Mohon tunggu...
Novia Putri Yude
Novia Putri Yude Mohon Tunggu... -

Pemimpi Kecil yang terus berusaha mewujudkan mimpi-mimpi kecilnya menjadi besar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Pada Ibu

24 Mei 2015   08:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:40 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari kian berlalu, sosok itu sudah belasan tahun menghilang dari sisiku. Aku merindukannya. Tuhan, siapa lagi kelak yang akan kau ambil dariku? Aku tahu Kau akan menggantikannya dengan yang lebih baik. Andai saja permohonan yang bisa menukar Ibu dan Ayah untuk kembali di sisiku, aku akan berusah sekuat tenaga agar mereka kembali.

Ibu, aku rindu. Aku ingin menceritakan semua kisah, pengalaman, dan teman-temanku padamu. Ibu, aku ingin kau peluk seperti dulu, aku menyayangimu, aku ingin mengecupmu sebelum terlelap. Kini kau begitu jauh, walau kau selalu ada di hatiku. Bisakah aku bertemu dan bercerita tentang semua hal padamu, bu?

Aku merasa kesepian, mungkin hanya perasaanku menganggap mereka tidak ada. Egoku yang menginginkan semua orang memperhatikan aku. Aku wanita manja, aku haus akan perhatian, aku bukan wanita baik.

Bu, aku ingin sepertimu. Orang-orang mengagumimu, selalu bercerita baiknya dirimu pada sekelilingmu bu. Bu, anakmu gagal, anakmu penuh dosa, anakmu tidak bisa dibanggakan. Tetapi ketahuilah bu, aku sangat menyayangi ayah, ibu, dani, dan uni.

Bu, apa bisa kita berkumpul kembali? Bu aku rapuh, aku tahu aku mempunyai Allah yang begitu luar biasa, tapi aku juga manusia biasa yang ingin merasakan ketulusan manusia. Tidak ada lagi sosok tulus itu, kini.
Bu, aku selalu berkata untuk pergi bersamamu. Aku benar-benar lelah berada di sini, mungkin amalku belum cukup dan dosaku terlalu besar dan banyak sehingga Tuhan tak mengizinkanku pergi bersamamu.

Bu, aku sakit. Aku sakit jiwa dan fisik. Pemikiranku sudah tak normal. Aku harus berbuat apa bu? Semua hanya bisa kupendam sendiri. Semua orang dengan mudah mengatakan "sabar". Mereka mengerti apa yang kurasa, bu? Bu, aku lelah berpura-pura kuat. Aku tak sekuat itu, hatiku tak sekuat hati orang-orang itu. Siapa yang menguatkan aku kini bu??

Aku sudah merasa tidak normal lagi bu. Ibu, sampaikan pada Ayah. Aku meminta maaf telah melawan dan menjadi anak durhaka, aku juga merindukan dan menyayanginya dengan sangat, bu.

Sampai bertemu lagi, Ibu..
Dari anakmu yang tak lagi normal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun