi 440 triliun rupiah.

Bagaimana Bisa?

Perdagangan manusia terbesar pernah terjadi di negara adidaya Amerika Serikat (AS) di tahun 2010. Sebuah perusahaan perekrutan buruh membeli 400 imigran pada tahun 2004 dari Thailand untuk diperkerjakan di sebuah kebun dengan iming-iming gaji besar. Sebaliknya, passportmereka ditahan dan dipaksa menjadi budak hingga pada akhirnya mereka diselamatkan pada tahun 2010.

Di Uganda, terdapat kisah Bekunda Sunday yang sangat senang ketika berhasil mendapatkan perkerjaan di Kenya. Dengan penuh keyakinan atas keberuntungannya, dia pergi melawan kemiskinan sambil membawa nama baik keluarganya. Sesampainya di tempat tujuan, dia diperintah untuk melucuti semua pakaiannya. Setelah dipukuli bersama para korban lainnya, dia masih ingat bagaimana dia dikurung selama 3 bulan dan dipaksa untuk melayani pria dan wanita di tempat tidur setiap hari.

Tujuan utama dari bisnis ini adalah sejumlah uang yang bisa didapatkan dengan mudah dalam kurun waktu yang sangat cepat apalagi ketika pelaku hanya perlu berkerja dengan menggunakan korbannya. Tidak sekedar berkerja dalam ruang lingkup kecil, namun merambah pasar internasional yang bahkan melibatkan kaum elit dan pihak ofisial seperti staff imigrasi sehingga memudahkan ruang gerak para pelaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun