Sejumlah upaya antisipasi penyebaran dan penanganan Corona Virus Disease tahun 2019 atau COVID-19 dilakukan berbagai negara dengan strategi yang cukup berbeda-beda.
Di Indonesia, dengan memperhatikan arahan World Health Organization (WHO), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai yang diamanahkan, telah mengeluarkan dokumen kesiapsiagaan beserta simulasi penanganan lebih cepat dibanding sejumlah negara lain.
Sebuah ironi, kesiapsiagaan tersebut tidak sejalan dengan ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) dan fasilitas kesehatan (faskes). Belum banyak laboratorium (lab) yang dapat melakukan uji spesimen pasien.
Sejak diumumkan 2 Maret lalu, jumlah pasien yang positif terus bertambah. Darurat Kesehatan juga telah diumumkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Pengumuman Darurat Kesehatan tersebut sangatlah tepat. Namun, Indonesia telah kehilangan golden time dalam deteksi dini pasien.
Sedari awal wabah ini muncul di Cina dan berkembang di sejumlah negara, seharusnya Pemerintah Pusat, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sudah menyiapkan langkah deteksi dini dan mengupayakan ketersediaan banyak lab dan alat tes.
Melihat kondisi sudah seperti ini, masyarakat perlu didorong untuk terlibat aktif dalam hal menekan penyebaran COVID-19. Sejauh ini garis depan penanganan COVID-19 terletak ditangan tenaga kesehatan.
Namun, dalam hal pencegahan hingga memutus rantai penyebaran COVID-19, masyarakat harus berada di garis depan. Sederet skenario kebijakan dibuat Pemerintah Pusat dalam mencegah penyebaran COVID-19 ini.
Mulai dari kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) termasuk physical distancing, himbauan Tetap di Rumah dan sebagainya. Program-program tersebut membutuhkan dukungan publik. Publiklah yang dominan sebagai pelaku.
Publik dalam hal ini masyarakat secara luas perlu didorong agar patuh dan mendukung kebijakan Pemerintah. Masyarakat harus benar-benar didorong dan secara sukarela berada di garis depan pencegahan untuk menekan hingga memutus rantai penyebaran COVID-19.
Namun, hal ini perlu didukung juga dengan adanya transparansi termasuk data yang akurat dari  Pemerintah. Pemerintah telah berkomitmen untuk melaksanakan open government, transparansi atau keterbukaan harus secara konsisten dipertanggungjawabkan.
Transparansi juga akan mendorong peningkatan kepercayaan publik untuk mendukung program-program yang ada.
Belum agresifnya Pemerintah dalam memberikan informasi terintegrasi melalui Short Message Service (SMS) juga menjadi catatan yang harus segera diperbaiki melalui Gugus Covid.
Untuk mendorong keterlibatan masyarakat, Pemerintah harus lebih proaktif dan mampu memberikan informasi dengan akurat dan edukasi secara masif melalui SMS dan situs resmi serta media lain yang dimiliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H