Mohon tunggu...
Vrischika Abrilliant Purwono
Vrischika Abrilliant Purwono Mohon Tunggu... Ilustrator - Kadang jadi konten kreator astronomi, kadang jadi ilustrator/komikus

Konsisten mencintai astronomi, sudah teruji klinis!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Kisah Lain Observatorium Bosscha yang Jarang Terdengar

6 Desember 2024   18:57 Diperbarui: 6 Desember 2024   19:23 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Koepel yang ikonik di Observatorium Bosscha (Sumber : dokumen pribadi)

" Karel Albert Rudolf Bosscha, adalah seorang Belanda dan Preanger planter (pengusaha perkebunan di kawasan Priangan) yang tajir melintir pada masanya. Tidak hanya mengurus bisnis, ia juga menaruh perhatian pada perkembangan ilmu pengetahuan, salah satunya astronomi."

" Dengan kekayaan serta jabatannya sebagai ketua NISV (Perhimpunan Astronomi Hindia Belanda), Bosscha berjanji untuk membantu pendanaan bagi pembelian teropong yang sama canggihnya dengan teropong besar yang sudah terpasang di dunia saat itu."

Barangkali, narasi di atas sudah sering kita dengar ketika mengulik sejarah Observatorium Bosscha.

Bagaimana jika pada kesempatan kali ini, saya ajak rekan-rekan sekalian untuk menilik sejarah Observatorium Bosscha dari sisi yang lain?

Mengutip dari jurnal "Bangunan Rumah Teleskop di Kompleks Observatorium Bosscha" yang disusun oleh Iwan Hermawan (Balai Arkeologi Bandung), sang mutiara langit selatan ini ternyata memiliki kisah panjang yang dihiasi oleh kegigihan tak berbatas.

Sebelum menjadi observatorium yang dikenal masyarakat dan dunia, kawasan tersebut dulunya merupakan lahan peternakan sapi yang dikelola oleh kakak beradik Ursone, warga Bandung keturunan Italia. Kemudian, tanah seluas 6 Ha itu dihibahkan untuk pembangunan Observatorium Bosscha.

Pada tahun 1921, Bosscha bersama J. Voute, seorang astronom yang berdinas di Batavia, pergi ke Jerman untuk memesan Meridian Circle pada Askania Werke (perusahaan mekanik dan optik) dan Double Refractor pada Carl Zeiss Jena.

Setelah pesanan tersebut jadi, sebanyak 27 peti kemas dengan bobot total 30 ton diantar ke Indonesia menggunakan kapal m.s Kertosono, kapal kargo milik Koninklijke Rotterdamsche Lloyd (perusahaaan pelayaran Belanda). Pada tanggal 10 Januari 1928, m.s Kertosono merapat di Pelabuhan Tanjung Priok.

Kapal kargo m.s Kertosono (Sumber : Ship Nostalgia)
Kapal kargo m.s Kertosono (Sumber : Ship Nostalgia)

Peti-peti kemas tersebut kemudian diteruskan oleh Staatspoor (perusahaan kereta Hindia Belanda) menuju Stasiun Bandung. Sesampainya di Stasiun Bandung, Batalyon Zeni Angkatan Darat segera meneruskannya hingga Lembang.

Uniknya, tidak ada sepeser pun biaya yang dikeluarkan selama proses ekspedisi dari Tanjung Priok hingga Lembang, alias gratis.

Hingga pada masa kependudukan Jepang di Bandung, Observatorium Bosscha menjadi sasaran empuk tentara Jepang. Di mata mereka, Observatorium Bosscha merupakan bangunan vital yang harus dihancurkan!

Menurut Kartodiwirio (2006), pesawat-pesawat tempur Jepang terus menghujani Observatorium Bosscha dengan bom tapi selalu luput dan ada sebagian yang gagal meledak.

Namun sebagai konsekuensi atas pecahnya Perang Dunia II serta perang kemerdekaan, Observatorium Bosscha mengalami banyak kerusakan dan mengalami masa nonaktif yang cukup lama.

Setelah perang selesai, Jan Hendrik Oort, seorang guru besar dan astronom di Leiden mengirim staf seniornya untuk memperbaiki kondisi teleskop di Observatorium Bosscha. Staf itu bernama CH. Hins.

Dan inilah wujud dari isi dalam peti kemas yang dahulu berlayar bersama m.s Kertosono, dihujani banyak bom, namun tetap eksis hingga saat ini :

Refraktor Ganda Zeiss bersama pembicara, mas Dhimaz (Sumber : dokumen pribadi)
Refraktor Ganda Zeiss bersama pembicara, mas Dhimaz (Sumber : dokumen pribadi)

Semoga Observatorium Bosscha selalu berjaya dan senantiasa merawat perkembangan ilmu pengetahuan di Bumi Pertiwi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun